Bian menggandeng Mumut dan mengajaknya menikmati hidangan yang tersedia. Dia tidak menanggapi para wartawan yang bertanya tentang kejadian di atas panggung. Bian tidak ingin lebih menyakiti hati istrinya karena dia tahu Mumut terluka melihatnya memeluk Ristie. Dia menyesal tidak bisa mengontrol diri tadi karena meski cuma sebentar pelukannya pada Ristie adalah sesuatu yang salah.
Setelah mengambil minum dan kudapan, mereka mengambil kursi yang agak berada di ujung kanan ruangan. Bian menatap wajah Mumut yang sedang menatap kedua mempelai sembari menikmati kudapan yang baru saja diambilnya.
"Maafkan sikapku tadi," Bian menggenggam tangan Mumut dengan kedua tangannya.
"Hmmm," Mumut hanya tersenyum kecil dan itu justru menyakiti hati Bian. Baginya kemarahan Mumut mungkin membuatnya lebih tenang. Ditatapnya wajah Mumut yang kini tengah memperhatikan seorang artis terkenal yang tengah berada di atas panggung. Mumut tampak ikut mendendangkan lagu yang dinyanyikan artis tersebut. Menyadari Bian menatapnya dan masih menunggu jawabannya Mumut memalingkan tubuhnya menatap Bian. Keduanya terdiam untuk beberapa waktu.
"Aku percaya kamu," suara bening Mumut terdengar setelah cukup lama, membuat hati Bian serasa diguyur air dingin yang membuatnya menjadi sejuk. Dia segera tersenyum lebar dan menjatuhkan kecupannya di puncak kepala Mumut. Dia tak perduli walau banyak karena yang menyorotnya.
Dari pelaminannya Ristie menatap keduanya dengan penuh rasa iri, Bian tidak pernah memperlakukannya semanis itu dalam dalam bertahun-tahun kebersamaan mereka. Pandangan Ristie tertutupi para tamu undangan yang menyalaminya, saat dia menatap ke arah tempat dimana Bian dan Mumut tadi keduanya sudah tak ada.
Sepasang suami istri itu telah meninggalkan tempat mereka duduk. Mereka tidak tertarik untuk menikmati aneka hidangan lezat yang tersedia atau alunan musik yang begitu romantis yang dinyanyikan para penyanyi terkenal. Bagi mereka hal paling romantis adalah membuat pasangannya bahagia.
Bian tidak ingin Mumut semakin terluka dan Mumut ingin Bian tidak larut dalam masa lalunya. Bahagia itu mereka yang menciptakan.
Keduanya duduk di kursi taman agak jauh dari ballroom, cahaya redup lampu taman membuat suasana romantis di antara mereka begitu kental. Hanya ada mereka berdua di sana mereka duduk berhadapan dengan tangan yang saling bertaut. Keduanya saling menatap dengan senyum menghias bibir. Bian tak bisa menahan dirinya saat menatap bibir istrinya, dia menggeser tempat duduknya untuk duduk di sebelah Mumut. Bian melepas tautan tangannya kemudian memegang kepala Mumut dan mengarahkan wajah istrinya ke arahnya. Dengan penuh gairah dilumatnya bibir cantik dibawahnya. Nafas keduanya makin memburu saat ciuman mereka makin intens.
"Kita ke kamar," bisik Bian parau.
Mumut menatap Bian penuh tanya. Bian membawanya sebuah president suit yang ada di hotel itu. Beberapa hari sebelumnya Bian telah meminta Randy untuk melakukan reservasi agar dia bisa membawa Mumut menginap setelah menghadiri undangan Ristie.
Mumut terbangun keesokan harinya saat menjelang subuh. Dia tersenyum menatap wajah Bian yang masih terlelap dan senyumnya makin melebar saat ingat Bian mengatakan kalau yang mereka lakukan semalam merupakan pemanasan sebelum mereka melakukan bulan madu mereka di Maldives. Mengingat hal itu pipi Mumut langsung terasa panas dan memerah. Ah, Bian ada-ada saja!
Mumut memutuskan untuk mandi tapi saat Mumut hendak turun dari tempat tidur, sebuah tangan kekar menahannya dan menggulingkan tubuhnya kembali ke tempat tidur. Tubuh panas Bian segera menyambutnya dengan dekapan yang kuat dan ciuman yang memabukkan membuatnya kembali melayang.
Beberapa waktu kemudian keduanya telah keluar dari kamar mandi dan telah berganti pakaian. Setelah sholat subuh berjamaah, Mumut memanaskan air dan membuatkan kopi untuk suaminya. Bian tampak duduk di sofa tengah menelpon Randy, menanyakan persiapan keberangkatannya dengan Mumut ke Maldives.
Mumut merasa bahagia saat menatap Bian tapi dia juga merasa ada sebuah rasa kuatir yang menderanya. Bian terlalu memanjakannya dan dia takut semua itu hanya sebuah mimpi indah. Mumut menghela nafas panjang. Perbedaan dia dan Bian terlalu jauh, bagaimana kalau suatu saat lelaki itu meninggalkannya?