Télécharger l’application
54.83% SERENDIPITY (Jimin BTS) / Chapter 17: CHAPTER 17

Chapitre 17: CHAPTER 17

Park Ji Min menunggu Seul Gi didepan kelas. Ia datang lebih pagi hari ini karena tahu bahwa beberapa hari belakangan Seul Gi sudah datang sekolah seperti sewajarnya pelajar disekolah ini.

"Good Morning Kang Seul Gi", sapanya dan Seul Gi tersenyum.

"Good Morning. Kau datang lebih pagi hari ini?".

Jimin mengangguk, ia langsung mengekor begitu Seul Gi masuk kedalam kelas. "Aku sudah menyiapkan semuanya", Jimin mengeluarkan handphonenya dan memperlihatkan sebuah video pada Seul Gi".

Seul Gi mendorong pelan hp Jimin, menjauhkan dari penglihatannya, "bisa tidak kita nontonnya nanti saja? Aku sedang tidak mood", Seul Gi menaruh kepalanya diatas meja dan menutupnya dengan tangannya.

Jimin menghela nafas, "baiklah. Apa kau baik-baik saja?".

Seul Gi memberikan tanda dengan tangannya, menyuruh Jimin pergi. Jimin pun menyimpan handphonenya dan ia pergi keluar kelas. Rasanya menyebalkan jika ditolak walaupun Seul Gi sudah sering melakukan hal itu padanya.

Jimin duduk didepan kelasnya, ia menonton video yang sudah ia siapkan untuk menari bersama Seul Gi. Lagu itu berjudul Serendipity, sebuah lagu yang sudah lama ia miliki. Itu lagu pertama dan satu-satunya miliknya. Ia juga membuat choreo dari lagu tersebut. Ini memang bukan lagu untuk lomba mereka karena lomba mereka adalah lomba cover dance namun entah kenapa, Jimin ingin memberitahu ini kepada Seul Gi. Tapi Jimin harus mengurungkan niatnya. Mungkin nanti saat waktunya sudah tepat ia akan memberi tahu kepada Seul Gi.

"Hai Park Ji Min!", Sapa Lee Sung Kyu membuat Jimin terkejut dan hampir saja menjatuhkan handphonenya.

"Bisa tidak kau tidak teriak?".

Sung Kyu terdiam melihat Jimin melotot padanya dan pergi begitu saja. Sung Kyu benar-benar merasa Jimin sama sekali tidak ingin berbicara padanya. Ini sangat menyebalkan.

Cuacanya begitu panas pada siang ini. Cuaca ini membuat panas hati Seul Gi semakin membara. Ia begitu marah pada dirinya sendiri. Dan ia tidak tahu bagaimana ia harus menegur adiknya. Ini pertama kalinya Seul Gi melakukan salah, ia mengira adiknya hanya bermain seperti biasanya namun ternyata Seul Gi salah.

Walaupun belum tahu bagaimana pastinya tetapi tugas-tugas dan juga buku perpustakaan bukanlah hal biasa yang ada ditas Kang Doh Hyon. Do Hyon biasanya hanya memikirkan bagaimana ia harus bersenang-senang di warnet, membicarakan game saat ada guru yang mengajar dan juga dihukum dengan berbagai hukuman karena tidak mengerjakan tugas. Belum lagi, ia sering terlibat pertengkaran oleh teman perempuannya yang tidak sudi memiliki kelompok bersamanya.

Sering sekali Eomma datang ke sekolah hanya untuk mendengar ocehan para guru. Tapi baru kali ini, semua perasaan Seul Gi rasanya sangat tidak tepat.

Tangan menjulur tiba-tiba didepan wajar Seul Gi dengan sebotol soda dingin. Ia menoleh dan mendapati Jimin duduk disampingnya.

Seul Gi meraihnya, wajah Jimin tidak ceria seperti biasanya, "Ada apa denganmu? apa membelikanku minum membuat uang jajanmu habis?".

Jimin menggeleng dan menyesap minumannya.

"lalu?", Seul Gi kesulitan membuka kaleng minumannya. Ini bukan karena ia lemah tapi karena ia tidak fokus hari ini.

Jimin meraih kaleng dari tangan Seul Gi dan membukakannya, "Ini karena aku sangat lelah menunggumu menyapaku hari ini".

Hampir saja Seul Gi tidak menerima kalengnya dengan benar, ia sedikit kaget dengan ucapan yang Jimin berikan, "maaf. Aku sedang tidak dalam mood yang baik", Seul Gi menghela nafas.

"Ada apa?".

"Aku bertengkar dengan Doh Hyon semalam dan dia seperti biasa pergi dari rumah".

"lalu? Kau sudah mencarinya?".

"Dia bahkan mengabariku tadi pagi dan aku merasa benar-benar malu".

"Kenapa begitu? Kurasa sebagai kakak kau punya hak untuk marah jika adikmu berbuat salah".

Seul Gi memutar arah duduknya, "masalahnya aku salah. Aku hanya berfikiran buruk dengannya dan ternyata ia meghabiskan waktu diperpustakaan. Seorang Kang Doh Hyon ke perpustakaan dan bahkan ia meminjam buku darisana untuk dibawa pulang".

"Apa sebegitu anehnya dia kesana?".

Seul Gi mengangguk, "sangat. Ia bukan tipe anak laki-laki yang rela mempause gamenya hanya untuk makan. Kau paham?".

Jimin mengangguk perlahan sembari berfikir, "kalau begitu harusnya kau meminta maaf dan membujuknya", ia menyarankan dengan wajah lugunya.

"Mana mungkin?!", Nada bicara Seul Gi langsung tinggi saat membayangkan ia meminta maaf pada adiknya yang selalu membuat darahnya mendidih.

Jimin tersenyum, "kau benar-benar memiliki harga diri yang sangat tinggi bahkan pada adikmu sendiri".

Seul Gi memberengut mendengar ucapan Jimin.

"Apa kau tahu kira-kira sekarang ia berada dimana?".

Seul Gi melihat jam tangan miliknya, "ku rasa dia pasti membolos hari ini dan berada diwarnet".

"Kenapa kau sangat yakin?".

"Itulah dia", jawab Seul Gi seadanya sambil memandang kakinya.

Jimin menarik Seul Gi berdiri, "Ayo kita harus membuktikkannya sendiri. Apa fikiranmu benar atau kau hanya berburuk sangka padanya".

Seul Gi tidak sempat menjawab karena ia sudah sedikit berlari mengikuti langkah Jimin yang sangat bersemangat. Mereka berhasil mengambil tas dan melewati gedung belakang tanpa ada yang tahu. Kalaupun anak-anak tahu pasti ia tidak peduli dengan hal seperti bolos membolos. Itu hal manusiawi bagi anak-anak sekolah disini.

Saat Jimin hendak menyetop taksi, Seul Gi menghentikan tangannya, "untuk apa naik taksi? Kita naik bus saja. Itu dia", Sekarang giliran Seul Gi menarik Jimin yang kebingungan karena seumur hidupnya ia tidak pernah menggunakan angkutan umum selain taksi.

Seul Gi masuk kedalam dan ia membayar untuk dua orang menggunakan sebuah kartu. Jimin hanya menatapnya dan membuntutinya. Bus ini sepi karena jam ini bukanlah jam dimana orang menggunakan bus. Mereka duduk dikursi paling belakang.

Jimin merasa agak sedikit pusing. Ia memijit keningnya pelan. Naik bus agak berbeda rasanya dengan naik mobil. Seul Gi menyadari sedari tadi Jimin tidak bersuara seperti biasa. Wajahnya agak sedikit merah.

"Apa kau baik-baik saja?".

"Aku pusing. Ku rasa karena naik bus".

Seul Gi bingung dengan jawaban Jimin, "Apa kau tidak pernaik naik bus sebelumnya?".

Jimin menggeleng namun Seul Gi malah tertawa. Ia bingung mengapa tahun ini masih ada yang belum pernah naik bus. Jimin reflek mengatup bibir Seul Gi dengan ibu jari dan telunjuknya. Seul Gi tertegun karena Jimin menatapnya dengan lekat. Wajahnya tidak menunjukkan bahwa ia bercanda.

Jimin lupa dengan pusingnya. Ia merasakan lembutnya bibir Seul Gi pada jarinya. Ia mengendurkan cubitan pada bibir Seul Gi dan seketika suasana menjadi hening. Pada saat itu Seul Gi sadar bahwa beberapa perempuan yang ada di bus memperhatikan mereka berdua atau lebih tepatnya Jimin. Jimin memang sangat mudah mencuri perhatian dari perempuan sekelilingnya. Namun sepertinya lelaki itu tidak peduli.

Mereka pun turun pada halte yang pas dengan sekolah Kang Doh Hyon. Deretan warnet tidak jauh dari sekolah Doh Hyon ini adalah tempat favorite bagi para anak menengah pertama disini. Sebelum mereka beroperasi, Seul Gi mengajak Jimin ke convenience store terdekat.

Jimin merasa takjub dengan semua yang di jual di toko ini. Bagaimana tidak, tidak hanya sesuatu yang biasa namun disini banyak sekali makanan yang sepertinya menggugah selera. Berbagai macam sosis, keju, kimbab, bertumpuk-tumpuk ramen dengan segala macam merk dan rasa, makanan matang yang lain. Jimin ber-oh ria dan membuka mulutnya dan matanya saat menyusuri setiap koridor.

Ibunya selalu melarangnya ke tempat seperti ini. Karena makanan disini semua instant dan tidak sehat namun Jimin tidak mengira bahwa toko ini seperti surga makanan cepat saji dan jajanan korea. Jimin selalu makan dari buatan ibunya atau buatan restaurant. Bahkan baru di sekolah ini ia makan makanan dikantin karena itu adalah perintah Ayahnya. Jika tidak, pasti ia sudah menerima makanan pesanan dari restaurant seperti di sekolahnya sebelumnya.

Seul Gi mencari Jimi di setiap koridor dan lelaki itu sedang berada didepan deretan makanan instant. Tatapannya berbinar. Seul Gi bingung mengapa Jimin terlihat aneh. Ia segera memberikan minuman hangat untuk menghilangkan mual pada Jimin namun wajah Jimin sudah lebih segar.

Mereka berdua keluar dari toko dan berjalan menuju tempat warnet maksud Seul Gi. sepanjang jalan, warnet berjejer dan semua bertetangga. Seul Gi menarik nafas dalam-dalam. Ia harus mengontrol emosinya karena maksud kedatangan mereka berdua agar Seul Gi mengajak Doh Hyon berbaikan.

Jimin menatap Seul Gi dengan tatapan menyemangati dan tersenyum. Mereka pun masuk ke dalam warnet. Sang penjaga warnet sudah mengenal Seul Gi.

"Pasti kau mencari si joki ya?", joki adalah panggilan Doh Hyon di warnet ini.

Seul Gi hanya mengangguk.

"tidak ada. Sudah beberapa hari dia absen disini. Mungkin dia sudah menemukan warnet baru".

Seul Gi tidak percaya, ia masuk tanpa bicara apa-apa. Jimin menatap sang penjaga sembari mengangguk.

"sudah biasa. Dia memang perempuan yang tegas pada adiknya", sang penjaga kembali duduk ditempatnya dan tidak lama kemudian Seul Gi keluar begitu saja. Jimin buru-buru mengikutinya. Mereka pun keluar masuk warnet disepanjang jalan.

Seul Gi dan Jimin merasa lelah. Total ada 10 warnet mereka masuki namun tidak ada juga.

"Apa mungkin dia masuk sekolah ya?".

"Ayo kita tanya sekolahnya", Jimin meraih tangan Seul Gi dan menuntu Seul Gi pergi walaupun ia tidak tahu dimana sekolah itu berada.

"Sudahlah", kata Seul Gi, ia perlahan melepas tangannya, "kau sudah lelah hari ini. Aku akan membicarakan hal ini dirumah".

"kau janji? menasehati seseorang itu penting namun meminta maaf ketika kita salah jauh lebih penting. Okay?".

Mendengar ucapan Jimin barusan Seul Gi mengangguk. Ia baru sadar bahwa Jimin begitu perhatian bahkan untuk hal kecil seperti ini.

"Kau memiliki dua janji padaku", kata Jimin.

"satu lagi itu apa?".

Jimin berpura-pura menari dengan gerakan yang lucu. Seul Gi tertawa, ia menepuk jidatnya, "sudah hentikan. Baiklah-baiklah, mulai besok kita bisa mulai latihan", Ia menahan Jimin yang masih saja menari-nari. Ia benar-benar menarik perhatian yang jalan di sekitar mereka, "Berhenti", Seul Gi berjalan lebih dulu karena menyerah.

***

Seul Gi sampai dirumah. Kang Doh Hyon sudah berada dirumah dan ia sedang membantu ibu menyiapkan sayuran untuk masakan makan malam. Seul Gi masuk kedalam kamar dan ia akan mandi terlebih dahulu. Diam-diam ia merasa senang karena Doh Hyon sudah kembali kerumah tepat waktu dan bahkan membantu ibu.

Malam ini Seul Gi membantu ibu masak untuk makan malam. Doh Hyon sedang menonton tv bersama Ji Hyun.

"Eomma, maafkan aku karena kejadian kemarin bertengkar dengan Doh Hyon".

"Sudahlah. Memang sesekali adikmu harus dimarahi tapi selanjutnya cari cara yang lebih baik. Jangan meniruku".

Seul Gi mengangguk. Eomma memang orang yang sangat tegas. Ia juga bukan perempuan yang cengeng. Bahkan dalam mendidik anaknya. Itulah yang membuat Seul Gi menjadi perempuan yang tangguh dan tidak mudah menyerah.

Setelah 30 menit, masakanpun sudah siap diatas meja lipat mereka diruang tengah. Mereka makan bersama sembari menonton tv ataupun mengobrol namun hanya So Hyun yang mengoceh tentang sekolah dan teman-temannya. Doh Hyon dan Seul Gi tidak membuka mulut sedikitpun.

"noona", Doh Hyon bergumam, "kau mencariku ya tadi diwarnet?".

Seul Gi merasa seperti kepergok, "darimana kau tahu?".

"aku punya banyak anak buah tahu".

Eomma tertawa mendengar ucapan Doh Hyon.

"Kau harus mentraktirku jika peringkatku berhasil masuk ke 20 besar dikelas", ujar Do Hyon.

Seul Gi tidak bisa lagi menahan tawanya, "mana mungkin. Harusnya 10 besar tapi ya aku maklum. Baiklah 20 besar".

"Apa maksudmu? OKE 10 besar. Kau harus siapkan banyak uang untukku".

Rumah terasa kembali hangat. Semua tertawa mendengar perdebatan Seul Gi dan Doh Hyon. Walaupun menurut Seul Gi itu hal yang tidak mungkin tapi ia sungguh berharap bahwa adiknya benar-benar akan menggunakan waktunya dengan baik.

***


Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C17
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous