"Sayang," Aruna tersenyum lebar dan hangat. Dibalik tangan kanannya bergerak samar, meminta ajudannya pergi perlahan.
Lelaki bermata biru terdiam seribu bahasa, hanya menatap dengan ekspresi datar. Sesaat dia melihat ke bawah sebelum membuka matanya dan mulai berjalan perlahan mendekati ranjang yang seharusnya bukan menjadi tempat seorang perempuan terhormat membaringkan tubuhnya.
Ranjang tersebut adalah milik pria di luar keluarga utama. Sedekat apa pun seorang pimpinan divisi di bawah naungan keluarga Djoyodiningrat, tak seharusnya perempuan mereka terbaring di tempat ini.