Lima belas tahun sudah, aku membuntutinya. Sebagai orang biasa yang terpaksa menjadi temannya karena mendapat charity dari keluarga Djoyodiningrat.
Hingga aku benar-benar bersahabat, hidup dan tinggal bersama, susah senang seperti saudara. Semua tentang Mahendra seolah telah aku kuasai. Kecuali satu tahun ini setelah dia ku dapati mengidap PTSD.
Aku sempat tak yakin dia bisa menyembunyikan Serapi itu dariku.
Tapi bagiku hal itu bukan sesuatu yang berarti. Hendra kutemukan kian manusiawi, dia punya rasa dan jatuh cinta. Walau semua orang mengkhawatirkan perilakunya yang sempat mencekik leher sang istri atau mengurung gadis tak berdaya itu hingga pingsan. Aku tidak menemukan seberkas ungkapan cela pada diri Mahendra. Dia terlihat seperti seorang laki-laki yang sedang berjuang menyembuhkan diri.