Gelora 💗 SMA
Jam istirahat pertama.
Akim datang menghampiriku, bibir tebalnya tersungging serta mata bulatnya memandangiku dengan tatapan mesum. Seperti biasa tangannya yang gatal mencolek pahaku dan mengelus-ngelus manja. Perlahan telapak tangan itu bergerilya berusaha menjamah wilayah terlarangku. Namun dengan gesit aku menepis tangan nakalnya itu dan menghempaskannya jauh-jauh.
''Kim ... berhentilah kamu menggodaku. Don't touch me!'' tukasku dengan rasa dongkol.
''Hehehe ...,'' Akim meringis, kepalanya manggut-manggut dengan sorot mata genit seperti lelaki si hidung belang, dia terus memperhatikan wajahku yang kian memerah karena kesal, "Poo ... kamu lebih cute dan manis kalau sedang marah begini,'' imbuh cowok bergigi gingsul ini sembari mencubit pipi tembemku.
''Hufftt ...'' Aku bersingut dan menyiku perut datarnya Akim, lalu cowok berhidung mancung ini hanya tersenyum ala preman pasar.
''Hai ... Poo ...'' Akim berseloroh.
''Apaan, sih? Paa ... Poo ... Paa ... Poo ...'' tukasku dengan memicingkan mata kesalku.
''Hari minggu ini ada acara, tidak?" ujar Akim sambil menyenggol pundakku.
''Mmmm ...,'' Aku menatap tajam ke arah wajah tampan Akim, ekspresinya terlalu kocak tapi menyebalkan, ''kalau tidak ada memang kenapa?'' lanjutku.
''Aku ingin mengajakmu berenang bersama ... apakah kamu mau?'' Akim mendekatkan wajahnya ke wajahku, sangat dekat, bahkan terlalu dekat hingga aku bisa mendengar suara hembusan nafasnya yang pendek.
''Aku tidak mau ...'' jawabku tegas sembari mendorong tubuh Akim hingga dia menjauh dari tubuhku. Lalu aku bangkit dari tempat dudukku dan bergegas pergi meninggalkan cowok kate itu.
''Poo ....'' Akim mengejarku dan membuntutiku, "kenapa kamu tidak mau?'' ujarnya penuh tanda tanya.
''Hari minggu besok aku ada les Bahasa Jepang ...'' tandasku mengakhiri percakapan yang tidak menyenangkan bersama Akim. Aku mempercepat langkahku agar Akim tidak bisa mengejarku lagi.
Entahlah, aku merasa tidak begitu suka dengan sikap Akim, tapi aku tidak bisa membencinya, karena bagaimanapun dia adalah teman sekelasku. Dia memang sering mengajakku jalan, namun aku tak pernah menjawab, ''mau!'' dengan ajakannya itu.
Aku terus melangkah menyusuri lorong koridor sepanjang deretan ruang kelas XI. Aku tidak tahu mau ke mana? Tujuanku keluar dari ruang kelas hanya karena aku ingin menghindari dialog bersama Akim yang menurutku kelewat menyebalkan.
''Poo ... Polo ... '' Seruan seseorang menyebut namaku, aku menghiraukan seruan itu karena aku pikir itu adalah suara Akim.
''Hai ... Bro ... mau ke mana kamu?''
Kembali suara itu melengking di indra pendengaranku, sepertinya aku kenal betul dengan pemilik suara ini, sehingga aku memutuskan untuk melengos ke arah sumber suara itu. Tak salah ... ada Rudy di hadapanku. Akan tetapi, cowok tetanggaku ini tidak sedang sendirian, dia bersama dengan seorang teman sekelasnya. Dan aku cukup terpana dengan teman Rudy tersebut, karena aku belum pernah melihat dia sebelumnya. Tampangnya lumayan ganteng, badannya tegap, tingginya semampai dan berkulit putih. Dia terlihat cool dan berkharisma. Aku jadi penasaran dan ingin mengenalnya.

Randy
''Kamu mau ke mana sih, Poo ... buru-buru amat kayak orang mau nagih hutang,'' kata Rudy.
''Hehehe ... bisa aja kamu, Rud ...'' timpalku dengan terkekeh, "aku ... aku ... aku mau ke kantin!'' imbuhku sekenanya.
''Ooh ... mau ke kantin ... udah lapar, ya?''
''Ya, begitulah ...''
''Ya udah, kita bareng aja, Bro ...''
''Oke ...'' Aku menganggukan kepala perlahan sembari menatap teman Rudy itu yang masih terlihat jaim dan hemat bersuara.
''Oh ya, Poo ... kenalin dulu nih, teman sekelasku.'' Rudy melirik ke arah cowok di sebelahnya, dia memberikan komando agar teman sekelasnya itu mau berkenalan dengan aku, ''ini namanya, Randy ...'' lanjut Rudy sambil menepuk punggungnya dan cowok cute itu tersenyum kepadaku. Sumpah ... senyumannya itu senyuman termanis yang pernah aku lihat dari seorang cowok.
''A-aku ... Ricopolo,'' ujarku seraya menyodorkan tanganku.
''Iya .. aku, Randy!'' jawab Randy tenang sembari menyambut tanganku lantas menjabatnya dengan sangat erat. Aku tidak mengerti mengapa tiba-tiba saja jantungku berdebar-debar saat aku bersalaman dengan dia.
Sentuhan tangannya seperti ada aliran listrik yang membuatku bergidik dan menimbulkan desiran perasaan yang aneh.
''Senang berkenalan dengan kamu,'' ucapku dengan sedikit gugup.
''Ya, aku juga!'' balas Randy masih dengan senyuman yang menawan. Mata teduhnya memandangku dengan pancaran cahaya yang cukup menenangkan. Meskipun ada perasaan aneh yang menyelimuti batinku, tapi aku tidak berpikiran yang macam-macam.
Well ... usai berkenalan, akhirnya kami bertiga jalan bareng menuju ke kantin.