Télécharger l’application
59.52% Istri Kecil CEO Tampan & Dingin / Chapter 50: Bab 50

Chapitre 50: Bab 50

"Di sini juga ada ular. Arrrggghhh.."

Dinda mencoba menghindari ular itu. Namun yang ada, saat matanya meneliti keadaan sekitar. Justru ia semakin banyak melihat ular di area paviliunnya.

"Itu ada banyak di sana!!" Dinda kembali berteriak.

Entah kesalahan apa yang telah dia perbuat. Seekor ular sepertinya sangat terganggu dengan keberadaannya di sana.

Hampir saja ular itu berhasil melancarkan aksinya pada Dinda. Untunglah dengan cepat tuan Arjun Saputra datang bersama kroninya menyelamatkannya dari ular yang hendak mematuk kaki Dinda.

"Kamu tidak apa sayang?" tanya tuan Arjun khawatir.

Dinda memeluk tuan Arjun, dia sangat ketakutan berlindung di pelukannya.

"Tenang saja. Aku ada di sini sayang."

"Awas itu di sana." Dinda melompat ke punggung tuan Arjun yang tentunya terkejut dengan tingkahnya itu.

"Ya allah, kalau tadi jatuh bagaimana coba. Untunglah aku ini kuat."

Dinda melingkarkan tangannya di leher tuan Arjun "Hiiii ularnya banyak banget beib."

Tuan Arjun terpaksa menjauh dari paviliun Dinda yang kini terlihat seperti sarang ular.

"Kenapa ular-ular itu ada di sana?" tanya Dinda.

"Mungkin mereka sedang mencari tempat yang hangat untuk membuat sarang. Wajarlah jika banyak ular. Kediaman kita ada di tengah-tengah perkebunan. Kamu takut?"

"Dinda takut? Hahahaha ya enggaklah."

"Terus kenapa kamu melompat ke punggungku?"

"Dinda enggak takut kok. Cuma geli saja."

"Halah itu sama saja takut."

"Ini semua salahmu tau. Suruh siapa kamu membangun rumah yang tidak punya tetangga di sini."

"Kenapa jadi salahku? Justru aku membuat kediaman di sini agar kita jauh dari tetangga. Ia kalau kita dapat tetangga yang baik, kalau enggak bagaimana coba?"

"Hmmmm, lalu aku tidur dimana sekarang?"

"Kamu ini, tentu di kamarku lah."

"Kamu tidur dimana dong?"

"Dinda sayang, kita ini suami istri kan? Tentu aku tidur di pelukanmu."

"Tapi.."

"Tapi apa sayang, diamlah. Apa kamu tidak merasa dingin terus-terusan di luar. Lihat masih gerimis. Cuaca seperti ini cocok untuk berkembang biak."

"Arjun diam. Dinda mau bicara."

"Apa?"

"Kita enggak bisa berkembang biak sekarang."

"Kenapa?"

"Huhhhh, aku lagi datang bulan. Hehe.."

"Apa?! Kalau begitu turunlah dari punggung ku."

"Enggak mau. Becek."

"Rugi tenaga ini mah namanya."

"Hahahaha, ayo cepatlah. Sudah ngantuk banget nih."

"Iya iya tuan putriku."

-----

Dinda terbangun ketika matahari sudah terik, menggeliat merenggangkan otot-ototnya. Di lihatnya tuan Arjun masih tertidur pulas di sampingnya.

"Om bangun om sudah siang. Katanya mau nganterin adik kecil ini."

"Engh, sebentar lagi lah. Aku masih ngantuk benget nih."

"Om, entar kesiangan panas loh."

"Kan naik mobil loh sayang. Enggak naik getek juga enggak lewat sungai."

"Hemmmm ya sudah aku mandi dulu."

Tuan Arjun Saputra langsung terbangun "Kita mandi bareng?"

"Jangan harap." Dinda mendorong tuan Arjun Saputra hingga berbaring lagi di atas kasur.

"Kalau begitu nanti aku mandiin ya?"

"Minta saja sana sama Rendi buat mandiin kamu."

"Kamu ini istri durhaka memang."

"Yah sudah tau aku istri durhaka. Kenapa masih mengejar ku dan membawaku kembali kesini wleeeekk."

"Nasib punya istri tengil begitu."

"Hahahaha.."

Tok.. Tok.. Tok.. Tok..

"Eh siapa itu pagi-pagi sudah ketok-ketok kamar orang." kata Dinda sambil menatap suaminya.

"Penggemarku sayang."

Dinda mencoba mengintip dari celah gorden jendela paviliun tuan Arjun Saputra.

"Wah perusuh datang nih."

Dinda berlari kearah meja rias. Menyisir rambutnya yang kusut dan memoles kan lipstik merah di bibirnya.

Pergi dan membuka pintu dengan riang.

"Eh mbak Dona." sapa Dinda.

"Kenapa kamu ada di sini?" tanya Dona.

Dona menatap Dinda kesal, dan penampilannya yang terlalu vulgar sangat membuat sakit kedua matanya.

"Mbak enggak tau? Paviliun ku jadi sarang ular."

"Jangan bohong. Kamu pasti sengaja kan datang ke sini?"

"Haduh mbak, mana berani Dinda pergi sendiri. Dari sore kan sudah hujan. Apa juga mbak tidak tau kalau Dinda benci hujan dan guntur. Dinda di jemput Arjun jam empat pagi karena banyak ular di sana."

"Aku tidak percaya. Mulutmu itu lebih sering berdusta di banding berkata jujur."

"Ya sudah kalau tidak percaya. Mbak Dona bisa bertanya pada Arjun."

Dona menjulurkan kepalanya. Mencoba mengintip ke dalam.

"Masuk saja mbak. Arjun masih tidur tapi. Dia sepertinya kelelahan." bisik Dinda.

Dinda sepertinya menemukan kesenangan baru ketika bersama Dona. Dia suka jika melihat Dona cemburu buta padanya. Apalagi jika sampai kedua matanya membulat sempurna karena kesal.

Tidak disangka-sangka sebelumnya, tuan Arjun akan merepotkan dirinya sendiri meninggalkan kehangatan tempat tidurnya untuk datang menghampiri Dinda yang sepertinya sedang memancing amarah Dona.

"Ada apa ini Dona. Kenapa kamu datang. Bukankah kata Denok penyakit mu kambuh. Seharusnya kamu lebih banyak istirahat di kamarmu."

"Ah tidak, aku sudah membaik kok Arjun." kata Dona lembut.

"Kamu sakit? Tapi kenapa.."

Belum sempat Dinda melanjutkan perkataannya. Dengan cepat Dona membekap mulut Dinda agar tidak kelepasan.

"Cih, apa-apaan kamu ini. Tanganmu bau." kata Dinda kesal.

"Katanya kamu ingin kembali ke paviliun mu." kata Dona.

"Dinda kamu tidak bisa kembali. Ularnya belum semua di basmi." tuan Arjun melarang.

"Jadi benar ada ular?" tanya Dona.

"Kamu kira aku berbohong padamu."

"Sudahkah kalian ini. Selalu saja jika bertemu."

"Maaf tuan, ini nyonya membawakan bubur untuk tuan. Beliau memasaknya sendiri sedari subuh." Denok menyela.

"Hanya untuk Arjun? Untukku mana?" tanya Dinda dengan berkacak pinggang.

Dona menatap sinis Dinda, dia sepertinya enggan untuk bubur buatannya untuk bocah ingusan sepertinya.

Tuan Arjun Saputra menyambut bubur yang dibawa Denok. Dona sudah sangat bahagia melihat itu, akhirnya tuan Arjun bersedia memakan makanan buatannya.

Namun ternyata tuan Arjun mengambil itu untuk di berikan pada Dinda.

"Nih makan saja. Aku sedang tidak ingin makan bubur."

"Beneran nih. Aa thanks baby." kata Dinda riang, kemudian berlalu pergi meninggalkan mereka.

"Aku membuatnya untukmu Arjun. Kenapa kamu memberikannya pada Dinda."

"Aku sudah menerimanya bukan? Bukannya itu sudah menjadi milikku ketika aku mengambilnya. Jadi terserah aku kan mau apakan bubur itu. Dinda menginginkannya, sementara aku tidak. Lalu dimana salahnya."

"Lain kali, jika kamu memang tidak menginginkannya. Maka sebaiknya kamu tidak menerimanya saja. Itu lebih baik dari pada harus di berikan pada wanita tengil sepertinya."

Dona pamit pergi. Dia sepertinya begitu kesal pada tuan Arjun Saputra yang sekarang begitu buta cintanya. Sehingga tidak mengindahkan perasaan orang lain demi Dinda.

"Mengapa aku jadi serba salah di sini. Memang wanita susah di tebak." gumam tuan Arjun.

----

Sesuai rencana, ketika hari sudah mulai siang. Dinda dan tuan Arjun Saputra pergi untuk menjenguk adik Dinda yang bernama Okta.

Dinda sudah sangat tidak sabar sembari terus mengusap lembut sekeranjang rambutan yang ia bawa untuk Okta.

"Apakah masih jauh?" tanya Dinda pada tuan Arjun Saputra yang kini tengah sibuk menyetir.

"Sabar sayang, sebentar lagi sampai kok."

Dinda menghela nafas panjangnya. Mencoba untuk tetap pada kesabarannya demi melihat Okta adiknya.

Hingga saat mereka sampai di depan lapas di pinggiran kota.

"Tunggu dulu sayang, berjalanlah di samping ku." tuan Arjun menegur Dinda yang berjalan mendahuluinya.

"Cepatlah.."

Tuan Arjun Saputra hanya bisa bersabar, memang sifat Dinda yang suka tidak sabaran. Mungkin dia memang benar-benar sudah sangat merindukan Okta.


Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C50
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous