Troy tidak tinggal lama di rumah sang mama karena dia harus segera ke kantor. Hari ini dia ada agenda rapat didua departemen yang berbeda dan juga sebuah pertemuan bisnis yang sangat penting.
"Aku ke kantor dulu." ucap Troy berpamitan, tak lupa dia memeluk dan mencium istrinya. Bahkan dia kini tidak malu saat ada orang disekitarnya saat sedang memeluk ataupun mencium.
Seperti disengaja, Troy mencium dan memeluk Fenita lebih lama dari biasanya. Dan hampir saja dia kelepasan kendali dengan mencium bibir merah Fenita karena saking bersemangatnya. Juga dia ingin Mamanya mengetahui bahwa kini ada kemajuan di dalam hubungannya dengan sang istri.
Ah, andai bisa segera ngasih tahu Mama, batin Troy.
"Oke." Fenita yang merasa malu karena ada mama mertuanya yang mengamati perbuatan keduanya segera melepas pelukan Troy. "Malu ada Mama."
"Cuma bentar." bisikan itu mengalun lembut di telinga Fenita. Dengan jelas napas Troy terasa di leher Fenita.
Tingkah Fenita yang malu-malu membuat Troy semakin gemas. Ada-ada saja kelakuan istrinya yang mengaku malu karena ada Mama yang memperhatikan mereka. Padahal mereka sudah cukup umur dan memiliki hubungan yang sah dimata hukum dan agama. Entah mengapa Fenita merasa kalau dia sedang tertangkap basah melakukan perbuatan mesum dengan orang lain yang bukan suaminya.
Di dalam kantornya, Troy yang sedikit lebay sudah merasa kangen berat dengan istrinya. Padahal dia belum ada lima menit duduk di kursi kantornya. Padahal sebentar lagi istrinya akan berkunjung ke kantor bersama mamanya.
Di dalam mobil, Vanesa sedang membereskan beberapa pekerjaannya. Semua pekerjaan itu harus selesai sebelum makan siang karena dia akan melewatkan sisa hari dengan Fenita. Bisa dibilang girls day out lah.
"Kamu pengen makan siang apa nanti?" tanya Vanesa dengan anggunnya.
"Ikut Mama aja." jawab Fenita singkat. "Ma, ada yang pengen aku omongin."
"Apa itu, Sayang?" Vanesa dibuat penasaran dengan sikap menantunya itu.
"Ma, aku pengen kuliah di luar negeri. Semua persiapan udah rampung, tinggal berangkat aja."
"Kuliah? Kenapa dadakan?" Vanesa merasa kaget dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Nggak dadakan, Ma. Aku punya alasan untuk itu."
"Apa itu?"
"Aku istri Troy Darren. Orang akan memiliki ekspektasi yang tinggi tentang siapa yang menjadi istrinya. Dan aku sadar, aku cuma anak panti asuhan dengan pendidikan rendah. Aku nggak mau keluarga Darren malu karena memiliki menantu yang pendidikannya rendah." jelas Fenita panjang lebar.
Meski Vanesa sedikit keberatan dengan keputusan Fenita untuk pergi kuliah, tapi setelah mendengar alasan mulia dibalik keputusannya itu, mau tidak mau hati Vanesa menjadi luluh. Dia tidak menyangka, bahwa menantunya memiliki hati yang mulia dan menjaga nama baik keluarga.
"Apa kampus disini nggak cukup bagus?"
"Bagus, tapi ada banyak hal yang ingin aku coba. Semakin banyak pengalaman, semakin baik."
Kini Vanesa tidak memiliki perkataan yang bisa digunakannya untuk membantah menantunya ini. Pada akhirnya Vanesa menyetujui keinginan menantunya dan berjanji akan membantu mengurus segala keperluannya selama dia kuliah disana.
"Ma, tapi aku punya satu permintaan." kata Fenita sebelum mengakhiri perbincangannya.
"Apa itu, Sayang? Selama Mama mampu, Mama akan mengabulkannya."
"Maafin aku, Ma, karena nggak bisa menjadi memantu yang baik untuk Mama. Juga nggak bisa menjadi istri yang baik buat Troy. Aku udah berusaha untuk bisa membuat Troy melupakan Belle, tapi nyatanya nggak bisa. Bahkan di detik terakhir sebelum aku pergi." perlahan air mata Fenita jatuh. "Bantu aku untuk menyembunyikan keberadaanku. Aku pengen Troy menyadari bahwa ada orang yang selalu ada untuknya. Aku ingin tahu, apa dia benar-benar bisa melupakan Belle setelah ini."
Vanesa tidak yakin dengan apa yang terjadi diantara putra dan menantunya, tapi dia menyetujui permohonan Fenita. Dan dia sangat sadar bahwa selama ini gadis dihadapannya itu sangat menderita. Mungkin ini cara Tuhan untuk menyadarkan Troy tentang cinta dan pengorbanan.
Dengan anggukan mantap, Vanesa menyetujui permintaan Fenita. "Mama akan berusaha. Kita harus memberi pelajaran untuk anak Henry Darren itu sesuatu yang berharga."
Kilatan mata penuh semangat melintas di mata Vanesa. Ibu mana yang tega melihat anaknya menderita? Tapi kalau ini demi kebaikan sang anak, tentu tidak ada salahnya sedikit mencoba.
...
Dengan penuh percaya diri, Fenita melangkah mantap di samping mama mertuanya. Perlahan namun pasti, Fenita berjalan melintasi beberapa ruangan untuk sampai di ruangan tempat Troy berada.
"Sayang, Mama ke ruangan Mama dulu, kamu temui Troy." Fenita hanya membalas dengan anggukan untuk perkataan sang mama mertua.
Sebelum mencapai ointu ruangan Troy, Fenita dihentikan oleh seorang perempuan cantik yang berpakaian sangat formal. Bila dilihat dari tempat duduknya, bisa dipastikan dia adalah sekretaris baru.
"Maaf, Ma'am. Ada yang bisa saya bantu?" sapanya sopan.
Fenita melihat nametag yang tergantung dibajunya. Kiran, itulah nama dia.
"Aku ingin bertemu dengan Troy." jawab Fenita. "Eh, maksudnya Mr. Troy Darren."
"Silahkan tunggu sebentar, saya akan panggilkan."
Tok tok tok.
"Sir, ada tamu untuk anda." Kiran sang sekretaris mengetuk pintu dengan sopan. Dia adalah sekretaris baru yang memulai kerjanya beberapa hari yang lalu. Dan dia tidak mengetahui bahwa tamu yang dimaksud adalah orang yang sangat spesial bagi Troy.
"Suruh tunggu sebentar." ucap Troy tanpa mengalihkan pandangannya ke Kiran.
"Yes, Sir." lalu Kiran undur diri.
Di depan ruangan Troy, Fenita menanti dengan sabar. Sekembalinya sang sekretaris, Fenita bangkit untuk mendapatkan jawaban.
"Maaf, Ma'am, Mr. Darren meminta anda untuk menunggu." ucap sang sekretaris dengan sopan.
Fenita tersenyum dan mengangguk. "Baik, aku akan menunggu. Terima kasih." lalu Fenita kembali duduk di kursi sebelumnya.
Ternyata waktu tunggunya sudah hampir satu jam, dan Troy belum ada tanda-tanda keluar untuk menemuinya. Tapi Fenita tidak mau menyela karena dia tahu suaminya sedang sibuk bekerja. Ditambah lagi, belakangan ini dia sering pulang lebih cepat.
"Mrs. Darren, apa yang anda lakukan disini?" terdengar suara yang akrab ditelinga Fenita. Ternyata itu Mr. Khan.
"Oh, Mr. Khan. Aku sedang menunggu Troy." jawab Fenita, meletakkan majalah yang sedang dibacanya ke meja.
"Kenapa tidak menunggu di dalam?" tampak Mr. Khan sedikit merasa bersalah karena membiarkan istri sang bos menunggu di ruang tunggu yang biasa ini.
Di dekat mereka, Kiran menguping pembicaraan sang asisten bos dengan tamu yang sedang menunggu itu. Kenapa Mr. Khan terlihat akrab dengan perempuan itu?
"Kiran, apa kamu sudah memberitahu Mr. Darren?" kini Mr. Khan mengalihkan perhatiannya ke sekretaris baru itu.
"Yes, Sir. Dan Mr. Darren bilang untuk menunggu." jawab Kiran polos.
"Apa kamu memberitahu beliau siapa yang menunggunya?" selidik Mr. Khan. "Kamu menyebut nama?"
"No, Sir." kali ini raut wajah Kira. Segera berubah menjadi pucat. Dia menyadari bahwa dirinya telah melakukan kesalahan.
"Silahkan menunggu di dalam ruangan Mr. Darren." Mr. Khan mempersilahkan Fenita untuk masuk ke ruangan Troy dengan sopan.
"Nggak usah, aku tunggu disini aja. Takut ganggu Troy yang sibuk." Fenita tampak tidak mempermasalahkan kejadian itu.
Mr. Khan tidak bisa memaksa sang nyonya untuk mengikutinya. Sebagai gantinya, Mr. Khan masuk ke ruangan Troy dan memberitahukan bahwa Fenita menunggu di luar. Tak berselang lama, Troy keluar dari ruangannya dan menyambut Fenita dengan sedikit bersalah.
"Maaf, aku nggak tahu kalau kamu adalah tamu yang dimaksud." kata Troy sambil mendaratkan ciuman ringan di pipi Fenita. Tak lupa sebuah pelukan singkat.