Beberapa grub penyelamat terlihat menyebar ke dalam hutan, ini adalah hari ketiga tuan muda Pradianata menghilang.
Setiap grub penyelamat memiliki satu orang pelacak di dalam kelompoknya.
Ketika masing-masing kelompok menuju arah yang hampir sama, sebuah kelompok yang lebih kecil bergerak ke arah yang berbeda.
Kelompok ini hanya terdiri dari tujuh orang, berbeda dengan grub lain yang memiliki minimal sepuluh orang dalam kelompoknya.
Dengan Reyhan sebagai pemimpin sekaligus sebagai pelacak, dia mengiring orang di kelompoknya berjalan ke arah yang berlawanan.
"Ck.. Apa yang bisa dilakukan pekerja kantoran di dalam hutan? Mereka hanya membuang-buang waktu dan tenaga saja!" ucap grup penyelamat yang berada tidak jauh dari mereka.
Dari awal sejak kemunculan Reyhan dan beberapa petugas keamanan dari perusahaan, mereka sudah menjadi bahan cemohan bagi satuan unit elit yang di datangkan dari kemiliteran.
"Biarkan saja mereka! Kita tidak punya waktu untuk memperhatikan hal yang tidak berguna seperti itu! Apa lagi kita juga memilikinya disini!" jawab salah satu partnernya acuh tak acuh, sambil melihat ke arah dua orang yang berdiri di belakang kelompoknya.
Dua orang itu juga berasal dari perusahaan, setiap satuan unit mendapatkan tambahan bantuan dua orang dari perusahaan.
Bantuan yang di sebutkan ini, malah menjadi beban menurut mereka. Memangnya apa yang bisa dilakukan oleh seorang security kantoran, pekerjaan mereka hanyalah keluyuran kesana kemari dengan tongkat kayu di pinggangnya.
Mendengar ucapan temannya, yang lain tertawa cekikikan sambil melirik dengan tatapan mencemoh di wajah mereka.
Kedua pria yang mendengar singgungan itu merengut marah, mereka jelas-jelas merasa sangat di provokasi.
Meskipun mereka bekerja di sebuah perusahaan, tapi mereka juga dulunya berasal dari kemiliteran. Jika bukan karena bangsa ini sudah di duduki oleh nepotisme, mereka tidak akan berakhir bekerja sebagai seorang petugas keamanan hanya untuk mencari sesuap nasi.
Banyak dari mereka yang di jebak hingga jatuh dari tingkat tertinggi, turun ke tingkat terendah.
Meskipun demikian, jiwa prajurit di dalam diri mereka, tidak bisa membiarkan orang lain menginjak-injak harga diri mereka.
Jika saja saat ini bukan keadaan yang genting, entah pembalasan apa yang akan di berikan kedua orang ini kepada prajurit yang telah meremehkan mereka.
Masing-masing dari mereka berdua memiliki keahlian bela diri yang cukup hebat, menghadapi cecunguk sombong di hadapan mereka bukanlah masalah yang besar.
Di arah lain, Reyhan mencoba memeriksa beberapa jejak yang tertinggal di hadapannya.
Sebelumnya dia menemukan beberapa jejak yang sangat jelas di awal, namun dia merasa jejak itu seperti jejak semu. Jejaknya terlihat seperti di buat-buat, dan masing-masing dari jejak tersebut memiliki karakteristik yang sama. Itu tandanya, hanya ada satu orang yang membuat jejak sebanyak itu.
Akhirnya Reyhan mencoba berjalan ke arah yang berlawanan dari petunjuk jejak itu, hingga Reyhan menemukan jejak lain yang terlihat sangat berbeda dari sebelumnya.
"Apa kita sudah berada di arah yang benar?" salah satu dari kelompoknya bertanya dengan sedikit ragu. Dia bisa melihat, hampir semua kelompok berjalan ke arah yang berbeda dari mereka.
"Ini jalurnya! Ikuti aku maka kita bisa melihat beberapa tanda yang lain lagi!" jawab Reyhan tenang dan mulai menginstruksikan orang di belakangnya untuk mengikuti.
Sebagai orang yang berasal dari perusahaan yang sama, mereka sudah saling mengenal sedikit lebih baik. Maka mereka mengikuti arahan Reyhan tanpa bertanya lagi.
Beberapa orang di antara mereka tidak perna menyangka, bahwa Reyhan yang memegang posisi cukup tinggi di perusahaan, memiliki keahlian semacam ini.
__________________
Seorang pria muda yang tak sadarkan diri, terbaring lemas di atas tandu darurat yang dibuat dari bambu dan beberapa buah kayu panjang.
Wajahnya terlihat sangat pucat dan berkeringat, dia seperti memiliki luka di bagian kakinya.
Kain yang membungkus kakinya terlihat sangat kusut dan di penuhi dengan noda darah.
Di belakangnya, dua gadis mengikuti dengan langkah berat. Gadis pertama memiliki rambut pendek, dan yang lainnya terlihat sedikit gemuk.
Mereka jalan bersama-sama, seolah takut akan terpisah satu sama lain. Mereka melirik ke arah pria-pria yang sedang membawa temannya di atas tandu, kemudian menoleh ke arah pria lainnya lagi yang berada di samping dan belakang mereka.
"Orang-orang ini memakai bahasa yang aneh! Aku tak mengerti sedikitpun dengan perkataan mereka!" bisik Tuti di telinga Dina.
"Apalagi denganku! Mereka terlihat sedang menolong kita, jadi mungkin kita bisa percaya dengan mereka!" jawab Dina dengan berbisik pula.
"Jangan bodoh! Kita belum tau niat mereka, bagaimana jika mereka ingin memakan kita! Tidak kah kamu mengetahui tentang kanibalisme?"
"Apa? Kamu jangan menakutiku?" jawab Dina dengan suara lantang, membuat semua orang menatap ke arah mereka.
Dengan gerakan cepat Tuti menutup mulut Dina dan tersenyum kaku kepada mereka, menandakan mereka tidak akan ribut lagi.
"Sungguh menyebalkan! Kupikir kita akan sampai di desa tepat waktu untuk mengikuti ritual, membawa orang-orang ini sekarang sudah tidak berguna lagi." ucap seorang pria yang memegang tombak besar di tangannya.
Mereka yang awalnya di perintahkan untuk berburu ke sisi hutan yang lebih jauh dari sebelumnya, menjadi gusar karena tidak bisa menemani keluarga dan kekasih mereka untuk mengikuti ritual sakral yang terjadi setiap 25 tahun sekali.
Mereka hanya bisa mengutuki nona muda mereka yang tak berperasaan. Sungguh kesialan berada di bawah kekuasan orang seperti itu.
Nefertari sudah mendapatkan dendam kesumat untuk kesekian kalinya dari setiap orang. Sifat buruk yang dia miliki sudah mendarah daging, dan tidak mungkin lagi untuk di ubah.
Mereka hanya bisa berharap kesialan akan menimpa Nefertari, dan membuat dendam mereka sedikit mereda.
Awalnya mereka mengira saat bertemu Aldy dan dua pelayan itu, mereka dapat pulang lebih awal. Dengan alasan membawa seorang yang terluka parah dari tengah hutan, sehingga mereka tidak akan mendapatkan hukuman karena kembali terlalu cepat.
Tapi siapa sangka, perjalanan mereka berlangsung cukup lama hingga melewati waktu acara ritual. Jadi menurutnya buat apa membawa Aldy dan kedua perempuan ini bersama mereka sekarang?
"Kita masih membutuhkan mereka! Saat ini kita masih terlalu dini untuk kembali, jadi kita masih bisa menggunakan mereka sebagai alasan." balas salah seorang dari mereka.
_______________________
PRANK... suara pecahan kaca terdengar dari sebuah ruangan. Membuat tiga orang yang berdiri di depan meja terkejut dan mengigil ketakutan.
"Dasar bodoh! Kalian semua bodoh! Mengapa kalian tidak memberitahuku sebelumnya!" suara teriakan marah menggemah di setiap sudut rumah.
"Tu..tuan..!" salah satu dari mereka mencoba berbicara, namun sebelum menyelesaikan ucapannya, sebuah benda keras menghantam kepalanya.
Ughh.. Darah segar menetes dari dahinya, Demian melempar barang yang berada di atas meja ke arah salah satu bawahannya.
Kedua bawahannya yang lain tidak berani untuk bergerak, jangankan untuk membantu temannya, untuk bernapas lebih cepat saja mereka tidak berani.
"Siapa yang mengijinkanmu untuk berbicara!" ucap Demian dengan tatapan dingin.
"Dasar tidak becus! Rafael dan Indah sudah menghilang selama beberapa hari dan kalian baru memberitahuku sekarang?!"
Sebelumnya, Demian telah memerintahkan ketiga orang tersebut untuk memantau keberadaan Indah di kediaman Rafael.
Dia tidak menyangka kepergiannya ke luar negeri akan berakibat dirinya kehilangan Indah sekali lagi.
Memikirkan dirinya yang dulu dengan susah payah mencari keberadaan Indah, membuat kepalanya berdenyut sakit.
Riko yang sejak tadi berdiri di belakang Demian menunjukkan ekspresi yang tidak sedap. Sebenarnya kejadian kali ini berhubungan dengan dirinya, jika saja Riko segera memberitahukan Demian tentang hilangnya Indah saat dia mengetahuinya, maka bawahan itu tidak akan terluka seperti sekarang ini.
Semua ini adalah kesalahannya, dia tidak menyangka Demian akan begitu peduli dengan gadis buruk rupa itu. Bahkan membuat amarah Demian berada di puncak yang tinggi.
Sudah sangat lama Riko tidak melihat Demian semarah ini. Demian yang biasa tidak akan menggunakan tangannya sendiri untuk melukai orang lain, akan memecahkan kepala pengawal dengan ekspresi dingin dan aurah yang sangat kejam.
Demian terlihat seperti bukan dirinya.
"Demian! Ini semua kesalahanku! Mereka telah memberitahuku sebelumnya!" jika saja waktu itu Demian tidak sedang melakukan syuting yang penting, dia akan segera memberitahu tentang kondisi Indah padanya.
Mendengar perkataannya, Demian berbalik dan melihat ke arah Riko berada.
"Kamu sengaja melakukannya?!" ucap Demian sambil menggertakkan giginya.
Dia dapat merasakan rasa amis di mulutnya saat dia melukai gusinya tanpa sadar. Demian berusaha menahan emosinya serendah mungkin.
Jika saja orang itu bukan Riko yang merupakan orang yang paling dia percaya, dia pasti sudah mencincangnya menjadi seribu keping.
Rasa persaudaraannya mempertahankan kewarasannya dengan susah payah, memandang ke arah Riko dengan tatapan dingin dan kecewa secara bersamaan.