Aswa dan anggota lain mendekat. Mengelilingi Jeon dan Ningtyas.
Godel menyabut pisau di perut Ningtyas, segera setelah itu Aswa menekan luka dengan kedua tangannya."Ning mencoba bunuh diri... Iblis mana yang membuatnya seperti ini?! " gerutu Aswa sembari menyalurkan energi penyembuhan.
Dari kata-kata Aswa ini secara implisit tampak niatnya memancing emosi Jeon. Setelah melihat potensi Jeon, bagi Aswa, saat-saat seperti ini penting untuk meningkatkan kemampuan.
"Ning..." ucap Jeon dengan sangat lirih.
Dalam periode ini sesekali Aswa melirik ke arah Godel secara diam-diam.
"Oh!" seru Godel menutupi gelagatnya yang sedang menyimpan sesuatu di dalam jubah. Situasi seperti ini sangat menguntungkan Godel untuk mencuri. Seketika Godel sadar Aswa sedang mengamatinya. Aswa melihat dengan jelas barang yang diambil Godel adalah pisau yang digunakan Ningtyas untuk bunuh diri. Lirikan Aswa membuat Godel menjadi canggung. Walaupun masih tidak merasa bersalah.
Pisau yang digunakan Ningtyas saat menikam perutnya sendiri bagi Godel dan Aswa memang terlihat spesial. Hulu pisau terbuat dari Kristal Biru. Di dalam kristal ada guratan yang samar-samar berbentuk bayangan burung. Saat bersentuhan langsung, Godel merasakan ada getaran dalam pisau itu.
Tiba-tiba Neo meremas palu lalu keluar pintu kamar. Ia tampak sangat kesal saat ini. Padahal ia tidak mengenal Ningtyas!
Tim tidak begitu menghiraukan apa yang dilakukan Neo. Lebih-lebih Godel yang saat itu langsung berteriak, "Jangan balik ke sini kalau belum mati!" Percuma Godel berteriak, sekarang telinga Neo sudah tuli. "Mati saja kau!" kutuk Godel.
Kondisi Ningtyas terus memburuk walau mendapat perawatan pertama dari Aswa. Seketika itu mata Jeon kuning menyala. Dari tubuh Jeon timbul aura bertarung.
"Jika Ningtyas mati... pria itu juga harus mati!" kata Jeon dengan geram. Yanda, Godel dan Aswa mengamati perubahan pada diri Jeon. Seolah orang ini bukan Jeon yang mereka kenal.
Setelah sempat terkejut, Godel tertawa lalu berkata, "Hahaha... Pengikut iblis bertambah satu!"
Jeon berlari ke arah pintu kamar. Niatnya benar-benar ingin membunuh! Hingga saat ini wajah pria yang menelponnya masih segar dalam ingatan.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Yanda.
Mendapat pertanyaan seperti itu dari Yanda, mata Aswa melotot! Yanda akhirnya mengerti. Ia harus mengawasi Jeon.
Godel meremas jubah Aswa lalu bertanya, "Setelah ini apa yang harus kau lakukan? Semua ini sudah di luar ekspektasimu, bukan?"
"Apa maksudmu?" Aswa balik bertanya. Walaupun sebenarnya Aswa mengerti apa yang Godel maksudkan.
Godel menarik jubah Aswa hingga hampir membuat Aswa terpelanting. "Jangan berlagak tidak tau! Kau sudah gagal dalam tahap ini! Hahaha..." bentak Godel.
Dengan santai Aswa menjawab, "Biarlah kalau begitu... Selama aku masih bisa menyelamatkan Ning, aku bisa menemukan harta bagus di rumah ini!" Aswa kemudian menghampiri Godel dengan sangat dekat lalu berbisik, "Bahkan tanpa bantuanmu sekarang! Hihihi..."
Tawa Aswa sangat rendah, seperti Iblis yang selangkah lagi mencapai tujuan. Hal ini membuat Godel merasa tertekan. Ia jelas juga menginginkan harta. Tapi tidak pernah tau ada cara yang seperti Aswa terapkan untuk mencuri.
Setelah menyembuhkan Ningtyas, apakah Aswa akan memaksa Ningtyas menceritakan di mana keluarganya menyimpan harta berharga? Lalu menguras habis isinya. Pikiran ini terlintas di benak Godel. Kemungkinan Aswa bertindak seperti apa yang dipikirkannya ini sangat besar. Namun ini bukan pencurian namanya, melainkan balas jasa!
Tapi untuk sekedar diketahui, baik Aswa maupun Godel sangat paham bahwa tidak ada senjata yang dapat dicuri. Semua digunakan untuk bertarung. Mereka jelas mengincar harta-harta jenis lain.
Aswa mencoba membuka balutan Kain Keramat pada parang untuk mengobati Ningtyas. Namun kain ini seperti enggan berpisah dari parang. "Ada apa ini?" pikir Aswa. Ini baru di luar ekspektasi Aswa. Hal-hal yang bersifat teknis namun tidak pernah terpikir oleh Aswa jelas mengundang kegelisahan.
Dalam perspektif Aswa, tidak ada cara lain kecuali menggunakan teknik pengobatan yang memakan banyak energi pikiran. "Kalau kau ingin segera menyelesaikan misi ini, sebaiknya kau membantu Jeon atau Neo, Del..." saran Aswa kepada Godel.
"Tanpa kau perintah aku memang ingin ke sana!" kata Godel.
Setelah Godel pergi Aswa mengambil kain selimut dan sehelai kain lain untuk menutup matanya. Pendarahan di daging perut Ningtyas saat itu sudah dihentikan. Aswa tinggal menyalurkan energi pengobatan untuk mempercepat regenerasi sel bagian dalam Ningtyas.
Setelah itu ia mulai menyobek pakaian Ningtyas yang berlumur darah. Aswa paham benar sosok tubuh telanjang seorang gadis dapat memicu birahinya. Bahkan bersentuhan dengan kulit lawan jenis yang lembut sedikit banyak dapat merusak konsentrasi. Jika hal itu terjadi, ia harus membuang-buang banyak energi pikirannya untuk menekan nafsu birahi yang keburu tinggi. Aswa bukanlah seorang dokter profesional.
*Ceklak!*
Pintu kamar Ningtyas terbuka sedikit. Godel mengintip apa yang sedang di lakukan Aswa. Berduaan dengan Ningtyas yang rupawan dan bertubuh indah tidak mungkin si Mesum Aswa tidak mencari kesempatan. Peristiwa di bus sudah menjadi bukti.
Godel menyiapkan kamera gadget. Dengan rekaman video kebejatan Aswa, Godel bisa menekan Aswa dengan ancaman penyebaran!
Namun pada akhirnya Godel hanya bisa menghela nafas. Aswa benar-benar berniat mengobati Ningtyas. Bahkan dengan mata tertutup. "Ah, setidaknya kelemahan Aswa ada pada perempuan bukan main-main. Akan ku coba menjebaknya kelak," ujar Godel dalam hati seraya menutup pintu.
.....
Bersentuhan langsung dengan kulit lembut Ningtyas tetap mengganggu konsentrasi Aswa! Seperti virus, libido Aswa meledak dan menjangkiti seluruh [Domain] Aswa. Bayangan punggung Ningtyas tanpa busana membangkitkan hasrat biologisnya!
Jika demikian yang terjadi, Aswa hanya perlu menghentikan pengobatan dan memfokuskan pikiran pada teknik rapalan.
Akan tetapi setelah melakukan sentuhan kulit, libido Aswa kembali bangkit!
Kondisi seperti ini sangat melelahkan tentunya.
"Dengan ranah pikiranku yang baru masuk Hijau, saat ini aku belum bisa menembakkan tenaga dalam. Aku perlu waktu untuk memperdalam minimal satu [Domain] untuk teknik pengobatan jarak jauh. Aku tidak mau direpotkan hal-hal seperti ini lagi!" pikir Aswa.
Tidak mau membuang waktu dalam pengobatan, Aswa memilih melafalkan teknik rapalan untuk memperdalam [Domain1]. Ia benar-benar harus melakukannya dengan cepat untuk menyelamatkan Ningtyas.
Memperdalam [Domain1] sebenarnya tidak perlu ia lakukan jika Kain Keramat mau dibawa bekerja sama. Menurutkan kata hatinya saat ini, Aswa jelas kesal. Lebih-lebih ia belum pernah mendapatkan teknik [Pengobatan Jarak Jauh].
Teknik-teknik seni bela diri dan tenaga dalam tidak mudah dijumpai di internet atau di toko buku. Teknik itu terekam rapi dalam ingatan dan kitab-kitab rahasia. Untuk mendapatkan suatu teknik, seseorang perlu belajar dengan seorang guru. Cara ini sangat umum dilakukan selain mencuri teknik dari orang lain. Melalui berbagai caranya tentunya.
Selain dua cara itu, ada banyak teknik hasil dari suatu penelitian seorang pendekar. Cara inilah yang ditempuh Aswa di waktu senggang. Memanfaatkan informasi-informasi dalam ingatannya, ia bisa membuat banyak rangkaian proyek percobaan teknik secara mandiri. Hanya dari satu teknik, Aswa dapat mengembangkan teknik itu menjadi beberapa teknik.
Pada dasarnya, sebagaimana Aswa dan mereka yang memiliki kecerdasan mumpuni mampu melakukan [Teknik Organ Suggestion]. Sayangnya hanya bagian organ tertentu saja yang bisa disugesti pendekar pada umumnya. Berbeda dengan orang lain, Aswa mampu mengenali sistem sel hingga sistem organ dirinya sehingga dapat memerintahnya dengan mudah melalui [Teknik Organ Suggestion].
Berkat bimbingan Ayahnya, Muhayman, sejak kecil kemampuan mensugesti tubuh untuk bergerak sesuai keinginan sudah diasah Aswa pada tahap yang sangat baik. Melalui pengembangan [Teknik Organ Suggestion] Aswa berhasil menemukan [Teknik Acceleration Space] yang ia sangka Teknik Ruang dan Waktu, [Teknik Steal] dan [Teknik Pengobatan].
.....
Dikejar-kejar waktu, Aswa masih bisa berkonsentrasi sebenarnya. Namun tidak adanya perubahan dalam pendalaman ranah pikiran membuat Aswa sedikit frustasi hingga menggaruk dahi.
Ups! Tanpa sengaja kain penutup mata Aswa melorot ke hidung.
*Ceprit!* darah keluar dari hidung Aswa!
Punggung Ningtyas hingga pantatnya menjadi pemandangan pertama yang Aswa lihat setelah penutup matanya terbuka.
"Astaga! Rezeki memang jangan ditolak! Tapi mau bagaimana? Tenang bro! Itu cuman punggung!" teriak Aswa sambil menutup mata. "Tapi ini asli bro! Bukan video!" pikir Aswa seolah-olah ini dirinya yang lain. Ia tidak bisa menyembunyikan perasaannya saat ini.
Aswa kembali berpikir hal-hal yang dapat mengalihkan pikiran mesumnya sambil menutup mata, "... Ibu... Ayah..." bayangan tubuh Ningtyas dengan bayangan-bayangan masa lalu ibu dan ayahnya berkecamuk di benaknya. Aswa sedang mengalami Disonansi Kognitif!
Sebagai pribadi yang taat kepada orang tua, Aswa mematuhi semua perintah dan menjauhi segala larangan orang tuanya. Dalam upaya disonansi pikiran, petuah Ibu dan Ayahnya dapat menjadi bahan rujukan.
Di sisi lain, sebagai seorang remaja mesum, Aswa mencari pembenaran sikap mesumnya yang tidak bertentangan dengan larangan orang tuanya. Ia mengingat nasehat ibunya yang berkata, "Hati-hati dengan perempuan, ya Nak..."
Secara semiotik, Aswa tau maksud dari nasehat ibunya itu. Ibunya melarang Aswa bermain perempuan!
Akan tetapi nafsu Aswa tidak kalah cerdik. "Hanya dilarang bermain. Kalau mengintip-intip boleh, bukan?" begitu kira-kira perkatan nafsu Aswa. Inilah kekalahan Aswa dari godaan nafsu. Dari hanya sekedar mengintip malah menjadi sebentar-sebentar mengintip. Layaknya Narkotika, sekali mencoba sulit meninggalkannya.
Aswa membuka matanya dan kembali melihat punggung indah Ning. Kepalanya menjadi sedikit pusing saat ini hingga tidak bisa berkonsentrasi. "Tidak boleh seperti ini!" bentak Aswa. Segera ia menarik selimut untuk menutup seluruh bagian tubuh Ning.
Setelah tubuh Ning tertutup, tangan kanan Aswa masih meremas selimut itu. "Kenapa tangan kananku tidak mau digerakkan?" kata Aswa dengan gemetar. Tangan kiri Aswa lalu menjambak rambutnya sendiri seraya membentak, "Bukan tanganku yang tidak bisa digerakkan, tapi nafsuku yang tidak mau dibawa berdamai!"
Aswa menjabak rambutnya dengan lebih erat lagi lalu berteriak, "Siapapun! Tolong akuuuu...!"
Hati kecil Aswa sebenarnya sangat bertentangan dengan nafsu sendiri. Namun tidak dapat berbuat banyak.
"Harus ku salurkan! Nafsu ini harus ku salurkan!" pikir Aswa.
Saat tidak ada yang bisa ia lakukan untuk berdamai dengan kelemahannya, hanya ada satu strategi yang bisa Aswa terapkan untuk keluar dari krisis pribadi. Jika lawan tidak bisa dijinakkan, maka ikuti ia sampai jinak. Hal ini satu-satunya cara yang bisa ia lakukan sekarang. Tentu tanpa melukai diri.
Seperti kuda liar, begitu nafsunya dilepas, Aswa langsung bertindak.
Semua serba cerentang perentang!
Aswa dalam mode HIDUNG BELANG!
.....
Godel berjalan mengitari rumah utama Keluarga Pipit Ungu dengan santai. Ia seolah akrab dan tau ke mana harus dituju.
Di antara gelempangan mayat, Godel melihat Neo sedang bertarung dengan seorang pria. "Itu Sadi'a!" seru Godel dalam hati.
Berbeda saat bertemu sebelumnya, tubuh Sadi'a sekarang tinggi besar! Kekuatannya pun bertambah hingga membuat Neo tersudut dan babak belur. Meskipun tidak menyukai perangai Neo, Godel masih menaruh perhatian terhadap kemampuan Neo bertarung. Sangat disayangkan jika Neo tewas hari ini. Sedangkan ia belum mendapat manfaat dari persengkongkolan.
"Yah, apa boleh buat. Aku harus ikut bertarung..." pikir Godel.
Sebelum sempat bergabung dengan Neo, Godel terjatuh karena bertabrakan dengan sesosok tubuh yang dikenalnya. Itu jeon!
Dibanding Neo, luka Jeon justru lebih parah!
"Kalian ini! Tanpa pengalaman bertarung hidup mati masih berani menantang musuh yang jauh lebih hebat!" bentak Godel kepada Jeon.
Jeon kembali berdiri. "Tidak perlu memperdulikan aku... ia harus mati! Mati!" selesai berbicara Jeon menghentakan kakinya hingga melontarkan tubuhnya ke depan kembali bertarung dengan pendekar bertelanjang dada dan satu orang pendekar lain.
Mata Godel terbelalak. Ketakutan menghinggapinya saat melihat lawan Jeon saat ini. Salah satu pendekar itu sangat dikenal Godel.
Itu Wakil Kepala Guild Cahaya! Encore, Monster Petir!
Untuk membasmi Keluarga Pipit Ungu, penguasa telah membayar Guild Cahaya dan beberapa pembunuh bayaran.
"Matilah aku..." kata Godel dalam hati. Jika hanya kapten dari Guild Cahaya, Godel tidak akan setakut ini. Kekuatan Encore berkali-kali lipat lebih kuat darinya. Urung membantu Jeon atau Neo, Godel memilih kabur!
Tubuh monster Encore mengeluarkan kilatan listrik ketika melihat Godel yang berlari tidak karuan. "Godeeeeelll...!" teriak Encore sambil mengayunkan tombak di tangannya.
*Cetaaaarrrr...!*
Kibasan petir terhempas ke punggung Godel. Membuatnya terlempar beberapa meter lalu jatuh tertelungkup.
Godel mencoba bangkit, tapi petir kembali menghempas tubuhnya.
"Aaaggghhh...!" teriak Godel saat merasakan tubuhnya seperti dikuliti.
Dengan pertahanan fisik dan ranah pikiran warna Cyan, walau ditambah item Rantai Babi, nyawa Godel tidak akan terselamatkan menghadapi pendekar tingkat tinggi. Godel sangat memahami kondisinya saat ini.
"Pengkhianat sepertimu harus disakiti sebelum mati!" ujar Encore yang terus-terusan menyerang Godel.
.....
Sudah lebih dari sepuluh menit Aswa beraksi. Ia sebenarnya merasa hina melakukan hal yang tidak terpuji pada seorang gadis yang tidak sadarkan diri. Hanya saja hawa nafsu sudah begitu menguasai pkirannya.
"Agh...! Akhirnya..." kata Aswa sesaat setelah nafsunya dapat dikendalikan. Libidonya menurun drastis. Pikiran mesum sudah tidak lagi muncul.
Aswa terduduk di lantai dengan tubuh bersimbah darah! Ia seperti telah dihajar habis-habisan.
Seekor tupai saat ini sedang menatap ke arah Aswa dengan ekspresinya yang datar. Morfologi tupai ini sama saja dengan dengan tupai liar pada umumnya. Kecuali bulu ekornya yang lebih lebat dan rambut berwarna dasar hijau. Walau bertubuh kecil, hewan inilah yang telah menghajar Aswa.
Melihat tupai itu hanya berdiam diri, Aswa mengambil kesempatan memotretnya. Berdasarkan potret itu Aswa mencari informasi di internet melalui mesin pencari gambar. Di layar gadget Aswa tidak satupun gambar tupai berwarna hijau. Baik tupai biasa atau binatang spiritual tupai.
"Dari mana makhluk ini berasal? Sejak kapan ia berada di sini?" hati Aswa jadi bertanya-tanya. Keberadaan makhluk ini sedikit membingungkannya.
Setelah cukup lama berdiri terdiam, si tupai mulai bereaksi. Tubuh hijaunya bersinar sembari menguap hingga menembakkan bola biru sebesar bola basket!
*Ciiittt..* *Booom!*
Adegan itu membuat sudut bibir Aswa sedikit melengkung tapi bergetar. Awalnya Aswa berniat tersenyum melihat betapa menggemaskannya si tupai. Hanya saja sebelum senyum itu sempurna Aswa sudah dikagetkan dengan sebuah tembakan.
Si Tupai kemudian duduk di atas ekornya yang lebih besar dari tubuhnya sendiri. Dalam posisi itu si Tupai seperti duduk di atas sofa.
Sambil menyilangkan tangan si Tupai berkata, "Kau ini... nafsumu itu benar-benar parah sekali!"
***