Télécharger l’application
13.99% IHeart You / Chapter 53: Sebuah Ikatan Part1

Chapitre 53: Sebuah Ikatan Part1

Putri duduk terdiam di bangku taman rumahnya, menatap langit sore yang cerah. Menatapi bunga mawar yang mulai bermekaran. Ia ingat Mega memberikan bibit bunga untuk Putri, agar dia bisa untuk memulai menanamnya, agar Putri bisa menyaksikan bagaimana indahnya bunga itu saat mulai bermekaran.

Setiap anggota keluarga terlihat sangat sibuk, bagaimana pun juga malam ini adalah malam pertunangannya dengan Irfan. Dan kurang dari satu minggu Putri harus menghadapi ujian akhirnya.

Lengkap sudah cobaannya, Putri berkali-kali merapikan gaunnya. Leyna – kaka iparnya sangat bersemangat memesankan gaun khusus untuknya. Putih, gaun itu terlalu putih untuk Putri. Membuat matanya seperti silau pada saat melihat pertama kalinya.

Gaun itu panjang hingga ke mata kakinya, dan ada belahan tinggi yang berada di sampingnya hingga lututnya. Gaun tersebut sedikit ketat di bagian pinggulnya, membuat Putri terlihat sulit untuk bergerak ketika mencoba melangkahkan kakinya.

Kerahnya yang berbentuk oval dengan lengannya yang hanya sebahu, membuat Putri tampak lebih dewasa. Putri kembali menarik nafasnya, rambutnya yang ia biarkan terurai panjang dengan ikal, hanya diberikan sedikit jepit hitam tipis yang bertengger di poninya.

"Kamu gak apa-apa, Put?" Tanya Wira yang muncul dari belakangnya, menatap adiknya yang terlihat sedih. "Eh Ka Wira, gak apa-apa kok. Mega sudah datang?" Tanya Putri memaksakan senyumannya. Wira pun memutuskan untuk duduk bersebelahan dengan adiknya.

"Ini aku mau jemput dia, kamu gak undang teman-temanmu? Kata papa kita bisa ajak teman-teman terdekat." Ucap Wira, "Mmm, aku undang Linda untuk datang. Yahh walaupun sebenarnya tanpa diundang pun dia akan datang dengan Ka Rian bukan." Ucap Putri masih memaksakan senyumannya.

"Andi?" Tanya Wira, Putri menatap wajah kakaknya dengan kaget kemudian dengan cepat menunduk. "Sorry, aku tau masalah diantara kalian. Mega menceritakan semuanya." Ucap Wira yang langsung menyadari kesalahannya.

"Bisa dikatakan hubungan persahabatan kita sedang dalam keadaan tidak baik. Memang sudah waktunya kami saling instropeksi diri." Jawab Putri pelan.

"Kamu tau, Put? Kamu gak perlu melakukan hal ini, apalagi sampai mengorbankan... Ini masih bisa dibatalkan bukan." Ucap Wira dengan ragu, Putri menatap Wira. Ia sadar kakaknya mencoba untuk menghiburnya.

"Gak apa-apa kok kak. Beneran deh. Lagian Putri juga senang dengan kondisi sekarang ini. Keluarga kita lebih harmonis, walau tanpa kehadiran mama." Putri memegang erat tangan kakaknya untuk meyakinkan omongannya.

Wira pun membalas dengan memberikan pelukan hangat kepada adiknya, "hei kalian lagi apa sih? Kok jadi seperti adegan perpisahan? " Raja muncul dari belakang, disusul dengan Rafa yang tidak mengenakan jasnya dan lebih memilih meletakkan di lengannya.

"Kita harus segera berangkat sekarang, semua sudah siap? Dan kamu gak boleh ketinggalan Putri." Ucap Rafa seraya menunjuk adiknya yang masih berkaca-kaca. "Ayo dong tersenyum sedikit." Ledek Raja, yang memegang erat bahu adiknya.

"Kamu mau dibatalkan Put? Acara pertunangan ini?" Senyuman Raja semakin melebar. "Kita bisa kok, buat sedikit kekacauan." Timpal Rafa tersenyum dengan licik.

"Kalian jangan bertindak yang aneh. " Ucap Wira curiga menatap kakak kembarnya. "Ayo kita berangkat, jangan sampai telat." Putri bangkit dari duduknya, tidak menghimbaukan rencana kakak kembarnya, dan membawa sepatunya heels-nya dengan tangan kirinya. Enggan untuk memakainya sekarang, karena membuat tumitnya sangat sakit.

Putri lebih memilih untuk satu mobil dengan ayahnya, seringkali ayahnya menggenggam tangan Putri dengan erat. Tidak banyak bicara, tapi Putri yakin ayahnya hanya ingin melindunginya. Ia sudah menahan air matanya untuk tidak keluar, rasanya sangat aneh jika ia harus bertunangan dengan orang yang bahkan bisa dengan hitungan jari ia bertemu dengan Irfan.

Sebuah hotel telah disiapkan untuk acara pertunangan mereka, Putri masih mengingat hotel ini. Tempat pertama kali ia bertemu dengan Irfan, kali ini sebuah ballroom besar telah disiapkan.

Ia pun telah mengenakan sepatu tingginya, ada beberapa media yang telah menunggu kedatangan keluarga Soedarmo. Sungguh canggung bagi dirinya untuk mempertahankan senyumannya.

Banyak undangan yang datang, dan Putri tidak banyak megenal wajah-wajah baru. Ia merasa acara pertunangannya terlalu berlebihan. Keluarga Wijaya sudah tiba, Putri bisa melihat tante Rita sibuk menyapa para tamu undangan begitu juga dengan orangtuanya.

Irfan berpenampilan sangat sempurna, rambutnya yang tertata rapi, dengan jas hitam yang ia kenakan membuat semua mata wanita memandangnya. Irfan dengan pelan menghampiri Putri.

Meraih tangan Putri dengan lembut, dan menyapa anggota keluarga Putri dengan sangat sopan. Putri pun tidak bisa menolak, dengan pasrah Irfan membawanya ke area VIP khusus untuk anggota keluarga.

Terdapat sebuah panggung kecil, seorang wanita cantik bersiap-siap untuk membuka acara. Sedangkan pria disampingnya, sibuk memainkan lantunan musik dari pianonya yang besar.

Putri akhirnya mengetahui, bahwa wanita itu adalah pembawa acara mereka malam itu. Wanita itu membuka acara dengan memberi sambutan kepada keluarga Soedarmo dan keluarga Wijaya. Mengumumkan acara pertunangan dua keluarga besar.

Putri yang duduk bersampingan dengan Irfan, terlihat sangat gugup dan Irfan menyadarinya. Irfan pun menggenggam tangan Putri dengan erat, dan meletakkan tanggannya di atas tangan Putri.

"Jangan terlalu gugup, sayang." Ucapnya dengan manis, Putri langsung menatap Irfan dengan kesal, sejak kapan panggilan sayang itu terucap dari mulutnya. "Jangan menatapku seperti itu, bersabarlah sedikit. Kalau kita sudah menikah kau akan dengan bebas menatapku setiap saat." Ucap Irfan dengan senyum liciknya, kemudian langsung mengalihkan pandangannya ke arah depan.

Putri hanya bisa mendengus kesal, dan rasanya ingin muntah mendengar Irfan berbicara seperti itu. Mencoba untuk melepaskan genggamannya, tapi Irfan terlalu erat menggenggam tangannya. Putri pun melirik ke arah berlainan, masih mencoba untuk menutupi wajah kesalnya.

Wanita itu terlalu banyak berbicara, bahkan Putri tidak memperhatikan banyaknya orang-orang penting yang datang dan ia sebutkan. Pandangan Putri pun teralihkan, ada sosok yang sangat ia kenal.

Andi duduk tidak jauh darinya, dan berada di arah kirinya. Putri sangat yakin, Andi memperhatikannya dari tadi. Sampai Putri sadar akan kehadirannya, ia pun memalingkan wajahnya dari Putri.

"Andi? Kenapa dia bisa disini?" Ucap Putri pelan, Irfan masih menggenggam tangannya dengan erat. Putri kembali melirik ke arah Andi, dan kali ini terlihat jelas wajah Andi. Ia terlihat sangat tampan, mengenakan pakaian formal menjadikan wajahnya tampak lebih dewasa. Putri pun sadar Andi merubah gaya rambutnya.

Andi kembali melirik ke arah Putri, jantung Putri berdegup kencang dan dengan cepat ia memalingkan wajahnya. Menatap Irfan yang masih memandang ke arah stage. Putri kali ini bisa melihat ayahnya dan Brama Wijaya, memberikan pidato kecil.

Putri bahkan sempat mendengar, ayahnya mengucapkan menerima lamaran dari keluarga Wijaya. Putri masih tidak peduli dengan apa yang terjadi di stage. Ia masih berharap bisa melihat temannya.

Putri kembali melirik, terdengar suara tepukan yang meriah dari para tamu undangan. Andi menghilang, Putri tidak melihatnya. Entah sejak kapan Andi pergi meninggalkan kursinya. Putri mulai mencari-cari, tapi ia tidak menemukan.

"Apa yang kamu cari Putri?" Tanya Irfan heran, dan masih menggenggam tangan Putri. "Ehh.. itu.. tidak ada." Jawab Putri cepat. Irfan sepertinya tau Putri berbohong, dan kali ini senyumannya hilang pada saat menatap Putri yang berbohong.

"Ayo kita naik!" Perintahnya, dan mulai berdiri.

"Naik? Naik kemana?" Tanya Putri bingung.

"Apa kau tidak mendengar nama kita disebut? Saatnya untuk memakai cincin, dan tunjukkan senyummu." Ucap Irfan datar, dan kali ini membuat Putri menggantungkan lengannya di lengannya.


L’AVIS DES CRÉATEURS
Sita_eh Sita_eh

Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.

Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.

1. Vote dengan Power Stone.

2. Berikan Review anda.

3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca

4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.

Terimakasih :)

Find me on IG Sita_eh

Chapitre 54: Sebuah Ikatan Part2

Putri menelan salivanya sendiri, semua mata yang ada di aula tersebut memandang mereka. Putri hampir kehilangan keseimbangannya, sepatu hak yang tinggi membuatnya ingin segera melepaskan beban kakinya saat itu.

Irfan memegang pinggang Putri dengan sigap, Putri kembali menjaga keseimbangannya. Irfan menatapnya dengan tersenyum, "Hati-hati sayang." Ucapnya pelan, walaupun pelan Putri yakin semua tamu undangan di aula tersebut dapat mendengarnya.

Bodohnya Putri, kali ini ia sudah tidak bisa mundur. Sebuah cincin emas, dengan permata di tengahnya sungguh Indah. Tapi tidak seindah perasaannya.

Irfan sudah memegang cincinnya juga, kali ini wanita itu memberikan instruksi kepada mereka berdua, untuk saling memakaikan di jari pasangan masing-masing.

Putri kembali menarik nafasnya, ia ingin menangisi keputusan bodohnya. Irfan sudah memasangkan cincin di jari manis Putri. Dan masih menunggu Putri untuk gantian memakaikannya. "Putri?" ucap Irfan pelan, tapi cukup membuyarkan lamunannya.

Putri pun sedikit tersenyum, dan dengan pelan memakaikannya di jari Irfan. Suara tepukan meriah terdengar dari seluruh ruangan. Beberapa kilau dari cahaya flash membuat mata Putri silau. Putri dapat melihat anggota keluarganya tersenyum, dan bisa melihat wajah ayahnya yang tampak sedih melihat Putri yang kali ini bergandeng dengan Irfan.

Selanjutnya adalah menikmati hidangan makan malam, "Putri, aku akan menyapa beberapa kolega. Tidak apa-apa kalau kamu kutinggal sendiri?" Tanya Irfan dengan sopan.

"Atau kau ingin ikut denganku?" Irfan mencoba memberi saran. "Kamu tau Irfan, aku banyak tidak mengenal para undangan. Lebih baik aku bersama dengan teman-temanku. Boleh?" Putri pun tersenyum dan memohon penuh harap. "Beneran, aku gak apa-apa kok." Ucap Putri meyakinkan kembali.

"Aku segera kembali, OK." Ucap Irfan dengan sungguh-sungguh. Dan Putri masih merasa canggung dengan sikap Irfan yang menjadi perhatian dengannya. Putri menatap sekelilingnya, Roy dan Surya dengan istri mereka bergabung dengan Irfan.

Menyapa seorang pria tua dengan kumisnya yang kaku, bahkan pria tersebut tertawa dengan suaranya yang berat. Kakak kembarnya, sedang berkenalan dengan seorang gadis yang berkumpul di area kudapan.

Wira dan Rian, ditemani oleh pacar mereka sedang sibuk berbincang-bincang. Putri baru saja ingin menghampiri mereka, tapi langkahnya terhenti. Sepertinya ini momen yang tepat untuknya untuk sedikit menjauh dari kerumunan.

Putri berjalan mengitari aula, berharap bisa menemukan Andi. Tapi usahanya sia-sia, apa mungkin Andi sudah pulang? Itu yang ada dipikirannya. Putri menemukan sebuah sudut ruangan yang tampak sepi, dan merupakan jalan buntu.

Tidak ada satupun orang yang berada di sudut ruangan tersebut, Putri bisa bernafas lega. Setidaknya ia punya untuk waktunya sendiri, Putri melepaskan sepatu haknya yang tinggi. Mulai memijat-mijat tumit dan betisnya yang mulai pegal, bahkan kali ini Putri bisa melihat ada lecet yang cukup parah diantara pergelangan kakinya.

Putri mulai meringis kesakitan, ketika mencoba untuk memakai sepatunya. Dan dengan mendengus kesal, kembali melepas sepatunya dan kembali memegang pergelangan kakinya.

"Kamu gak apa-apa Putri?"

Suara itu Putri sangat mengenalnya, dan dengan cepat Putri mendongak untuk melihat sosok tinggi yang sudah berdiri di depannya.

"Andi??" Ucap Putri dengan terkejut, dan langsung menegakkan tubuhnya. Merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, dan bertingkah cukup aneh di hadapan Andi.

"Kok kamu bisa ada disini?" Tanya Putri dengan canggung, dan ia sendiri pun bingung kenapa ia harus bertinggah seperti itu. Padahal biasanya, ia sangat bersikap santai jika Andi berada di depannya.

"Orang tuaku salah satu kolega dari keluarga Wijaya, kami dapat undangan pertunanganmu dengan Irfan." Jawab Andi datar.

"Oh.." Jawab Putri pelan, dan masih canggung.

"Kamu apa kabarnya?" Tanya Putri kembali. "Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja." Jawab Andi kali ini ia mulai melangkah dan mendekati Putri.

"Kaki kamu lecet?" Andi menunduk dan melihat pergelangan kaki Putri yang kulitnya sudah mulai terkelupas dan memerah. "Iya hanya sedikit, mungkin karena aku tidak terbiasa dengan sepatu ini." Jawab Putri dan menunjukkan sepatu yang ia pegang.

"Selamat ya, atas pertunanganmu dengan Irfan." Ucap Andi, dan Putri tau ia tidak tulus mengucapkanya. "Andi, kau tidak perlu mengucapkan selamat untukku." Balas Putri.

"Aku sungguh-sungguh minta maaf." Ucap Putri.

"Minta maaf untuk apa?" Andi menatap Putri dengan tatapannya yang tajam

Putri terdiam, dan masih bingung harus mengucapkan alasan apa. Andi semakin mendekat ke arahnya dengan wajahnya yang marah.

"Minta maaf karena apa Putri? Karena pertemanan kita? Atau karena kau lebih memilih Irfan? Aku bahkan bisa melihat wajahmu dan Irfan di beberapa Artikel yang membuat kalian berdua semakin terkenal sebagai pasangan." Ucap Andi dengan kesal dan semakin mendekat ke arah Putri, Putri pun berjalan mundur takut melihat kemarahan Andi.

"Andi, bukan itu maksudku. Kejadiannya tidak seperti yang kamu bayangkan." Bela Putri yang sudah terpojok di dinding, kali ini Andi sudah membentengi Putri dengan kedua tangannya. Andi bisa melihat jelas wajah Putri yang ketakutan memandangnya.

"Memangnya kamu tau Putri, apa yang sudah aku bayangkan?" Gertak Andi.

"Andi! Aku minta maaf atas kekecewaan kamu, aku minta maaf karena telah membuat kamu menjadi.."

"Sekarang coba kamu bicara jujur Putri, apa kamu benar-benar mencintainya?" Andi tidak menghimbaukan permintaan maaf Putri.

"Apa salah kalau aku juga mencintai kamu Putri?" Andi kembali bertanya, "Apa kamu tau rasanya dicampakkan dan merasa tidak berharga?" Ucap Andi semakin marah.

Putri tidak kembali menatap Andi, dan kali ini menunduk. Air matanya yang sudah ia tahan akhirnya keluar dengan perlahan. "Cukup Andi, aku mencintai Irfan. Dan lebih baik kita lupakan masa lalu kita." Ucap Putri dengan lantang, dan masih tertunduk.

Andi menurunkan benteng tangannya, dan menatap Putri yang tertunduk. Andi benar-benar kesal, dan merasa tidak percaya dengan apa yang Putri katakan. "Ok. Kalau itu memang mau kamu Putri. Kita lupakan semuanya, semuanya !! Dan anggap aku tidak pernah mengenalmu." Andi membalikkan badannya.

"Dan aku harap, kau bisa dengan cepat melupakan aku Andi." Jawab Putri yang melihat punggung Andi. Andi semakin menjauh dan menghilang dari hadapan Putri. Putri yang masih tertunduk, kini mulai menyeka air matanya.

Rasanya sangat sakit mengatakan hal itu kepada Andi, isak tangis tidak terdengar dari mulutnya. Tapi air matanya masih berlinang, tidak bisa ia hentikan. Semakin ia menyeka, semakin keluar air matanya.

Irfan yang menemukan Putri, dan melihat Putri yang berlinang airmata. "Putri, kamu kenapa?" Tanyanya dengan wajahnya yang tanpa ekspresi, Irfan melirik ke arah sepatu yang Putri gantungkan di lengannya.

Irfan mendekati Putri, dan mencoba memberikan uluran tangannya. Putri menolak uluran tangan Irfan, dan menyeka airmatanya dengan cepat.

"Sudahlah Irfan, cukup dengan acting-mu !! Cukup bermain pura-pura. Aku bisa mengurus diriku sendiri." Ucap Putri dengan lantang, dan mulai memakai sepatunya dengan cepat. Kemudian berjalan tertatih-tatih meninggalkan Irfan yang masih menatapnya dengan datar.

Irfan melihat Putri yang sudah mulai menghilang, kemudian tersenyum sambil menutup telapak tangannya yang tadinya mencoba untuk mengulurkan bantuan kepada Putri. Irfan mendengar semuanya, mendengar percakapan antara Putri dan Andi.

"Sebenarnya siapa yang ber-acting, dan bermain pura-pura?" Ucap Irfan pada dirinya sendiri. "Asal kamu tau Putri, aku Irfan tidak pernah berpura-pura ." Ucap Irfan tersenyum lebar.


L’AVIS DES CRÉATEURS
Sita_eh Sita_eh

Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.

Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.

1. Vote dengan Power Stone.

2. Berikan Review anda.

3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca

4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.

Terimakasih :)

Find me on IG Sita_eh

Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C53
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank 200+ Classement de puissance
    Stone 0 Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous

    tip Commentaire de paragraphe

    La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.

    De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.

    OK