"Sial!!" Surya menggerutu cukup keras, melemparkan dengan kesal tumpukan kertas yang mulai berantakan di atas meja kerjanya. Sedangkan Roy hanya memandang kakaknya, dan memegang salinan kertas yang ia masih baca dengan teliti.
"Ini bukan penggabungan namanya." Surya kembali melanjutkan kekesalannya, dan kini duduk di kursinya, kembali mengumpulkan kertas-kertas yang ia lemparkan tadi.
"Aku gak yakin, apa papa akan setuju soal ini." Ucap Roy sama kesalnya dengan Surya. "Disisi lain, ini jumlah yang sangat besar. Ini sangat membantu untuk menormalkan kembali operasional kita." Roy masih tidak berkedip menatap kertas-kertas yang ia pegang.
"Apa kau tidak merasa ada yang aneh, dengan draft ini?" Tanya Surya dengan serius, Roy meletakkan kertas yang ia pegang di atas meja yang berada di depannya. Mentatap Surya dengan ragu.
"Semoga kecurigaan ku tidak benar sama sekali." Ucap Roy Ragu, Surya memandang adiknya dengan bingung. "Kecurigaan seperti apa, menurutmu Roy?" Surya kembali bertanya dengan khawatir.
"Entah mengapa, setelah membaca semua draft tadi. Aku berpikir, kalau mereka sebenarnya tidak membutuhkan Putri untuk menjadi bagian keluarga mereka. Mereka hanya ingin menjadikan adik kita sebagai jaminan." Ucap Roy, yang kali ini menatap Surya yang sepertinya mulai paham dengan arah pembicaraannya.
Putri duduk dengan ragu, sering kali ia membetulkan posisi duduknya, menatap layar handphonenya, entah apa yang ingin ia lihat. Ia hanya ingin mencari kesibukan sambil menunggu di ruangan yang masih asing baginya.
Wanita yang berada di depanya, menatap Putri dengan tatapan tidak menyenangkan. Putri melirik ke arah jam tangannya, sudah hampir satu jam dia menunggu. Padahal Irfan sendiri yang meminta dirinya untuk menemuinya di sore hari.
Putri kembali berpikir, apakah ini tindakan yang amat bodoh. Kembali mengingat, di malam sebelumnya ia mengirimkan pesan ke Rita untuk meminta nomor Irfan. Dan respon dari Rita yang sangat antusias, tanpa harus menunggu lama segera mengirimkan nomor Irfan kepada Putri.
Putri harus menyingkirkan gengsinya ketika ia yang terlebih dahulu meminta Irfan untuk bertemu dengannya. Putri menghela nafasnya dengan panjang, merapikan kembali pakaiannya. Berharap penampilannya tidaklah seperti anak-anak SMA.
Wanita tersebut tampak mengangkat telepon dan memandang Putri tanpa berkedip, tidak lama ia bangkit dan menghampirinya. "Silahkan sebelah sini, Bapak Irfan sudah selesai dengan meeting-nya." Ucap wanita tersebut masih menatap Putri dengan aneh.
Putri mengikuti langkah wanita tersebut, ruangan Irfan tidak jauh dari ruangan ia berada sebelumnya. Putri menatap pintu yang amat besar, wanita itu mengetukkan dengan perlahan sebelum membuka pintu.
Setelahnya, mempersilahkan Putri untuk masuk ke dalam ruangan. Ruangan Irfan sangatlah luas, bahkan ia memiliki kursi tamu yang cukup lebar. Putri melangkahkan kakinya dengan hati-hati, dan tidak lama wanita yang mengantarnya menutup pintu dengan cepat. Meninggalkan Putri yang berada di ruangan.
Irfan terlihat berdiri dan menghubungi seseorang, menatap ke arah jendela kaca yang memperlihatkan pemandangan gedung-gedung tinggi. Tidak lama ia menutup teleponnya dan berbalik badan.
Kali ini mata mereka saling bertatapan, Putri sadar kalau Irfan memang memiliki paras yang tampan. Sikapnya yang dingin, justru membuatnya lebih terlihat elegan. Irfan tersenyum memandang Putri, dan Putri mulai salah tingkah.
"Ini ketiga kalinya kita bertemu, dan aku lebih suka dengan penampilanmu yang sekarang ini." Ucapnya mulai berjalan mendekati Putri. "Silahkan duduk, semoga aku tidak kehilangan ramah tamahku." Ucap Irfan menunjuk ke arah sofa.
Putri dengan hati-hati melewati Irfan, dan mulai duduk. Memperhatikan Irfan yang duduk berada di depannya, masih menatap Putri dengan tatapan yang seperti ingin memakan mangsanya.
"Kamu tau Putri? Aku benar-benar kaget, waktu kamu menghubungiku." Ucap irfan yang kali ini menyilangkan ke dua kakinya, Irfan sangat terlihat santai sedangkan Putri terlihat sangat kaku.
"Ya, karena ada suatu hal penting yang ingin aku bicarakan kepadamu." Ucap Putri dengan sopan, Irfan tertawa mendengar pernyataan Putri. Putri memandangnya dengan bingung, apakah ada yang salah dengan omongannya.
Putri pun berdeham keras, membuat Irfan menghentikan tawanya. "Sorry, bukan aku ingin menertawakanmu. Tapi kali ini sikap kamu benar-benar berbeda." Ucap Irfan yang masih menahan tawanya, kemudian melihat jam tangannya.
"Bagaimana kalau kita keluar?" Tanyanya.
"Keluar? Keluar kemana?" Putri balik bertanya.
"Kita keluar sambil makan malam, ini sudah terlalu sore. Kantor juga akan tutup, kamu tidak mau kan membuat kita menjadi bahan gosip dengan kita masih disini hingga malam." Ucap Irfan tersenyum.
Putri pun tidak menolak ajakan Irfan, ada betulnya juga. Dengan ia datang dan menemuinya saja, pasti sudah banyak yang bergunjing di belakangnya. Irfan tampak senang karena kali ini Putri lebih banyak menurut.
Irfan meminta Putri untuk satu mobil dengannya, dengan terpaksa Putri harus meminta supirnya Pak Bimo untuk mengikuti dari arah belakang.
Putri pun merasa Irfan kali ini juga berikap sopan, tidak ada kata celaan yang keluar dari mulutnya. Sepanjang perjalanan, mereka pun tidak banyak berbicara. Tapi sesekali mata mereka bertemu, dan dengan segera Putri memalingkan wajahnya.
Mereka pun tiba di sebuah restoran yang Putri tahu, tidak semua orang bisa masuk ke restoran tersebut. Seorang pelayan restoran yang berjaga di depan pintu, membukakan pintu dengan ramah dan menyapa Irfan dan Putri yang baru tiba.
Putri yakin, ini bukan pertama kalinya Irfan datang. Pelayan tersebut tampak sangat mengenal Irfan dan langsung mengarahkan mereka untuk duduk di meja yang sudah disiapkan. Dengan ramah, menarik kursi mereka dan mempersilahkan mereka untuk duduk dengan nyaman.
Mereka telah memesan beberapa menu utama untuk dihidangkan, Putri yang masih merasa canggung dengan Irfan, tidak banyak berbicara dan lebih memilih diam. Tapi Irfan sepertinya menikmati situasi ini, dan terus menatap Putri tanpa peduli dengan keadaan sekelilingnya.
Tatapannya masih tertuju kepada Putri, sesekali tersenyum memandangnya. Putri terus menggenggam tangannya, dan memainkan kedua ibu jarinya, ia pun terus memalingkan wajahnya . Putri pun berdeham sangat sering, merasa aneh dengan Irfan yang masih memandangnya.
"Hem..hem.." Putri kembali mengumpulkan suaranya, setelah beberapa menit mereka terdiam, dan hanya menatap makanan yang sudah dihidangkan. "Apa kamu tidak ingin memakan makananmu atau hanya akan terus menatapku ?" Putri memberanikan untuk membalas tatapan Irfan.
Irfan tertawa kecil, mendengar pembicaraanya. Dan mulai menyantap makanannya dengan perlahan. "Bukannya kamu yang ingin bicara denganku." Jawab Irfan dengan santai, Putri pun tampak tertunduk, dan masih merangkai kata-kata apa yang akan keluar dari mulutnya.
"Ayo kita menikah." Ucap Putri dengan bodoh, Irfan terkejut langsung dan menatap Putri dengan bingung. "Bukan! Bukan itu maksudku." Putri mencoba menjelaskan, "Maksudku aku akan menerima perjodohan ini. Dan aku juga akan menyetujui pertunangan kita." Putri memandang Irfan, berharap penjelasannya bisa dimengerti.
Irfan menegakkan tubuhnya, "Apa ini karena kau ingin menyelamatkan bisnis keluargamu?" Irfan bertanya dengan sinis, Putri bisa merasakan bahwa Irfan menjadi kembali sosok yang ia temui pertama kali.
"Penyelamat, sepertinya bukan kalimat yang cocok dengan ku. Aku hanya ingin berusaha untuk lebih banyak membantu." Putri kembali menatap Irfan, yang sudah menyilangkan kedua tangannya. Tampak sedang berpikir keras.
"Kamu tau Put, hari ini kami membahas banyak hal. Salah satunya bisnis keluargamu, kami perlu meninjau dan mempertimbangkan lagi untuk penggabungan kedua perusahaan." Irfan kembali meninggikan volume suaranya.
"Pertanyaannya, adalah kenapa? Kenapa kami harus membantu bisnis kalian, yang setelah kami lihat kembali terlalu banyak resiko yang akan kami dapatkan." Irfan menjelaskan dengan puas.
"Ahh, aku rasa kamu enggak akan mengerti bukan?" Putri yang merasa celaan Irfan tidaklah penting, mencoba untuk bersabar dan tidak menunjukkan emosi.
"Kau hanya seorang gadis SMA, apa yang kau tau tentang semua ini? Bagaimana bisa aku memiliki istri yang tidak tau apa-apa?" Irfan kembali mencemooh. Putri semakin menahan emosinya, memegang jari jemarinya dengan amat erat.
"Bagaimana kalau aku bisa buktikan, kalau aku bisa buktikan bahwa kami juga bisa membuat kemajuan dalan bisnis kami. Bagaimana kalau kau yang salah?" Putri menjawab.
"Apa yang ingin kau buktikan? Aku tidak butuh omong kosong. Lihat ini." Ucap Irfan menunjukkan layar handphonenya ke arah Putri. Putri menerima handphone Irfan dengan ragu, tapi penasaran dan ingin mengetahui apa yang ingin Irfan perlihatkan.
Putri bisa melihat beberapa artikel yang menginformasikan tentang kondisi perusahaan Soedarmo. Penurunan Income yang merosot, pengunduran diri karyawan dalam jumlah yang besar, dan rencana penutupan beberapa pabrik.
Putri mengembalikan handphone Irfan dengan perlahan, dan menarik nafasnya. "Jadi apa maumu sekarang?" Tanya Putri kembali, Irfan tersenyum lebar mendengar pertanyaan Putri.
"Seperti yang kau bilang, pembuktian. Pembuktian bahwa bisnis kalian memang layak untuk dipertahankan." Kali ini Putri menarik nafasnya hingga dadanya melambung dengan tinggi.
"Karena aku menerima hubungan ini, aku juga ingin mengajukan permintaan." Putri tampak ragu saat mengatakannya, tapi Irfan menyimak dengan serius "Kau bukan dalam posisi penentu. Tapi permintaan apa yang ingin kau minta dari ku?"
Putri memandang Irfan tanpa berkedip, "Aku ingin pernikahan kita dilakukan dua tahun lagi. Aku tidak ingin menikah setelah lulus sekolah. Masih banyak hal yang ingin aku kerjakan." Irfan memandang Putri dengan keraguan.
Yang terjadi berikutnya adalah sebuah kesunyian, Irfan tampak masih berpikir. Tangannya menyentuh dagunya yang runcing, apakah ini permintaan yang sulit? Itu yang dipikirkan oleh Putri.
"OK, kalau itu yang kamu mau. Tapi tampaknya orang tuaku tidak akan menunggu lama untuk pertunangan." Ucap Irfan, kali ini mengambil gelas kopi dan meminumnya dengan perlahan.
Putri terlihat berpikir, Irfan masih menatapnya seakan tau apa yang dipikirkan Putri. "Jadi kau setuju dengan perjodohan ini?" Putri kembali menegakkan kepalanya, "Aku tidak pernah bilang kalau aku setuju." Jawab Irfan dengan santai dan tersenyum.
Putri menatap pria yang ada di depannya dengan tatapan bingung dan penuh kecurigaan, Irfan kembali tertawa kecil melihat reakasi Putri.
"Maksud kamu?"
"Bagiku suatu hubungan yang saling menguntungkan atau lebih menguntungkan harus jadi bahan pertimbangan. Seharusnya aku yang bertanya, apa kamu yakin akan menikah dengan ku, Putri?" Pertanyaan Irfan langsung membuat Putri menatapnya dengan kesal, tapi Putri masih bertahan untuk mengatur emosinya.
Putri tidak menjawab pertanyaan Irfan, hanya bisa diam tertegun. Kalau bisa menjawab, ingin sekali Putri berteriak dihadapan pria yang ada di depannya. Tapi, terus berpikir berulang-ulang agar tidak merusak perjanjian yang mereka sudah sepakati.
"Aku rasa makan malam ini sudah selesai." Ucap Putri seraya menyeka mulutnya dengan napkin. Irfan memandang tanpa merubah ekspresinya. "Kamu akan pergi? Bahkan tidak menghabiskan makananmu?" Tanya Irfan.
"Kau tau, aku masih seorang anak SMA. Dan besok ada ujian yang harus aku hadapi, tidak baik bukan jika aku terlalu pulang malam." Putri mencoba mencari alasan. Irfan tersenyum memandangnya. "Aku senang dengan istri yang pintar." Jawaban Irfan membuat Putri menjadi salah tingkah.
"Terimakasih untuk waktumu, dan makan malam ini." Putri mulai bangkit dari kursinya, sedangkan Irfan tidak bergeming sama sekali. Putri dengan segera membalikkan badannya, bisa bernafas lega untuk tidak berlama-lama dengan Irfan.
Irfan masih duduk terdiam, sambil melihat Putri yang sudah berlalu meninggalkannya. Masih menikmati makan malamnya, suara handphonenya berbunyi. Ia menatap layar handphone-nya untuk beberapa detik, sebelum memutuskan untuk menjawab panggilan masuk yang ada.
Terdengar suara laki-laki menyapanya di balik telepon, "Sudah dapat fotonya? Mmmm.. OK.... Tidak jadi masalah." Ucap Irfan dengan pelan dan meletakkan sendok makannya.
"Pastikan besok sudah up, OK." Ucap Irfan yang kemudian langsung menutup teleponnya, tidak lama ia kembali menatap layar handphonenya. Dan menerima pesan masuk yang baru saja dikirimkan, ia pun tersenyum memandang pesan yang baru saja ia terima.
Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.
Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.
1. Vote dengan Power Stone.
2. Berikan Review anda.
3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca
4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.
Terimakasih :)
Find me on IG Sita_eh
Putri meletakkan kepalanya dengan lemas diatas mejanya, lingkaran hitam mengelilingi matanya yang jelas terlihat lelah. Bukan karena ia bergadang, karena menghadapi ujiannya. Melainkan masih memikirkan keputusannya dengan Irfan.
Siang itu para murid sudah keluar dari kelas, tidak ada yang singgah di dalam kelas setelah ujian selesai. Hanya Putri, yang memutuskan kembali untuk duduk di dalam kelas.
Putri beberapa kali membeturkan jidatnya dengan pelan ke meja, mengucapkan kalimat "bodoh" berulang-ulang kepada dirinya sendiri. Wajah Irfan masih terus membayanginya, bahkan Putri masih mengingat jelas bagaimana Irfan melihatnya dengan pandangan yang meremehkan.
"Putri??" Ucap Mega yang baru saja tiba dalam kelas, "Kamu kenapa?" Tanyanya dengan khawatir. Putri menunjukkan wajahnya yang masam dengan lingkaran matanya yang hitam. "Sakit? Dari pagi aku lihat kamu lebih banyak diam, memangnya ujian kali ini terlalu susah ya?" Mega kali ini memegang jidat Putri dengan telapak kanannya.
"Apa gue bodoh ya Mega?" Ucap Putri dengan dramatis.
"Gak, lo kenapa sih? Salah makan apa kebanyakan belajar?" Mega mulai menarik kursi, dan duduk berdekatan dengan temannya. Putri semakin menunjukkan wajahnya yang sekarang terlihat seram bagi Mega.
Putri pun memutuskan untuk menceritakan semuanya kepada Mega, apa yang ia sudah lakukan, bagaimana pertemuannya dengan Irfan. Dan kali ini, Putri sedikit menyesalinya. Belum lagi ia harus membuktikan kepada Irfan, bahwa ia mampu dan bisa untuk mempertahankan bisnis keluarga mereka.
Mega semakin terlihat khawatir, "Bagaimana aku harus mengomentarinya ya?" Putri memberikan tatapan memohon kepada temannya. "Tindakan kamu terlalu gegabah Put." Mega menghela nafasnya, dan Putri semakin putus asa dengan jawaban Mega.
"Bisa tolong ambilkan pisau untukku, Me." Ucap Putri asal.
"Ayolah Put, bukan saatnya kamu jadi putus asa seperti ini. Mana semangatmu?" Mega mencoba memberikan dukungan.
Suara derap langkah yang cepat terdengar di kejauhan, Linda muncul dari balik pintu kelas. Nafasnya tersengal-sengal, Linda pun mencoba mengatur nafasnya sebelum ia mulai bersuara.
"Putrii!!" Ucap Linda masih dengan nafas tersengal-sengal, kali ini ia mendekat dan menelan ludahnya sendiri. Putri dan Mega menatapnya dengan kaget dan bingung.
"Lihat ini!!" Linda dengan cepat menyodorkan handphone-nya, dan memperlihatkan layar handphone-nya. "Kita ketinggalan sesuatu, berita ini sudah muncul dari pagi tadi." Dengan cepat mereka berdua pun langsung melihat pada layar handphone, bahkan kali ini Putri dengan cepat mengambil handphone Linda tanpa ragu.
Putri langsung membaca headline dari sebuah artikel yang dikeluarkan oleh akun gosip ternama. Tulisannya yang besar, cukup membuat Putri bisa melihatnya dengan jelas.
08.00 WIB
BERITA TERBARU HARI INI
DIMABUK ASMARA, IRFAN WIJAYA TERLIHAT MENGGANDENG KEKASIH BARU
(Sebuah foto dengan ukuran besar terlampir, foto Putri dan Irfan yang berada di restoran)
Siapa yang tidak mengenal Irfan Wijaya (25 thn), seorang milyader muda dengan kehidupan cintanya yang glamor dan penuh sensasi.
Setelah hubungannya dengan artis dan model cantik Shasya Maya, kali ini Irfan Wijaya terlihat dengan kekasih barunya.
Dan yang lebih mengejutkan, kekasih barunya bukan dari kalangan selebritis ataupun model. Melainkan anak bungsu (Indah Putri Soedarmo, 18 thn) dari Keluarga Soedarmo, pemilik dari PT Elang Industri.
Irfan Wijaya terlihat di sebuah restoran **** dan mengajak kekasih barunya untuk makan malam.
Terlihat suasana romantis yang ditunjukkan oleh Irfan Wijaya, Irfan Wijaya juga mengkonfirmasi hal ini dan mengatakan bahwa hubungannya kali ini serius dengan Indah Putri Soedarmo.
Walaupun perbedaan umur mereka yang terpaut tujuh tahun, Irfan Wijaya mengatakan bahwa Putri (panggilannya) jauh lebih dewasa dari dirinya.
Bahkan informasi yang kami terima, Irfan Wijaya akan segera mengumumkan kabar pertunangannya.
Wajah Putri memerah, menarik nafasya dengan sangat cepat. Mengembalikan dengan kasar handphone milik temannya. "Gilaaa.." Teriaknya dengan kesal. "Konfirmasi?? Apa yang dia konfirmasikan?" Kali ini ia menggebrak meja dengan amat keras. "Jelas-jelas hanya ada kami berdua disana." Ucapnya masih kesal
"Tenang Put." Mega terlihat takut, melihat sikap Putri yang penuh dengan emosi.
"Putri!! Irfan Wijaya dia itu udah terkenal di kalangan artis dan model-model cantik." Ucap Linda yang masih bingung melihat Putri yang marah-marah, "Maksud lo Linda?" Putri justru yang bingung dengan pernyataan Linda.
"Rian sempat cerita ke gue mengenai acara pertemuan keluarga kalian dengan Keluarga Wijaya." Putri memandang Linda dengan rasa tidak percaya. " Gue bahkan bilang ke Rian, kalau Irfan bahkan lebih terkenal dari artis manapun. Karena pengaruh dari keluarga Wijaya. Mereka bukan cuman sekedar keluarga milyader." Linda menunjukkan ekspresi kesal.
Putri hanya menggelengkan kepalanya. "Hhhh... Masa lo gak tau Put, Harusnya lo cari tau dulu latar belakang calon suami lo, sebelum lo bertindak jauh begini?" Linda kembali kesal, "Gue gak mencari tau sampai serinci itu?" Putri sudah kesal dengan Linda.
"Putri-- Putri, banyak pacarnya dari kalangan artis dan model. Dan lo tau kan Put, kalau keluarga Wijaya punya stasiun TV milik mereka sendiri. Buat berita kaya gini tuh gampang buat dia." Linda menjelaskan.
"What.. the..." Putri menutup wajahnya dengan kedua tangannya, mengapa ia tidak memikirkan hal ini. Tidak lama terdengar notifikasi pesan masuk dari handphone Putri, tidak hanya sekali tapi berkali-kali. Putri menatap layar handphonenya dengan ragu.
Surya : Kamu ada dimana Putri !!?
Roy : Segera pulang ke rumah!! Aku, Surya, dan papa dalam perjalanan pulang.
Wira : Put, lo gak serius kan? Udah liat berita ini http:www..... (Wira mengirimkan link)
Raja : Papa suruh kita berdua pulang ke rumah, mau bahas soal kamu.
Rafa : What did you do that??? Seriously ??! Crazy news..
Rian : Family Meeting, NOW!!
Putri dengan lemas meletakkan handphonenya, dan kembali membenturkan jidatnya di atas meja dengan perlahan. Mega dan Linda hanya bisa menyaksikan temannya yang putus asa. "Ada yang bisa ambilin pisau buat gue." Ucap Putri asal dan lebih putus asa.
Putri merasa ia sudah lebih cepat untuk kembali ke rumah, bahkan Pak Bimo supirnya lebih mengebut dari biasanya. Kenyataannya, seluruh anggota keluarga telah berkumpul dan menunggu Putri yang baru saja tiba.
Kali ini Putri benar-benar seperti berada di ruang pengadilan, dikelilingi oleh seluruh anggota keluarga. Pandangan mereka benar-benar tidak lepas dari Putri yang hanya bisa duduk terpaku dan berdiam diri.
Putri menelan ludahnya sendiri, mengumpulkan keberanian untuk membuka suaranya, "Putri!?" Ucap Surya dengan lantang, dan Putri kembali menutup mulutnya dengan rapat karena terkejut melihat Surya yang terlihat marah.
"Apa yang sudah kamu lakukan?" Surya kembali menginterogasinya, Roy tampak tidak bisa menahan amarah kakaknya. Wira dan Rian hanya bisa menatap Putri dengan kasihan, Raja dan Rafa hanya bisa mengangkat kedua alis mereka dengan bingung.
Sedangkan ayahnya, tampak diam sambil memikirkan sesuatu. "Surya, turunkan emosimu. Biarkan dia menjelaskannya dulu." Ucap Leyna dengan marah yang duduk berada di samping Putri, terlihat Surya langsung merubah ekspresi marahnya.
Pintu ruang keluarga terbuka, Renata masuk dan membawa map cokelat yang diserahkan ke suaminya. Roy membukanya dengan cepat dan mulai mengeluarkan kertas-kertas yang tersusun dengan rapi.
Roy menghela nafasnya dengan amat cepat, bangkit dari duduknya dan memberikan kepada ayahnya yang menatapnya. Bambang, memakai kacamatana mulai membuka satu persatu dan mencoba memahami kertas yang diberikan oleh Roy.
Semua orang terdiam, memandang ayah mereka yang masih terlihat tegang. Bambang tidak menyelesaikan untuk membaca semua isinya, meletakkan dengan perlahan di atas meja. Berdiri dan menatap Putri yang terdiam.
"Putri, sayang bisa kamu jelaskan kepada kami?" Perintah ayahnya dengan sikap yang bijak. Putri menegakkan wajahnya dan mulai menarik nafasnya untuk bercerita. Putri pun menceritakan semua yang ia ketahui saat ia memutuskan untuk bertemu dengan Irfan Wijaya, semuanya tidak ada satupun yang ia kurangi. Tapi Putri mengelak mengenai Informasi yang disebarkan, ia bahkan tidak mengetahui ada media yang meliput dirinya dan Irfan pada saat mereka bertemu.
Roy masih memperhatikan adiknya, dan mengkernyutkan dahinya. "Ini bukan sebuah kebetulan." Ucap Roy dengan pasti, "Setelah membaca semua salinan asli dari perjanjian ini. Ada satu hal yang papa pertanyakan." Bambang menyela Roy yang masih ingin berbicara.
"Hmm, kenapa kalian semua papa kumpulkan disini, itu semua karena perjanjian penggabungan dua perusahaan ini." Wajah Bambang terlihat sangat tegang, bahkan Putri tidak berani menatap ayahnya sendiri.
"Putri, tadinya papa berpikir kamu akan menolaknya. Disisi lain papa berterimakasih dan menghormati keputusannmu. Tapi dengan waktu dua tahun, kau membuatnya semakin cepat." Bambang melanjutkan penjelasannya.
"Tapi, pa. Putri pikir itu waktu yang cukup lama." Putri semakin mendongak menatap ayahnya. "Bedakan antara sekolah dan bisnis Putri. Dua tahun adalah waktu yang cepat untuk kami." Surya meninggikan suaranya kembali, membuat Putri menjadi menciut.
"Dalam perjanjian ini, ada jaminan untuk permintaan ini, yaitu untuk kepemilikan penuh untuk beberapa pabrik. Dan yang lebih anehnya, mereka meminta kepemilikan penuh untuk pabrik kami yang berada di daerah-daerah. Seperti Sumatra utara, Kalimantan Barat, Sulawesi, dan daerah Papua. Untuk pulau Jawa, justru mereka tidak menyentuhnya sama sekali." Roy menjelaskan dengan panjang.
Putri tampak bingung dengan penjelasan Roy, "Walau sebenarnya, untuk operasional dan administrasi masih dalam tanggung jawab Elang Industri. "Roy menarik nafasnya kembali. "Kamu tau Putri, semoga ini kecurigaanku saja. Dengan pernikahanmu dan Irfan nantinya. Akan dengan mudah bagi keluarga Wijaya untuk mengawasi semua gerak gerikmu, bahkan keluarga kita." Roy terlihat serius saat mengatakannya, membuat buku kuduk Putri pun merinding.
"Kita pun sudah tidak bisa mundur, dengan Putri yang sudah mendatangi Irfan langsung dan membuat kesepakatan tanpa kita ketahui (Surya kembali menatap Putri tajam), akan berbahaya untuknya jika kita mundur saat ini." Surya melipat kedua tangannya, Leyna memegang erat tangan Putri dengan kasihan.
"Jadi apa rencana kita?" Tanya Rian dengan antusias, Surya menatap Rian kemudian bergantian menatap Putri.
Pertemuan keluarga tidak berakhir dengan menyenangkan. Surya memutuskan bahwa Putri dan adik-adiknya harus mulai mempelajari bisnis keluarga mereka, Surya dan Roy bahkan sudah membuat jadwal kapan adik-adik mereka harus datang ke home office Elang Industri.
Tentunya Putri harus menyelesaikan masa ujiannya, setelah itu tidak ada waktu libur untuknya ataupun saudara laki lakinya. Putri menghabiskan masa ujiannya dengan tidak tenang, kali ini dia kembali menjadi bahan perbincangan satu sekolahnya.
Bukan karena perbuatannya di masa lalu, tapi karena hubungannya dengan Irfan kembali ter-ekspost. Surya bahkan mengatakan kepadanya, bahwa kali ini Irfan tidak perlu report untuk menyuruh orang memata-matai Putri.
Karena setiap pergerakan sekecil apapun, Irfan akan mengetahuinya. Media sosial akan lebih mudah untuk mengawasi gerak gerik adik perempuannya, setelah Putri sukses menjadi perbincangan dimana pun.
Surya dan Roy membatasi ruang gerak Putri, rute yang berlaku hanya rumah, sekolah dan kantor. Jika Putri ingin pergi selain dari ketiga tempat itu, Putri harus mendapat persetujuan dari kedua kakaknya tersebut.
Bahkan Putri pun dilarang untuk mem-post-ting apapun di sosial medianya "APAPUN". Putri benar-benar tersiksa, dan tetap mencoba bertahan dan bersabar.
Dan terbukti, ada seorang murid junior yang meminta fotonya disaat Putri sedang istirahat di kantin sekolah. Awalnya Putri tidak tampak curiga, sampai Junior tersebut mengupload di instagram miliknya dan meng-tag Putri.
Langsung dengan seketika, jumlah follower Putri melesat naik seperti pesawat yang terbang. Terparahnya banyak yang mengirimnya pesan langsung, dan memberikan komentar-komentar yang membuatnya tidak nyaman.
Sore itu, Putri langsung menuju ke kamarnya. Merasa lega karena ujiannya telah berakhir, meregangkan badannya di atas tempat tidur. Ia pun menyembunyikan handphonenya dibawah bantal, dan tidak ingin melihat ada pesan aneh ataupun kasar yang masih ia terima.
Libur sekolah akan tiba, dan kembali mengingatkannya bahwa ia tidak memiliki waktu libur sama sekali. Putri pun memejamkan matanya, menutup wajahnya dengan bantal. Berteriak dengan kencang, "Irfan B**ng**K!!!!" Lega bisa berteriak, meletakkan kembali bantalnya dan air matanya mulai mengalir. Mengeluarkan foto ibunya dari sakunya, memandang dengan sedih, dan meletakkan foto ibunya di dadanya sambil memejamkan matanya dan mengingat kejadian-kejadian yang menyenangkan dengan ibunya.
Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.
Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.
1. Vote dengan Power Stone.
2. Berikan Review anda.
3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca
4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.
Terimakasih :)
Find me on IG Sita_eh
Vous aimerez peut-être aussi
Commentaire de paragraphe
La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.
De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.
OK