"Buat aku?" Tanyanya kembali, "Iya, maaf yah. Gara-gara pertemuan kita di restoran lalu, hp kamu pasti rusak." Ucap Irfan yang terlihat tulus saat mengatakannya. Putri menerima pemberiannya, dan masih menatap dengan teliti.
"Makasih ya." Ucap Putri singkat. "Kalau kamu bersikap seperti ini, mungkin kita tidak perlu sering untuk bertengkar." Ucap Putri melanjutkan. Irfan tersenyum aneh, "hey, aku kesini bukan untuk mengibarkan bendera putih. Kalau bukan karena Rita yang paksa, aku juga malas untuk ketemu sama kamu anak kecil." Irfan kembali dengan sikap angkuhnya.
"Apa kamu bilang?" Tanya Putri kesal, "Kamu ini cepat terbawa suasana ya, memang kamu anak kecil. Lagi pula siapa yang mau bertunangan dengan kamu, apa lagi sampai menikah." Ucap Irfan yang kini berganti posisi duduk menjauhi Putri.
Putri melihat Irfan yang duduk berada di depannya, Irfan kembali menunjukkan sifatnya yang arogan dan angkuh. "Siapa juga yang mau menikah sama laki-laki kaya kamu. Bisa bikin muak tau." Ucap Putri kesal.
"Dan tolong, berhenti panggil aku anak kecil!" Putri melanjutkan, kali ini ia menggenggam kotak hp dengan erat. Membayangkan untuk melempar kotak hp itu ke arah wajah Irfan yang berada di depannya.
Suara bel pintu berbunyi, dibarengi dengan suara ketukan pintu. Para assisten rumah tangga tampaknya masih sibuk dan tidak mendengar suara bel yang terdengar. Berkali-kali bel berbunyi, dan mengganggu konsentrasi Putri.
"Hei, kamu kan tuan rumahnya. Masa kamu enggak mau buka pintu rumah kamu sendiri." Perintah Irfan memandang Putri dengan sombong. Suara bel terus terdengar, Putri pun bangkit dan tanpa sadar masih memegang kotak hp yan diberikan oleh Irfan.
Dengan langkah yang dipaksakan ia menuju pintu masuk utama, betapa terkejutnya Putri dengan apa yang selanjutnya ia lihat. Andi telah berdiri di balik pintu, memamerkan senyuman khasnya kepada Putri.
"Andi?" Putri melihat temannya yang masih tersenyum, tampaknya Andi lebih terkejut dengan penampilan Putri yang berbeda. "Putri, wouw.. kamu kelihatan cantik pakai gaun." Ucapnya terpesona menatap Putri.
"Kamu ngapain disini?" Tanya Putri lagi, Putri yang takut Andi akan mengetahui acara pertemuan keluarga ini. "Aku mau kasi ini." Ucap Andi kali ini memberikan kotak handphone ke Putri.
Putri menjadi bingung, di waktu yang bersamaan dia mendapatkan handphone dari dua orang. Andi yang masih menyodorkan kotak hp ke arah Putri, menatap Putri yang sudah memegang sebuah kotak HP.
Dari ekspresinya, Putri yakin Andi terlihat kecewa. "Oh kamu sudah beli yang baru ya?" Tanya Andi ragu, kemudian menggarukkan kepalanya. "Wah telat aku, harusnya aku tanya kamu dulu ya." Ucapnya dengan pasrah.
"Bukan Andi, ini aku bukan beli baru." Ucap Putri dengan spontan, dan bersamaan menyadari kebodohannya untuk berkata jujur. Andi menatapnya dengan bingung. "Putri memang enggak beli baru. Saya yang kasi." Ucap Irfan yang tiba-tiba muncul dari balik bahu Putri, memberikan senyuman kemenangan ke arah Andi.
Andi lebih terkejut lagi dengan kehadiran Irfan, apalagi malam itu Irfan terlihat sangat rapi dan formal. Putri menatap Irfan dengan kesal yang berusaha ikut campur dalam urusannya dengan Andi.
Putri melangkah maju ke arah Andi, yang terlihat langsung menurunkan tangannya yang memegang kotak hp. Entah apa yang dipikirkan oleh Andi, tapi Putri tidak menyukainya.
"Sini, kemarikan." Putri merampas paksa kotak hp yang berada di tangan Andi. Dan mengembalikan dengan paksa pemberian Irfan. Terlihat Irfan tidak menyukai sikap Putri.
"Kayanya kita pernah ketemu ya, ya aku ingat kamu yang waktu itu ada di restoran bukan?" Irfan kembali berbicara. Andi menatap Irfan dengan rasa tidak suka.
"Kok anda bisa ada disini?" Tanya Andi datar, "Wah, harusnya saya yang tanya. Kenapa kamu bisa ada disini? Memangnya Putri engak kasi tau kamu apa-apa?" Irfan tersenyum puas melihat reaksi Andi, "Kalau malam ini, kita ada pertemuan antar keluarga untuk perkenalan. Ya kan Put?" Jelas Irfan panjang.
"Perkenalan?" Tanya Andi yang kali ini menatap Putri yang terlihat semakin bingung.
"Ayo, kita ke belakang. Aku jelasin semuanya ke kamu." Ucap Putri dan menarik lengan Andi agar mengikutinya untuk pergi ke taman belakang rumah. Irfan memandang dingin Andi dan Putri yang meninggalkannya.
"Kamu kenapa tiba-tiba datang begini?" Ucap Putri kesal, kali ini mereka sudah berada di taman belakang. Dan mereka duduk di bangku taman masih dalam keadaan saling kesal, "Kenapa kamu dari awal gak cerita, dan apa maksudnya dengan perkenalan?" Andi malah balik bertanya.
"Ini cuman pertemuan keluarga biasa, gak penting juga kamu tau." Putri membela dirinya, "Dan perkenalan itu apa maksudnya? Kamu belum jawab pertanyaan aku Putri." Ucap Andi semakin meledak-ledak.
Putri menahan nafasnya, dan berpikir apakah penting untuk ia menceritakan kepada temannya yang masih dalam keadaan kesal. "Ya benar, aku akuin memang ada perkenalan, antara aku dan Irfan. Itu saja, gak lebih." Jawab Putri yang juga kesal.
"Apa karena ini, kamu selalu menolak aku Put?" Ucapan Andi terhenti dan kali ini terlihat sedih. "Andi tolong jangan bersikap konyol, justru aku baru tau situasinya seperti ini. Dan ini hanya acara pertemuan keluarga biasa dan hanya tahap perkenalan, belum tentu kami benar-benar akan menikah." Putri mencoba meyakinkan temannya.
"Tapi kenapa kamu coba nutupin ini Put dari aku, sebenarnya aku ini kamu anggap apa?" Andi yang mulai kesal, mulai meninggikan intonasi suaranya.
"Aku gak coba nutupin apapun, aku cuman cari waktu yang tepat untuk bisa cerita sama kamu." Putri menjawab dengan kesal. "Dan berhentilah bersikap egois seperti ini, seharusnya aku yang marah dengan situasi yang tidak nyaman saat ini. Lagi pula kamu adalah sahabat baik aku Andi, engak ada niat satupun untuk aku coba nutupin masalah ini." Putri menjelaskan dengan panjang.
Andi menatap Putri dengan lemah, masih menahan rasa kesalnya. "Egois kamu bilang Put, sekarang siapa yang bersikap egois? Setelah apa yang aku lakukan untukmu, kau bilang aku egois!" Ucap Andi tanpa menatap Putri.
Andi bangkit dari duduknya, "Salah aku yang selama ini berharap lebih sama kamu Putri. Sedangkan di mata kamu, aku ini hanyalah seorang sahabat dan tidak lebih." Ucap Andi yang mulai berjalan meninggalkan Putri.
"Andi!!"Putri berusaha memanggil Andi, tapi dia tidak menghimbaukannya. Andi tetap berjalan dengan rasa amarah dan kecewa. Putri pun mencoba menahan airmatanya untuk tidak keluar, walaupun matanya berkaca-kaca. Menghela nafasnya untuk tetap tidak menangis.
"Maafin aku Andi, maaf." Ucap Putri pada dirinya sendiri, satu tetes air matanya mulai membasahi pipinya. Kali ini Putri harus membuat pilihan yang berat, kali ini Putri tidak mau bersikap egois dengan memikirkan perasaannya sendiri. Kali ini ia harus mengorbankan perasaannya, karena kali ini banyak orang yang menggantungkan nasib pada pilihan dan keputusannya.
Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.
Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.
1. Vote dengan Power Stone.
2. Berikan Review anda.
3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca
4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.
Terimakasih :)
Find me on IG Sita_eh
*Jika mencintai, membuatnya menjadi menyakitkan.
*Maka aku lebih memilih untuk menjadi obat yang bisa menyembuhkannya.
*Jika mencintai, membuatku harus berkorban.
*Maka aku lebih memilih menjaganya, dan menyimpan semua rasa itu.
*Mencoba untuk menguburkan dengan dalam, hingga tiada orang yang bisa menemukannya
Semenjak kejadian malam itu, Putri harusnya sadar dengan adanya perubahan yang akan ia rasakan. Andi sangat jelas memperlihatkan dirinya untuk menjauhi Putri, bagi Putri jika ini membuat Andi merasa menjadi lebih baik maka ia pun akan mengikutinya.
Andi bahkan tidak pernah lagi untuk menjemput Putri, pernah di hari pertama setelah kejadian di malam itu. Putri menunggu Andi di depan rumahnya, berharap kalau temannya sudah memaafkannya. Berharap Putri dapat melihat senyumnya walau kenyataannya, Andi tidak pernah datang untuk menjemputnya.
Bahkan di sekolah Andi terus menghindarinya, Putri tidak bisa memaksakan kehendaknya. Andi yang terus menjauhinya, membuat Putri mencoba untuk menghormati keputusannya.
Mega mulai khawatir dengan Putri, Putri lebih banyak terlihat sedih. Tapi Putri selalu tersenyum di depan teman-temannya. Mencoba menutupi kesedihan yang kini ia rasakan.
Putri lebih memutuskan untuk fokus dengan ujian smester pertamanya, lebih banyak belajar dan berkonsentrasi dengan pelajaran. Mencoba untuk tidak memikirkan masalah-masalah yang ada di depannya.
Tantenya Rita masih berusaha untuk menghubunginya, berkali-kali mengajak Putri untuk bertemu. Tapi dengan halus Putri menolaknya, tidak membayangkan jika ia harus bertemu dengan Irfan kembali.
Pulang sekolah kini Putri mulai kembali diantar oleh supirnya, rasanya cukup aneh untuk dirinya yang terbiasa dengan Andi yang selalu mengantarnya.
Kali ini memang terasa berbeda, di mobil hanya ada ia sendiri. Putri menatap beberapa murid sekolah yang ramai dan bergegas pulang.
Masih melihat dalam mobil, ia berusaha mencari sosok temannya. Tapi ia tidak bisa temukan. Putri tidak pernah berani untuk menghampiri Andi secara langsung, masih takut dengan amarahnya. Putri menatap handphonenya yang baru, ia memutuskan untuk menggunakan handphone pemberian dari temannya tersebut.
Hari-hari pun berlalu, Putri tampaknya sudah mulai terbiasa berangkat sekolah tanpa Andi yang menjemputnya. Walapun tanpa ia sadari, ia sangat merindukan sosok temannya. Putri menatap layar handphonenya, memandang chat yang ia kirimkan kepada Andi. Tapi tidak satupun Andi membalasnya.
"Putri, kamu melamun terus?" Tanya Mega dengan membawa tumpukan buku, dan meletakkannya di atas mejanya. Putri menegakkan tubuhnya, memperhatikan temannya yang terlihat sangat sibuk.
"Sibuk banget Mega? Mau aku bantu?" Tanya Putri kembali, "Ini tugas yang kemarin, hari ini Bu Rani gak masuk. Mau aku letakkan di ruang guru." Ucap Mega terlihat lelah.
"Tumben bukan Rika yang disuruh?" Putri menatap ruangan kelas, dan mencoba mencari ketua kelasnya. "Aduhh, justru ini dia yang minta tolong ke gue. Kamu tau kan sekarang dia sibuk banget, semenjak jadi ketua OSIS." Ucap Mega dengan sungguh-sungguh dan berpangku tangan di atas tumpukan buku yang tinggi.
"Put, pulang sekolah kamu ada acara gak?" Tanya Mega memandang Putri dengan tatapan yang aneh. "Enggak, kenapa?" Putri memandang temannya dengan curiga. "Mau mampir ke rumahku gak?" Mega tersenyum lebar, dan mulai mengikat rambutnya yang panjang.
"Ke rumah kamu?" Putri masih bingung dengan ajakan temannya, "Iya, Nenek mau ketemu sama kamu." Ucap Mega cepat, "Tenang, gak ada apa-apa kok. Gue udah cerita semua sama nenek, dan bilang kalau sekarang kita sudah berteman." Mega melanjutkan.
"Kamu yakin gak apa-apa, kalau gue datang ke rumah?" Putri tersenyum ragu, "Iya, enggak apa-apa kok. Malahan nenek seneng banget kalau bisa ketemuan." Mega merubah posisi duduknya dan kini ia bisa melihat wajah Putri yang terlihat tidak bersemangat.
"Kecuali ya kamu gak mau bekunjung ke rumah ku yang kecil itu." Ucap Mega merendah, Putri menjadi merasa bersalah mendengarnya.
"Gue gak ada kepikiran kaya gitu kok Me, OK pulang sekolah ya. Linda ikut gak?" Tanya Putri kembali. "Linda gak bisa, dia bilang dia mau jalan sama Rian." Ucap Mega yang mulai bangkit dari duduknya.
"Dia keliatan senang banget, waktu ngomong ke gue kalau Rian ajak dia jalan." Ucap Mega menunjuk ke arah Linda yang ada di pojok kelas, "Tuh anaknya." Linda terlihat sedang berbincang seru dengan teman-temannya.
"Ngapain dia?" Tanya Putri aneh melihat Linda, yang tidak bergeming sama sekali. "Coba tebak?" Mega menyeringai, "Jangan bilang.." Ucap Putri dan Mega mengangguk dengan cepat.
"Artis mana lagi yang foto sama dia?" Tanya Putri yang mulai mengambil sebagian tumpukan buku. Mega hanya mengangkat bahunya, "Tau gak, semenjak dia banyak posting foto sama artis, udah deh dia sibuk jadi selebgram." Ucap Mega tertawa kecil.
Putri dan Mega pun berjalan keluar kelas, meninggalkan Linda yang masih sibuk memperlihatkan fotonya dengan beberapa artis kepada teman-teman wanitanya. Sepanjang perjalanan koridor di sekolah, Putri dan Mega banyak berbincang mengenai tingkah laku Linda semenjak mejadi selebgram.
Mega bahkan bercerita, bagaimana Linda setidaknya lima menit sekali selalu mem-posting kegiatannya di sosial media. Ruang Guru tidak cukup jauh, mereka hanya cukup melewati lapangan olahraga untuk mencapai ruangan tersebut.
Lapangan tersebut, cukup ramai. Para siswa dan siswi kelas 12 sedang berkumpul untuk olahraga basket. Putri tidak bisa mengenali kelas dua belas mana yang sedang beraktifitas di lapangan olahraga.
Tapi pandangannya teralihkan dengan seorang siswa yang berada di lapangan, Putri sangat mengenali orang tersebut. Andi sedang berada di tengah lapangan, menunjukkan bakatnya dalam olahraga basket.
Tubuhnya yang tinggi, sangat mudah untuk dikenali olehnya. Putri sangat jarang melihat Andi yang sedang berolahraga. Wajah Andi yang memerah, terlihat bahwa ia sudah cukup lama di lapangan olahraga.
Beberapa siswi bahkan meneriaki namanya, saat Andi melakukan beberapa gerakan basket yang sulit. Wajar saja menurut Putri, ia bahkan bisa melihat wajah Andi yang mempesona para siswi yang melihatnya.
Putri masih menatap lurus ke arah Andi, tapi Andi masih sibuk dengan mengoper bola ke teman-temannya. Bahkan Andi sepertinya tidak sadar dengan kehadirannya. Andi mengoper bola ke arah temannya yang berada di sudut lapangan dan tampaknya tidak dijaga oleh lawan, berharap temannya dapat mengambil bola yang diberikan dan memasukkannya ke dalam ring basket.
Temannya menangkap bola dengan tangkas, dan dengan segera berlari ke arah ring. Saking semangatnya, temannya melempar bola ke dalam ring dengan amat kuat. Tapi justru yang terjadi, bola tidak masuk ke dalam ring dan malah memantul balik.
Putri masih menatap bola tersebut dengan terkejut, bola tersebut menghampiri Putri yang masih diam terpaku. Sesaat berikutnya, semua terjadi dengan cepat. Putri bisa merasakan bola tersebut menghantam kepala Putri dengan amat keras.
Putri merasa sangat pusing dan melihat lapangan yang berputar-putar, tumpukan buku yang ia pegang terlepas dari tangannya. Putri hanya bisa melihat kegelapan, bola tersebut sukses membuat Putri tumbang. Kali ini ia yang menjadi kerumunan para siswa dan siswi yang berada di lapangan olahraga.
Putri sudah berada di ruang UKS, entah berapa lama ia tidak sadarkan diri. Ia mencoba membuka matanya dengan perlahan, dan masih merasakan sakit di kepalanya. Putri meraba kepalanya, masih berdenyut saat Putri merabanya.
"Kamu engak apa-apa? Mangkanya jangan banyak melamun." Andi menghampiri tempat tidur Putri, melihat Putri dengan kesal. "Andi..?" Ucap Putri melihat Andi yang berada di depannya.
Putri bangun dari tidurnya, dan menegakkan posisi duduknya, "Untung kepala kamu gak bocor gara-gara kena bola." Ucap Andi dengan kasar. Putri pun memberikan tatapan kesalnya.
"Harusnya, teman kamu itu belajar lagi cara main bola yang benar gimana. Main asal lempar bola !" Jawaban Putri tidak kalah ketus dengan Andi. "Terserah kamu mau ngomong apa." Ucap Andi sama ketusnya dengan Putri.
"Udah berapa lama aku disini?" Tanya Putri yang bingung, dan mulai melirik jamnya, Putri cukup terkejut, karena jam sekolah akan selesai. "Cukup lama, sampai bikin gue BT nungguinnya." Jawab Andi kesal.
Putri tak habis pikir, dengan sikap Andi yang sekarang. "Andi kamu kenapa sih?" Tanya Putri dengan kesal, "kenapa apa?" Andi balik bertanya. "Kok kamu jadi aneh begini? Terus kenapa kamu juga gak ada kabarnya? kamu juga gak pernah balas pesan dari aku? Dan Kamu kenapa juga terus menghindar? ayolah Andi jangan bertingkah kaya anak kecil begini." Tanya Putri dengan kesal dan panjang.
"Lagi nanya, apa wawancara?" Andi menatap Putri dengan senyuman aneh. "Harusnya kamu kan tau kenapa aku bersikap seperti ini, dan kenapa juga aku harus balas chat kamu. Dan siapa yang bersikap seperti anak kecil? Yang anak kecil itu kamu, yang hanya suka main-main dan tidak pernah serius." Jawab Andi lebih panjang lagi.
Putri menatap Andi dengan tidak percaya, "Really? Lo serius sama ucapan lo... Hhhh." Putri mendesah dengan amat keras dan kesal, memutuskan untuk tidak melanjutkan pembicaraannya.
Putri mencoba untuk turun dari tempat tidur, Andi yang melihat kesulitan Putri untuk turun dari tempat tidur berusaha untuk membantu. Tapi Putri dengan kasar menolaknya. "Gak usah dibantu, gue bisa sendiri." Ucap Putri masih kesal.
Putri mengenakan sepatunya dengan cepat, "Tadinya gue berharap, kita bisa ngobrol baik-baik. Tapi gue rasa, bukan kepala gue yang kena bola dan ngomong aneh." Ucap Putri yang sudah selesai memasang sepatunya.
Putri kali ini menatap Andi, berharap ada balasan panjang dari temannya. "Yah, terserah kamu." Jawab Andi masih ketus. Putri kembali mendengus dengan kesal, "Lo kenapa sih Andi? Apa karena kejadian malam itu, atau karena gue gak bisa terima lo sebagai.." Putri memberhentikan omongannya, hanya bisa memainkan mulutnya dan masih mencari-cari kata apa lagi yang harus ia lemparkan.
"Sudahlah Put, kamu gak perlu bahas-bahas soal itu lagi. Lebih baik memang kita seperti ini bukan." Jawab Andi kesal tanpa memandang Putri. Putri pun merasa perbincangan dengan temannya dirasa cukup. Ia pun membalikkan badannya, dan mulai melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruang UKS.
"Setidaknya, bisa kan bilang terimakasih sudah ditungguin." Teriak Andi yang melihat Putri mulai mendekati pintu keluar. Putri berpura-pura untuk tidak mendengarnya, dan tetap meneruskan langkah kakinya. "Lihat sekarang siapa yang egois." Andi masih meluapkan amarahnya, dan kali ini ia berhasil menghentikan langkah temannya.
"Kalau gue gak pernah kenal lo, gue udah.." Putri tidak bisa melanjutkan omongannya, Andi berjalan cepat mendekatinya. Bahkan terlalu dekat, Putri bisa melihat raut wajah Andi. Bukan wajah ramah, tapi tersirat dari pandangannya yang tidak membuatnya nyaman. "Udah apa?" Tanya Andi memandang Putri tanpa bekedip, kali ini Andi memojokkan Putri dengan memanjangkan tangannya yang ia tempelkan di dinding.
"Kok, gak ngomong lagi? Apa lagi yang mau kamu omongin?" Ucap Andi tanpa ekspresi, dan Putri sadar bahwa mereka berbicara terlalu dekat. Terlihat Andi senang dengan Putri yang mulai salah tingkah dan tidak nyaman.
Putri tidak meneruskan perkataannya, Putri bisa mendengar nafas Andi yang tersengal, karena menahan emosinya. Putri mendorong keras Andi yang berada di depannya dengan sekuat tenaga.
Putri tidak pernah diperlakukan seperti ini oleh teman baiknya, merasa dihina dan dipermalukan. "Minggir!!" Teriak Putri, "Gue harap, kita gak perlu ketemu lagi. Kalau lo terus kaya begini." Ucap Putri yang mulai berkaca-kaca, kemudian dengan cepat membalikkan badannya dan berlari ke luar.
Andi masih terdiam di ruang UKS, mengepal tangannya dengan sangat erat. Ada rasa sedih saat melihat Putri begitu kecewa dengan dirinya. Tapi inilah yang ia inginkan, mungkin dengan menumbuhkan kekecewaan bahkan kebencian. Bisa menghilangkan perasaan cintanya kepada Putri. Walaupun ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri, masih ada rasa yang ia pendam selama ini.
Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.
Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.
1. Vote dengan Power Stone.
2. Berikan Review anda.
3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca
4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.
Terimakasih :)
Find me on IG Sita_eh
Commentaire de paragraphe
La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.
De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.
OK