Mega menatap Putri dengan bingung dan masih tidak percaya dengan semua cerita Putri, berkali-kali Mega mencoba untuk membuka suaranya tapi ia dengan cepat menutup mulutnya kembali. Bingung untuk memberikan saran apa yang tepat kepada temannya, dan Mega kembali hanya bisa menatap Putri dengan rasa empati dan simpati.
"Aku benar-benar hanya bisa berpasrah saat ini." Putri terlihat putus asa saat mengatakannya, Mega semakin khawatir melihatnya. "Apa kamu engak bisa menolaknya Put?" Tanya Mega.
"Aku bahkan belum memulai, bahkan belum memutuskannya. Bagaimana aku bisa menolaknya Me?" Putri balik bertanya menatap Mega yang menjadi bingung dengan jawabannya sendiri.
"Ahh... ini benar-benar membingungkan. Bahkan aku tidak akan sanggup jika ada di posisimu." Mega mulai berpikir dengan keras. "Dilema bukan." Ucap Putri.
"Aku benar-benar ingin membantu, tapi aku tidak berani untuk membuat pilihan. Terparahnya papaku bilang semua keputusan dia serahkan kepadaku. Dan dia tidak akan memaksakan kehendaknya, dan bukankah ini membuatku menjadi lebih frustasi. Bagaimana aku harus belajar bertanggung jawab dengan pilihanku." Putri menghela nafasnya dengan panjang.
"Apa Andi tau mengenai ini?" Tanya Mega dengan ragu, Putri menatap temannya dengan terkejut. "Sorry, kenapa gue tanya ini. Tapi harusnya kamu tau kan Putri, kalau Andi itu suka sama kamu." Ucap Mega memberi penjelasan pada Putri, Putri terlihat semakin menunduk menatap bangku taman sekolah.
Putri mendongakkan wajahnya, kali ini ia memandang murid yang berpasangan yang ada di depannya berbincang dengan riang. Putri kembali memperhatikannya sekelilingnya, ternyata banyak para murid yang berpasangan memanfaatkan waktu istirahat mereka dengan meluangkan waktu di taman sekolah.
"Aku gak tau Mega, harus cerita apa ke Andi. Bahkan aku gak berani untuk mengatakannya." Putri menggigit bibirnya tanpa ia sadari. "Kamu tau Mega, waktu kamu bilang kamu masih belum yakin dengan perasaan kamu ke Wira. Itu perasaan yang sama yang sekarang gue rasakan ke Andi." Mega yang mendengar ucapan Putri, seperti tidak percaya.
"Putri, aku rasa bukan karena kamu yakin atau tidak. Tapi aku rasa kamu terlalu takut untuk mengakui kalau kamu memang sayang dan cinta." Ucap Mega dengan dramatis. "Ya mungkin kamu benar Mega, mungkin aku terlalu takut. Aku takut kalau aku menjadi egois, aku takut kalau yang aku rasakan hanyalah sesaat, aku takut pada akhirnya aku akan kehilangan disaat aku terlalu mencintai." Putri kali ini mencoba untuk menahan air matanya.
Mega memegang erat tangan Putri, temannya terlihat sangat putus ada. Mega sangat memahami situasi. "Hai, kalian lagi apa sih?" Suara Andi yang terdengar riang, mengejutkan Mega dan Putri. Putri langsung menatap Mega, dan menggelengkan kepalanya dengan amat perlahan. Berharap Mega mengerti maksudnya, dan tidak membicarakan hal yang baru saja mereka bahas.
"Gak, kita cuman ngobrol-ngobrol aja." Ucap Mega tersenyum lebar menatap Andi. "Put, dari tadi aku chat kamu. Kamu gak balas-balas?" Tanya Andi yang kini duduk di sebelah Putri. Putri mengeluarkan handphone dari sakunya, "Sepertinya hp gue error deh, mungkin speakernya rusak." Putri menatap layar hp-nya yang retak, dan mencoba menaikkan volume suara hp-nya. "Tuh.. liat kan, Ini udah maksimal volume-nya. Jadi gak kedengaran kalau ada pesan masuk" Ucap Putri sambil menunjukkannya ke Andi.
"Loh, kamu belum ganti hp?" Tanya Andi yang kaget melihat hp Putri yang rusak parah. "Belom, kenapa kamu mau beliin yang baru?" Ledek Putri. Belum sempat Andi menjawab, Linda terlihat datang dengan tergesa-gesa.
"Putrii, Megaa.." Teriak Linda dengan semangat. "Lo kenapa sih, Linda?" Tanya Mega bingung. "Liat ini..." Ucap Linda masih dengan senyuman lebarnya, mencoba menunjukkan sesuatu dengan handphonenya.
Putri dan Mega menatap dengan amat serius, Linda menunjukkan foto dirinya dengan seorang pria. Pria itu terlihat tampan, wajahnya yang terlihat tidak asing membuat Mega dan Putri berpikir untuk menebak-nebak.
"Kaya artis ya?" Ucap Putri dengan polos, Mega menggangguk mengiyakan jawaban Putri. "Ya Tuhan, ini memang artis. Ini Steve, artis, actor dan penyanyi yang lagi terkenal itu." Jawab Linda dengan kesal.
"Ohh.. artis." Jawab Mega dengan amat biasa. Andi yang mulai penasaran, merebut dengan paksa handphone Linda. "Ihh, masih gantengan gue." Ucap Andi dengan percaya diri. "Andii, handphone gue!" Linda merebut kembali handphonenya.
"Dia artis yang lagi famous banget, saking famous-nya dia bakal main film di hollywood. Liat deh! Baru semalam gue upload foto dia di IG, dan gue tag dia dan dia respon IG gue. Follower gue naik seratus ribuan." Ucap Linda dengan bangga dan melompat kegirangan, ia pun kembali menunjukkan layar handphonenya.
"Kok Bisa?" tanya Putri penasaran, "Bokap kan punya agensi, dan ternyata Steve satu agensi sama bokap." Ucap Linda masih tersenyum bahagia. "Kenapa lo gak jadi artis aja?" Sindir Mega menatap Linda.
"Bokap larang gue, katanya suruh sekolah yang bener dulu." Jawab Linda mendengus kesal mendengar pertanyaan Mega. "Ahh... senengnya. Gak jadi artis ga apa-apa, bisa jadi selebgram." Ucap Linda masih menatap handphone-nya.
Bel masuk pun berbunyi, Putri, Mega dan Andi bisa bernafas lega karena bisa terbebas dengan Linda yang tidak henti-hentinya memamerkan fotonya yang sudah mendapatkan banyak like.
Seharian itu selama sekolah, Putri tidak bisa konsentrasi dengan pelajarannya. Mega yang menyadarinya, berulang-ulang menyenggol Putri yang terlihat melamun di jam pelajaran Biologi.
Saat pulang sekolah pun bersama Andi, Putri lebih banyak memilih diam selama perjalanan. Andi pun sadar, ada yang berbeda dengan temannya. Putri bahkan lebih banyak melamun selama perjalanan pulang.
"Makasih ya Andi." Ucap Putri tersenyum dan memberikan helm yang ia gunakan, "Kamu kenapa sih hari ini?" Tanya Andi dan memegang erat helmnya. "Aku? Gak apa-apa kok?" Ucap Putri dengan yakin.
"Kamu kalau ada apa-apa, jangan di pendam sendiri terus. Aku ini tau kamu loh Put." Andi menatap Putri dengan perhatian, "Beneran aku gak apa-apa, kamu gak perlu khawatir begitu." Ucap Putri tersenyum manis.
"Put ini kan malam minggu, kamu ada acara gak malam ini? Aku mau ajak kamu nonton." Andi menatap Putri dengan senyum lebarnya. Putri cukup terkejut dengan ajakan Andi, tidak mungkin ia mengatakan akan bertemu dengan keluarga Wijaya malam ini.
"Ee.. sorry kayanya kalau malam ini gak bisa. Ada acara keluarga." Jawab Putri dengan amat cepat, Andi yang mendengar penjelasan Putri tersenyum aneh."Tumben, acara keluarganya di luar?" Tanya Andi kembali.
"Ee.. enggak kok. Acaranya dirumah. Cuman khusus keluarga aja, kayanya ada kolega papa yang datang" Jawab Putri dengan bingung. Andi pun memaksakan senyumannya, "O—key.. Kalau begitu aku pamit dulu ya." Ucap Andi yang terlihat kecewa dengan penolakan Putri.
Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.
Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.
1. Vote dengan Power Stone.
2. Berikan Review anda.
3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca
4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.
Terimakasih :)
Find me on IG Sita_eh
Putri hanya bisa menatap Andi yang berlalu meninggalkannya, ada rasa tidak nyaman yang ia rasakan saat melihat wajah Andi yang kecewa. Putri pun belum berani untuk mengatakan sejujurnya, entah apa yang akan dipikirkan oleh Andi jika ia mengetahui malam ini dirinya akan bertemu dengan Irfan.
***
Hari yang ditunggu pun tiba,
Leyna dan Renata terlihat sangat bingung dan sibuk, mereka beberapa kali terlihat mengatur dan menata ruangan. Bunga-bunga terhias di ruangan keluarga, bahkan kali ini Putri bisa melihat sofa yang berada diruang keluarga menghilang. Digantikan dengan kursi-kursi yang amat banyak berbaris dengan rapi.
Putri berpikir dekorasi yang kakak iparnya lakukan terlalu berlebihan, hanya sebuah makan malam antar keluarga. Tapi nampak seperti acara yang terlalu resmi, bahkan para assisten rumah tangga juga terlihat sangat sibuk.
Semua saudara laki-laki sudah berkumpul di sore hari. Raja dan Rafa terlihat membawa beberapa lukisan dan vas dengan ukuran besar, terbalut dengan kertas putih dan pita merah. Mereka berniat untuk memberikannya sebagai hadiah kepada keluarga Wijaya.
Rian dan Wira, juga sibuk dengan membantu ayah mereka memilihkan setelan jas yang akan dikenakan nanti. Surya dan Roy masih sibuk memperbincangkan pekerjaan di ruang kerja.
Sepertinya hanya Putri yang tidak bersemangat dengan acara ini, ia pun memutuskan sore itu untuk masuk ke dalam kamarnya. Merebahkan dirinya di kasurnya yang empuk, dan masih menatap layar handphonenya yang retak.
Kali ini Putri berusaha menggoncangkan handphonenya, layarnya sudah mulai redup. Ia harus dengan segera menggantinya dengan yang baru. Tapi semua terlihat sangat sibuk, Putri meletakkan handphonenya di sebelahnya.
Ia mencoba memejamkan matanya, berharap untuk bisa istirahat sejenak. Tapi suara ketukan pintu terdengar, Putri sangat malas untuk beranjak dari tidurnya. "Siapa?" Tanya Putri yang masih berbaring dengan mata terpejam.
"Put, ini aku Leyna." Ucap Leyna dengan lembut. "Masuk kak, tidak dikunci kok." Ucap Putri cukup nyaring. Leyna yang melihat Putri berbaring, tersenyum dengan bingung. "Kamu gak apa-apa? Lagi sakit?" Tanya Leyna yang kini berjalan mendekati Putri.
"Gak apa-apa kok kak, cuman pengen tiduran aja." Ucap Putri yang kini membuka kedua matanya, tapi masih belum beranjak dari tidurnya. "Ini kakak bawain kamu sesuatu." Kali ini Leyna duduk disamping Putri.
Putri langsung menegakkan tubuhnya dan duduk bersampingan dengan Leyna, Putri melihat Leyna membawa sebuah kotak yang cukup besar berwarna hitam dengan pita merah yang mengelilingi kotak tersebut.
"Apa itu kak?" Tanya Putri masih menatap kotak yang dibawa Leyna, "Buat kamu, coba buka. Aku dan Renata yang mencari dan memilihnya." Ucap Leyna memberikan kotak tersebut ke tangan Putri yang langsung menerimanya.
Putri masih menatap Leyna dengan bingung, dengan pelan-pelan melepaskan ikatan pita merahnya dan membuka kotaknya dengan hati-hati. Sebuah gaun berwarna cokelat emas, terlipat rapi di dalam kotak tersebut.
Putri mengambil dan mengangkat gaun tersebut dengan amat tinggi, Gaun tersebut tidak terlalu pendek, mungkin pendeknya hanya sedengkul Putri. Tidak terlalu banyak asesoris di gaun tersebut, sebuah mutiara di sematkan di antara leher gaun.
"Bagus kan." Ucap Leyna menatap gaun Putri, "Bagus kak, tapi ini untuk apa?" Putri menurunkan gaunnya dan menatap Leyna, "Ini untuk kamu, dan supaya kamu bisa pakai malam ini." Leyna menjelaskan. Putri langsung menunjukkan reaksi yang terkejut dan bingung.
"Untuk aku pakai kak? Tapi Putri punya banyak gaun yang masih bisa Putri pakai." Putri berusaha menolak dan melipat kembali gaun tersebut ke dalam kotak. "Iya kakak tau kok, awalnya aku dan Rena juga tidak ada niat untuk membeli. Tapi melihat gaun ini, kami langsung kepikiran sama kamu." Leyna masih menatap Putri dan mencoba meyakinkannya.
"Hanya untuk malam ini saja Put, ayolah kamu tidak ingin mengecewakan aku dan Rena kan." Leyna menatap Putri dengan memohon, membuat Putri tidak enak untuk tidak menerimanya.
Putri pun menghela nafasnya dengan pendek, "Ok, Putri akan pakai gaun ini." Ucap Putri terpaksa, dan Leyna langsung menunjukkan kesenanggannya. "Ka, bagaimana kalau Putri menolaknya?" Pertanyaan Putri, langsung merubah kesenangan Leyna.
Leyna kembali tersenyum menatap Putri, dan mengusap kepalanya kemudian dagu Putri. "Kalaupun kamu menolaknya, kami tetap keluarga kamu Put. Dan kami selalu mendukung apapun pilihan kamu." Jawab leyna kali ini menggenggam tangan Putri.
Sore itu rasanya berlalu dengan sangat cepat, usai membersihan diri Putri masih menatap dirinya dalam cermin. Kembali menatap gaun yang berada di tempat tidur, pikirannya mulai berkecamuk lagi dan memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
"OK, Put ini cuman makan malam. Ketemu sama cowo itu, trus lo tinggal putusin lanjut apa gak. Simple bukan?" Ucap Putri pada cermin yang berada di depanya. "Arrgggh...." Erang Putri dengan cukup pelan.
Malam itu semua anggota sudah berkumpul, semua tampak terlihat sangat rapi. Sepertinya hanya Putri yang tampak tegang. Putri lebih memilih untuk pergi ke arah belakang rumah, duduk dikursi taman. Rumah mereka memiliki taman kecil.
Taman ini memiliki beberapa jenis tanaman, mengingatkannya kembali akan kenangan ibunya. Putri masih sangat mengingat bagaimana ibunya sering menghabiskan waktu di belakang rumah, hanya untuk menggunting daun-daun atau ranting yang kering.
Putri menatap jamnya, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Tapi tampaknya keluarga Wijaya belum tiba, Putri berpikir apakah mereka tidak jadi untuk hadir. Bagus pikir Putri sesaat.
Wira tiba-tiba saja muncul, membuyarkan lamunan Putri. "Put, kamu gak apa-apa?" Tanya Wira, "Menurut kakak?" Putri balik bertanya. "Senyum dong, kamu kelihatan gak cantik kalau manyun terus." Ledek Wira.
Putri menatap Wira dengan kesal, "Ka Wira, memang tau apa yang Putri rasain sekarang?" Ucap Putri dengan kesal. "Tau kok." Jawab Wira langsung.
"Teruss?" Putri balik bertanya, "Yah apapun keputusan kamu, kita semua sangat menghargai kok. Jadi harusnya kamu gak perlu khawatir." Ucap Wira dengan santai. Jawaban Wira hampir sama dengan Leyna, Putri semakin merasa tidak nyaman untuk berpikir.
"Dan walaupun Putri menolak perjodohan ini, apa kalian semua masih.." Wira langsung merangkul Putri dan menjitak pelan kepala Putri dengan pelan. "Mikir apa sih lo? Kita ini keluarga, dalam keadaan sulit atau senang kita masih keluarga." Wira melepaskan rangkulannya, dan menatap adiknya.
"Gue tau, sepertinya ini beban buat kamu. Karena setidaknya dengan bantuan dari Keluarga Wijaya, perusahaan keluarga kita akan sangat terbantu. Tapi kan kenyataannya papa juga tidak memaksakan kehendak, dan semuanya tinggal kamu yang buat pilihan." Ucap Wira sembari menunjuk adiknya.
"Kalian lagi apa? Cepat masuk, mereka semua sudah datang." Ucap Rian yang muncul dan mengejutkan Putri yang mendengarnya. Putri pun dengan langkah berat meninggalkan taman dan menuju ke arah dalam rumah.
Putri bisa mendengar suara orang-orang yang berkumpul dan berbincang-bincang, Putri berkali-kali menarik nafasnya, berusaha untuk tenang. Kali ini ia sudah berada di ruang tamu.
Putri melihat Rita yang tampil cantik dengan rambutnya yang diikat rapi, ia juga mengenakan gaun berwarna merah muda. Disampingnya, Putri sangat yakin kalau pria itu adalah suami dari Rita. Tidak sulit untuk menebaknya, dengan wajah bule dan rambut pirangnya.
Putri juga yakin ada pasangan suami istri dengan usia yang sepantaran dengan ayahnya, itu pasti orang tua dari Rita dan Irfan. Putri juga melihat sosok pria yang tidak asing, dingin dan angkuh.
Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.
Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.
1. Vote dengan Power Stone.
2. Berikan Review anda.
3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca
4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.
Terimakasih :)
Find me on IG Sita_eh
Commentaire de paragraphe
La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.
De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.
OK