Télécharger l’application
11.19% IHeart You / Chapter 42: Pilihan.

Chapitre 42: Pilihan.

*Flashback

Mariana masuk kedalam mobil dengan sangat terpaksa dan kesal, mengikuti langkah suaminya yang memasang wajah marahnya. Bambang tidak ingin anak-anaknya melihat mereka bertikai seperti ini, tapi istrinya sudah melewati batas dan menguji kesabarannya.

"Apa kamu sudah puas dengan apa yang sudah kamu lakukan?" Ucap Bambang yang mulai menghidupkan mobil, dan mengarahkan mobil menuju keluar rumah.

"Apa kamu sadar, tingkahmu seperti anak - anak?" Bambang kembali bertanya dengan amarahnya. "Anak-anak? Harusnya kamu yang bercermin Bam, siapa yang lebih bertingkah seperti anak-anak?" Mariana menjawab dengan nada lebih menantang.

"Sekarang apa mau kamu? Kamu pergi meninggalkan rumah, tidak memberi kabar dan tiba-tiba kamu datang dan ingin bercerai dariku. Apa itu tidak kekanak-kanakan?" Bambang kembali meninggikan nada bicaranya, Mariana balik menatapnya. Hujan yang turun dengan tiba-tiba, menambah ketegangan di antara mereka berdua.

"Apa yang aku lakukan, hanya untuk melindungi anak-anakku Bam." Suara Mariana yang bergetar, tampaknya sudah lama menahan isak tangisnya. Bambang tidak mempedulikan perkataan istrinya, dan masih terus menatap jalan di depannya.

Bambang sendiri pun tidak yakin kemana dia membawa mobilnya melaju, dia hanya ingin anak-anaknya tidak melihat ayah dan ibu mereka yang dalam keadaan kacau dan hancur. Bambang terus melajukan mobilnya di malam yang sudah larut.

"Mau kemana kita?" Tanya Mariana dengan ketus setelah cukup lama mereka berdiam diri, Bambang memberhentikan mobilnya. Terlihat lampu merah yang berada di depannya, ia berpikir bahwa ini adalah kesempatan bagus untuk berbicara dengan istrinya.

"Aku hanya ingin kita bisa bicara dengan kepala dingin." Ucap Bambang yang kali ini menatap istrinya dengan tatapan sayang. "Maafkan aku Ana, aku telah berbuat kasar terhadapmu." Ucap Bambang yang kali ini menyentuh pipi istrinya yang mulai menitikkan air mata.

"Jauh sebelum kamu berkata maaf, aku sudah memaafkanmu Bam. Aku hanya tidak bisa terima dengan apa yang sudah kau perbuat dengan anak-anakku, anak-anakmu juga." Ucap Mariana dengan sedih, dan meletakkan kembali tangan Bambang yang menyentuh pipinya.

"Aku hanya ingin yang terbaik untuk mereka." Bambang berdalih, dan kini menggenggam kedua tangan istrinya dengan erat. "Bukan Bam, apa yang kamu lakukan adalah yang terbaik untukmu bukan untuk mereka." Ucap Mariana dengan sedih. Bambang yang mendengar ucapan istrinya tertunduk malu.

"Apa kamu tidak sadar atas apa yang sudah kamu lakukan, kamu tidak memberikan pilihan kepada anak-anak kita." Mariana menatap suaminya dengan penuh harapan. "Mereka berhak atas hidup mereka, mereka berhak menjalani apa yang menjadi pilihan mereka. Karena dengan seperti itu, anak-anak kita akan belajar untuk lebih dewasa dan mereka juga akan belajar bertanggung jawab." Kali ini Mariana kembali menggenggam tangan suaminya.

"Maafkan aku Ana, aku akan berjanji demi anak-anak kita, demi istri yang kucintai. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Kau tidak akan pergi menjauh kan dariku?" Bambang menatap mata istinya yang mulai berkaca.

"Kamu tau Bam, disisi lain aku sangat egois jika meninggalkanmu dalam kondisi saat ini. Aku terlalu mencintaimu, bahkan bodohnya aku akan menjilati ludahku sendiri. Untuk meminta kau menerimaku kembali." Ucap Mariana tersenyum. Bambang yang senang mendengar perkataan istrinya, memberikan sebuah pelukan dan ciuman di kening istrinya. "I love you Ana," ucap Bambang masih memberikan ciuman kening untuk istrinya. "I Love you too." Ucap Maria tersenyum memandang wajah suaminya.

Bambang pun menyentuh pipi istrinya, menyesali tangannya yang pernah dengan kasar menyentuh pipi mariana. Bambang yang melihat lampu hijau, kembali menjalankan mobilnya dengan perlahan.

Dia akan memutuskan untuk kembali ke rumah, dan bertemu dengan anak-anaknya. Mobil itu berjalan dengan pelan di malam yang larut. Hanya ada beberapa lampu jalan yang menyoroti jalan mereka.

Suasana malam yang dingin karena hujan yang turun dan sepi, berbanding terbalik dengan perasaan bahagia yang mereka rasakan. Bambang melirik ke arah kiri jendela mobilnya, sebuah truk besar berwarna kuning seakan sudah menunggu mereka dan diam-diam bersenyembunyi untuk menyambut kedatangan mereka.

Mariana yang melihat suaminya berteriak dan memandang sisi jendelanya, seketika mengetahui ketakutan yang dirasakan oleh suaminya. Suara dentuman terdengar keras , Bambang bisa menyaksikan istrinya yang membentur jendela disampingnya.

Bambang pun ikut berputar-putar di dalam mobil, terkantuk-kantuk dan hanya bisa berpasrah. Mobil itu terseret cukup jauh dan terhenti di tepi jalan dalam kondisi yang terbalik. Kejadiannya sangat cepat dan tidak dapat disangka, kali ini Bambang merasakan rasa yang amat sakit disekujur tubuhnya, Bambang melirik istrinya yang terpejam dan berlumuran darah.

Tangan Mariana terkulai lemah dengan banyak tetesan darah yang mengalir, Bambang bisa melihat beberapa pecahan kaca menggores kulit istrinya. Sungguh sulit bagi Bambang melihat dalam keadaan terbalik, ia mencoba meraih tangan istrinya tapi hanya bisa menyentuh ujung jari Mariana.

Bambang berusaha menggerakkan jari Mariana, berharap istrinya bisa merespon dirinya. "Ana.." Panggil Bambang dengan lirih, ia pun mencoba menggeser badannya walaupun usahanya sia-sia. Badannya terhimpit antara stir mobil, ia mulai kesulitan bernafas tapi masih mencoba berusaha memanggil nama istrinya.

Mariana masih terpejam, semakin banyak darah yang mengalir dari lengannya yang tergores kaca. Bambang sudah kesulitan untuk melihat, ada rasa pusing yang ia rasakan. Dan rasanya ia pun sudah tidak sanggup untuk membuka matanya. Perlahan Bambang pun mulai kehilangan kesadarannya.

***

Present

Ruangan kerja terlihat sangat sunyi, kali ini hanya ada Putri dan Bambang. Surya dan Roy mengikuti isntruksi ayah mereka, untuk meninggalkan Bambang agar bisa berbicara dengan Putri. Bambang masih terdiam di balik meja kerjanya, masih teringat olehnya kejadian yang merengut nyawa istrinya.

Kembali ia memandang Putri, dan bangkit dari kursinya dengan memegangi tongkat yang membantu menopang tubuhnya. Berbalik dan menatap pemandangan langit malam dari jendelanya. "Janji, janji papa sama mama kamu. Untuk menjaga kalian semua." Putri mendengar ayahnya yang mulai berbicara.

"Walaupun, malam itu kalian melihat kami bertengkar. Tapi pada akhirnya, kami memutuskan untuk bersama." Bambang kali ini membalikkan badannya dan menatap wajah Putri yang masih terlihat bingung dengan arah pembicaraannya.

"Mamamu seorang yang cantik, tegas, pintar dan sifatnya yang tidak mau mengalah. Sama seperti kamu Putri." Bambang tersenyum memandang wajahnya. "Pah, Putri mau menanyakan yang tadi," Ucapan Putri tampaknya tidak dihimbaukan oleh ayahnya yang kembali melanjutkan pembicaraan.

"Kamu benar-benar, mewariskan kecantikan mama kamu. Papah masih ingat bagaimana, dia ingin memiliki seorang anak perempuan." Bambang kali ini jalan mendekati Putri dan duduk disampingnya, masih menatap wajah Putri.

"Mamamu seorang yang pantang menyerah, dia selalu membantu papa dalam perkerjaan kantor." Ucap Bambang yang kali ini terdengar sedih. "Belakangan ini, ada beberapa masalah yang harus papa hadapi di pekerjaan. Sudah cukup lama, papa dan mama mencoba semaksimal mungkin untuk mengatasinya." Suara Bambang terdengar sangat putus asa.

"Sampai akhirnya Surya memutuskan menikah dengan leyna, papa sangat kecewa saat itu. Tapi papa tidak berhenti memaksakan keinginan papa, sampai akhirnya Roy menikah dengan Renata." Putri yang mulai mengerti perkataan ayahnya, memberanikan diri untuk menatap wajah ayahnya dari dekat.

Sudah banyak kerutan yang terlihat di wajah ayahnya, walaupun wajah tampan ayahnya masih bisa terpancar. Tapi Putri bisa dengan jelas melihat kelelahan di wajah ayahnya, seperti ada beban yang selama ini dibawa oleh ayahnya.

"Keluarga Renata, banyak membantu. Tapi kenyataannya, kami tetap membuat kesalahan yang sama." Bambang menggenggam kedua tangannya dengan erat, dan Putri bisa melihat keputusasaan ayahnya.

"Perusahaan dalam keadaan genting, dan tidak banyak yang bisa kami lakukan untuk mencegahnya. Papa tidak yakin berapa banyak pegawai yang akan kami mutasi ataupun diberhentikan." Ucap Bambang masih tertunduk menatap tangannya.

"Kau ingat saat Rita datang?" Tanya Bambang dan Putri hanya menatap ayahnya dan hanya bisa mengedipkan matanya, karena nyatanya ayahnya pun tidak menunggu jawaban Putri. "Mamamu sangat menyayangi Rita, walaupun mereka tidak memiliki hubungan darah. Entah bagaimana Rita mengetahui kondisi perusahaan. Kali ini dia menawarkan bantuan, bantuan yang papa pikir akan sangat benar-benar membantu memulihkan kondisi perusahaan." Bambang meletakkan tongkatnya di sisi kursi.

"Maksud papa?" Putri kembali bingung. "Papa tidak mau ini menjadi berat untukmu, papa tidak akan memaksakan atau pun menentukan jalan hidupmu. Tapi ijinkan papa, agar kamu bisa melihat dan menentukan pilihanmu sendiri." Ucap Bambang yang merangkul Putri dengan erat.

"Ini hanyalah sebuah perkenalan, ingat janji papa? Papa tidak akan memaksa Putri." Putri menggenggam tangan papanya tanpa berkata apapun. Putri sangat sudah paham dengan pembicaraan ayahnya.

Putri memutuskan untuk kembali ke kamarnya, bahkan ia lupa dengan tujuan awalnya. Putri melemparkan handpone-nya ke tempat tidurnya, berjalan menuju meja belajarnya dan mengambil laptopnya.

Duduk bersila dan mulai menyalakan laptopnya, Putri sangat paham dengan pembicaraan ayahnya. Ayahnya mengatakan sebuah perkenalan, tapi Putri lebih menyikapinya dengan perjodohan. Walaupun tetap Putri yang akan membuat keputusan.

Putri juga kesal pada dirinya sendiri, bagaimana ia cukup egois dan tidak melihat mengapa ayahnya bersikap keras sebelumnya. Bagaimana perusahaan mereka dalam kondisi yang memprihatinkan.

Putri mulai mengetikkan kata kunci keluarga Wijaya. Banyak artikel yang muncul, dan ia harus membacanya dengan perlahan. Putri membaca beberapa artikel mengenai keluarga Wijaya.

Info yang ia dapatkan, Keluarga Wijaya sangatlah luar biasa. Keluarga tersebut berperan penting di berbagai sektor industri, bahkan mereka juga memiliki stasiun TV mereka sendiri.

Bima Wijaya adalah anak pertama dari keluarga Wijaya, dan sudah meninggal dunia hampir empat tahun yang lalu. Saat ini Brama Wijaya yang menjadi penerus dari keluarga Wijaya, Brama Wijaya memiliki seorang istri dan dua anak.

Rita sebagai anak pertamanya, dan Irfan Wijaya sebagai anak kedua mereka. Putri bisa melihat beberapa artikel yang berisikan tentang Irfan, menginformasikan kesuksesannya di usia muda dalam membantu menjalankan perusahaan keluarga.

Putri meletakkan laptop disampingnya, menyandarkan tubuhnya di sisi tempat tidur. Mencoba memahami dan menelaah kembali semua pembicaraan ayahnya. Sifat ayahnya yang tidak memaksanya, justru malah membuatnya semakin tidak nyaman. Semakin ingin melindungi ayahnya, tetapi Putri masih meragukan keberaniannya untuk berkorban.

Putri mengeluarkan sebuah foto dari buku kecilnya, foto yang ia ambil di malam ibunya meninggal. Putri mengusap foto tersebut dengan perasaan yang mendalam, terlihat wajah ibunya yang tersenyum manis memandang dirinya yang masih berusia tujuh tahun.

Perayaan ulang tahun tergambar dari foto tersebut, Putri semakin merindukan ibunya. Perasaannya yang saat ini berkecamuk, membuatnya ingin menghilang atau melupakan masalah yang sedang menunggunya.

Malam itu hujan pun turun dengan deras, Putri masih berpikir apa yang akan terjadi dengannya nanti. Akankah dia berjuang atau menyerah, Putri melangkahkan kakinya menuju jendela kamar. Menatap tetesan hujan yang turun dengan deras, air matanya pun mengalir.

Bukan karena ia terlalu sedih, tapi karena ia terlalu kecewa dengan dirinya. Kecewa akan dirinya yang belum sanggup untuk berjuang, kecewa akan dirinya karena hanya bisa berpasrahkan diri.


L’AVIS DES CRÉATEURS
Sita_eh Sita_eh

Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.

Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.

1. Vote dengan Power Stone.

2. Berikan Review anda.

3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca

4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.

Terimakasih :)

Find me on IG Sita_eh

Chapitre 43: Sungguh Memusingkan Putri.

Mega menatap Putri dengan bingung dan masih tidak percaya dengan semua cerita Putri, berkali-kali Mega mencoba untuk membuka suaranya tapi ia dengan cepat menutup mulutnya kembali. Bingung untuk memberikan saran apa yang tepat kepada temannya, dan Mega kembali hanya bisa menatap Putri dengan rasa empati dan simpati.

"Aku benar-benar hanya bisa berpasrah saat ini." Putri terlihat putus asa saat mengatakannya, Mega semakin khawatir melihatnya. "Apa kamu engak bisa menolaknya Put?" Tanya Mega.

"Aku bahkan belum memulai, bahkan belum memutuskannya. Bagaimana aku bisa menolaknya Me?" Putri balik bertanya menatap Mega yang menjadi bingung dengan jawabannya sendiri.

"Ahh... ini benar-benar membingungkan. Bahkan aku tidak akan sanggup jika ada di posisimu." Mega mulai berpikir dengan keras. "Dilema bukan." Ucap Putri.

"Aku benar-benar ingin membantu, tapi aku tidak berani untuk membuat pilihan. Terparahnya papaku bilang semua keputusan dia serahkan kepadaku. Dan dia tidak akan memaksakan kehendaknya, dan bukankah ini membuatku menjadi lebih frustasi. Bagaimana aku harus belajar bertanggung jawab dengan pilihanku." Putri menghela nafasnya dengan panjang.

"Apa Andi tau mengenai ini?" Tanya Mega dengan ragu, Putri menatap temannya dengan terkejut. "Sorry, kenapa gue tanya ini. Tapi harusnya kamu tau kan Putri, kalau Andi itu suka sama kamu." Ucap Mega memberi penjelasan pada Putri, Putri terlihat semakin menunduk menatap bangku taman sekolah.

Putri mendongakkan wajahnya, kali ini ia memandang murid yang berpasangan yang ada di depannya berbincang dengan riang. Putri kembali memperhatikannya sekelilingnya, ternyata banyak para murid yang berpasangan memanfaatkan waktu istirahat mereka dengan meluangkan waktu di taman sekolah.

"Aku gak tau Mega, harus cerita apa ke Andi. Bahkan aku gak berani untuk mengatakannya." Putri menggigit bibirnya tanpa ia sadari. "Kamu tau Mega, waktu kamu bilang kamu masih belum yakin dengan perasaan kamu ke Wira. Itu perasaan yang sama yang sekarang gue rasakan ke Andi." Mega yang mendengar ucapan Putri, seperti tidak percaya.

"Putri, aku rasa bukan karena kamu yakin atau tidak. Tapi aku rasa kamu terlalu takut untuk mengakui kalau kamu memang sayang dan cinta." Ucap Mega dengan dramatis. "Ya mungkin kamu benar Mega, mungkin aku terlalu takut. Aku takut kalau aku menjadi egois, aku takut kalau yang aku rasakan hanyalah sesaat, aku takut pada akhirnya aku akan kehilangan disaat aku terlalu mencintai." Putri kali ini mencoba untuk menahan air matanya.

Mega memegang erat tangan Putri, temannya terlihat sangat putus ada. Mega sangat memahami situasi. "Hai, kalian lagi apa sih?" Suara Andi yang terdengar riang, mengejutkan Mega dan Putri. Putri langsung menatap Mega, dan menggelengkan kepalanya dengan amat perlahan. Berharap Mega mengerti maksudnya, dan tidak membicarakan hal yang baru saja mereka bahas.

"Gak, kita cuman ngobrol-ngobrol aja." Ucap Mega tersenyum lebar menatap Andi. "Put, dari tadi aku chat kamu. Kamu gak balas-balas?" Tanya Andi yang kini duduk di sebelah Putri. Putri mengeluarkan handphone dari sakunya, "Sepertinya hp gue error deh, mungkin speakernya rusak." Putri menatap layar hp-nya yang retak, dan mencoba menaikkan volume suara hp-nya. "Tuh.. liat kan, Ini udah maksimal volume-nya. Jadi gak kedengaran kalau ada pesan masuk" Ucap Putri sambil menunjukkannya ke Andi.

"Loh, kamu belum ganti hp?" Tanya Andi yang kaget melihat hp Putri yang rusak parah. "Belom, kenapa kamu mau beliin yang baru?" Ledek Putri. Belum sempat Andi menjawab, Linda terlihat datang dengan tergesa-gesa.

"Putrii, Megaa.." Teriak Linda dengan semangat. "Lo kenapa sih, Linda?" Tanya Mega bingung. "Liat ini..." Ucap Linda masih dengan senyuman lebarnya, mencoba menunjukkan sesuatu dengan handphonenya.

Putri dan Mega menatap dengan amat serius, Linda menunjukkan foto dirinya dengan seorang pria. Pria itu terlihat tampan, wajahnya yang terlihat tidak asing membuat Mega dan Putri berpikir untuk menebak-nebak.

"Kaya artis ya?" Ucap Putri dengan polos, Mega menggangguk mengiyakan jawaban Putri. "Ya Tuhan, ini memang artis. Ini Steve, artis, actor dan penyanyi yang lagi terkenal itu." Jawab Linda dengan kesal.

"Ohh.. artis." Jawab Mega dengan amat biasa. Andi yang mulai penasaran, merebut dengan paksa handphone Linda. "Ihh, masih gantengan gue." Ucap Andi dengan percaya diri. "Andii, handphone gue!" Linda merebut kembali handphonenya.

"Dia artis yang lagi famous banget, saking famous-nya dia bakal main film di hollywood. Liat deh! Baru semalam gue upload foto dia di IG, dan gue tag dia dan dia respon IG gue. Follower gue naik seratus ribuan." Ucap Linda dengan bangga dan melompat kegirangan, ia pun kembali menunjukkan layar handphonenya.

"Kok Bisa?" tanya Putri penasaran, "Bokap kan punya agensi, dan ternyata Steve satu agensi sama bokap." Ucap Linda masih tersenyum bahagia. "Kenapa lo gak jadi artis aja?" Sindir Mega menatap Linda.

"Bokap larang gue, katanya suruh sekolah yang bener dulu." Jawab Linda mendengus kesal mendengar pertanyaan Mega. "Ahh... senengnya. Gak jadi artis ga apa-apa, bisa jadi selebgram." Ucap Linda masih menatap handphone-nya.

Bel masuk pun berbunyi, Putri, Mega dan Andi bisa bernafas lega karena bisa terbebas dengan Linda yang tidak henti-hentinya memamerkan fotonya yang sudah mendapatkan banyak like.

Seharian itu selama sekolah, Putri tidak bisa konsentrasi dengan pelajarannya. Mega yang menyadarinya, berulang-ulang menyenggol Putri yang terlihat melamun di jam pelajaran Biologi.

Saat pulang sekolah pun bersama Andi, Putri lebih banyak memilih diam selama perjalanan. Andi pun sadar, ada yang berbeda dengan temannya. Putri bahkan lebih banyak melamun selama perjalanan pulang.

"Makasih ya Andi." Ucap Putri tersenyum dan memberikan helm yang ia gunakan, "Kamu kenapa sih hari ini?" Tanya Andi dan memegang erat helmnya. "Aku? Gak apa-apa kok?" Ucap Putri dengan yakin.

"Kamu kalau ada apa-apa, jangan di pendam sendiri terus. Aku ini tau kamu loh Put." Andi menatap Putri dengan perhatian, "Beneran aku gak apa-apa, kamu gak perlu khawatir begitu." Ucap Putri tersenyum manis.

"Put ini kan malam minggu, kamu ada acara gak malam ini? Aku mau ajak kamu nonton." Andi menatap Putri dengan senyum lebarnya. Putri cukup terkejut dengan ajakan Andi, tidak mungkin ia mengatakan akan bertemu dengan keluarga Wijaya malam ini.

"Ee.. sorry kayanya kalau malam ini gak bisa. Ada acara keluarga." Jawab Putri dengan amat cepat, Andi yang mendengar penjelasan Putri tersenyum aneh."Tumben, acara keluarganya di luar?" Tanya Andi kembali.

"Ee.. enggak kok. Acaranya dirumah. Cuman khusus keluarga aja, kayanya ada kolega papa yang datang" Jawab Putri dengan bingung. Andi pun memaksakan senyumannya, "O—key.. Kalau begitu aku pamit dulu ya." Ucap Andi yang terlihat kecewa dengan penolakan Putri.


L’AVIS DES CRÉATEURS
Sita_eh Sita_eh

Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.

Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.

1. Vote dengan Power Stone.

2. Berikan Review anda.

3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca

4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.

Terimakasih :)

Find me on IG Sita_eh

Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C42
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank 200+ Classement de puissance
    Stone 0 Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous

    tip Commentaire de paragraphe

    La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.

    De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.

    OK