Hal yang teradi berikutnya adalah sebuah kecanggungan yang luar biasa, kini mereka berempat sudah berada di satu meja makan yang sama. Putri duduk disebelah Andi dan masih diam seribu bahasa. Sedangkan didepannya duduk Irfan dengan Rita yang berada di sebelahnya.
Irfan masih menatap Putri dengan wajah kesal, bajunya masih sangat terlihat basah. Beberapa poninya sudah mulai tidak tertata rapi, beberapa helaian rambut yang basah kini menutup dahinya. Kali ini Irfan melepaskan kaca matanya yang nampaknya juga terkena air pada saat Putri menyiramnya tadi di depan toilet.
"Tante yakin ini hanya kesalahpahaman saja." Ucap Rita mencoba membuka obrolan di situasi yang sangat canggung. Andi yang tidak tau harus berkata apa-apa ikut diam seribu bahasa dan hanya bisa menyaksikan kekesalan temannya yang belum juga reda.
"Putri kenalin ini Irfan adik tante, Irfan kenalin ini Putri ponakan kakak yang pernah kaka ceritakan sama kamu." Ucap Rita dan kali ini menyikut lengan Irfan, dan memberikan kode agar tersenyum kepada Putri.
Tapi bukan senyuman yang terlihat, hanya sebuat mulut yang tertutup rapat-rapat tanpa bersuara. Putri masih memalingkan wajahnya, dan mencoba untuk tidak bertemu mata dengan pria angkuh yang berada di depannya.
Selama beberapa detik, situasi benar-benar hening. Hingga salah satu pelayanmmembawa hidangan penutup yang sudah dipesan diawal oleh Putri dan Andi.
Rita masih memandang bergantian antara Irfan dan Andi. "Come on, kalian kan bukan anak kecil lagi. Putri? Irfan?" Rita mulai kesal dengan tingkah laku mereka.
Putri pun memandang Irfan yang juga memandangnya, "Jadi ini tujuan kakak? Undang aku kesini, cuman buat ketemu sama anak kecil." Ucap Irfan dengan nada sinis.
"Siapa yang kamu bilang anak kecil, gue udah punya KTP!!" Ucap Putri dengan polos. Rita memandang Irfan dengan kesal, "Irfan mana etika kamu didepan seorang perempuan?" Tanya Rita dengan nada santai, dan Irfan masih menunjukkan ketidaksukaannya terhadap Putri.
"Etika? Seharusnya kamu tanyakan itu ke anak kecil ini!" Tunjuk Irfan ke arah Putri, dan Putri hanya mengkernyitkan mulutnya. Seketika Rita langsung memukul Irfan dengan sendok yang berada di depannya. "Your language please." Ucap Rita dengan kesal, dan Irfan semakin mendengus kesal
"Tante, Putri kayanya harus pulang dulu." Ucap Putri, dan memasukkan handphonenya ke dalam sakunya. "Tunggu Putri, coba tante lihat handphone kamu?" Tanya Rita dengan ramah. Putri pun dengan ragu memberikan handphonenya yang rusak ke Rita.
"Irfan, lihat ini! Handphone Putri benar-benar rusak parah. Kamu harus menggantinya!" Perintah Rita, Irfan memandang Rita dengan pandangan kejam. "Kenapa harus aku? Sebutkan saja berapa harganya, nanti akan ditransfer uangnya." Ucap Irfan terpaksa.
"Irfan, kamu yang harus membelikan yang baru. Bukan dengan cara memberikan uang kepada Putri." Jelas Rita tersenyum. "Gak perlu tante, Putri sudah bilang putri gak butuh uang dari dia, ataupun handphone baru. Cukup permintaan maaf." Putri kembali menatap Irfan dengan sinis.
Rita pun melotot kepada Irfan, tidak melepaskan pandangannya sama sekali. Tapi Putri tau bahwa Rita memaksa adiknya untuk meminta maaf. Irfan pun mendengus kesal, "OK, aku minta maaf. Puas?" Ucap Irfan dengan sangat terpaksa.
"Nah gitu dong, susah banget untuk bilang maaf." Putri melambungkan dadanya dan menyeringai lebar. Irfan memalingkan wajahnya, dan kini berpangku tangan. "Tenang Putri, Irfan ini sebenarnya pemalu, jadi wajar kalau dia susah berbicara." Ucap Rita langsung, melihat Irfan yang masih diam.
"Apa urusan kita sudah selesai?" Kali ini Irfan mulai membuka pembicaraannya. "Kalau sudah, aku juga harus pergi dari tempat ini." Irfan kembali melanjutkan pembicaraannya dan mulai bangkit dari kursinya.
Irfan pun mengambil blezernya, meletakkan dengan rapi di pergelangan lengan kirinya. Tanpa mempedulikan orang yang berada di sekitarnya, mulai berbalik badan dan berjalan. "Irfan?" Teriak Rita dengan kesal, "Please show your respect with your sister!" Ucap Rita terdengan kesal.
Irfan menghentikan langkahnya, "You aren't my sister." Ucap Irfan membalas teriakan Rita dan pergi meninggalkan ruangan. Putri dan Andi, tidak cukup percaya dengan yang dilihat oleh mereka, Irfan begitu kasar dan angkuh bahkan dengan Rita yang merupakan keluarganya.
Rita menutup wajahnya dengan kedua tangannya yang bertopang di atas meja, "Tante?" Tanya Putri khawatir, apakah tantenya akan sedih dengan perlakuan adiknya. Sedetik kemudian, Rita berdiri tegak dengan wajah yang penuh amarah. Kemudian berjalan cepat menuju luar ruangan. Rita berjalan sangat cepat meninggalkan Putri dan Andi yang menatapnya dengan ngeri.
Putri dan Andi dibuat bingung oleh tingkah laku Rita, "Put, liat muka tante Rita tadi?" tanya Andi yang masih menatap ke arah Rita dan Irfan keluar. Putri pun menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Apa yang terjadi sama mereka?" Tanya Andi kembali, dan Putri menjawab pertanyaan Andi dengan hanya menggelengkan kepalanya.
"Kita tunggu sebentar lagi, sampai kita bisa berpamitan sama tante OK." Perintah Putri sambil mencoba mencari-cari keberadaan Rita. Tidak lama Putri dan Andi menunggu, hal berikutnya yang terjadi sungguh membuat Putri dan Andi terkejut dan bingung.
Kali ini Rita dan Irfan kembali muncul dari balik pintu masuk restoran, Putri dan Andi bisa melihat Rita seperti memaksa Irfan dengan cara menyeret paksa untuk masuk kedalam restoran. Rita dan Irfan pun sudah tiba di meja mereka, Rita yang berdiri dengan seram menatap Irfan dengan sinis, "Duduk!" Perintah Rita dengan lugas.
"OK, kau tidak perlu bersikap seperti tadi bukan." Keluh Irfan yang kini duduk kembali dan sekarang dia duduk berhadapan dengan Andi. Irfan memegang pergelangan tangannya, seperti menahan sakit karena Rita memegang pergelangannya cukup erat.
Setelah Irfan duduk, Rita pun mengambil posisi duduknya. Dan kali ini ia sudah memasang wajah tersenyum dengan lesung pipinya. "Tante,apa yang terjadi?" Tanya Putri yang sedikit takut dengan perubahan Rita yang cepat.
Rita memandang Putri masih dengan senyumannya, tidak mungkin ia mengatakan bahwa ia memaksa Irfan untuk masuk kedalam restoran. Bahkan Rita tidak mungkin mengatakan bahwa ia melakukan tekhnik *nage waza (*tekhnik membanting dalam judo) pada Irfan yang tidak mau mengikuti perintahnya.
Rita memandang Irfan dengan tersenyum, memperhatikan adiknya yang sepertinya masih kesakitan atas perbuatannya. "Gak ada apa-apa kok Put, kami hanya sedikit mengobrol tadi." Ucap Rita yang kali ini memegang bahu Irfan, dan kali ini Irfan langsung memberikan senyuman kepada Putri, "Ya hanya sedikit mengobrol." Ucap Irfan dengan sangat cepat.
Putri menatap Irfan dengan keheranan. "Put, kamu belum mau pulang kan? Kita ngobrol-ngobrol sebentar lagi ya." Ucap Rita memohon kepada Putri. Putri pun tidak bisa menolak permintaan Rita dan mengurungkan niatnya untuk pulang.
Obrolan berikutnya masih sangat canggung, terlihat Irfan yang dengan terpaksa berbicara ketika hanya ia ditanya. Rita yang lebih banyak bercerita, bagaimana Irfan di usia mudanya sudah membantu bekerja di perusahaan keluarga.
Dari obrolan Rita pun, Putri bisa melihat Irfan setidaknya bisa patuh dengan kakaknya. Irfan terlihat berbeda dari yang sebelumnya, kali ini lebih banyak tersenyum walau senyum yang dipaksakan.
Perpanjangan obrolan tidak berlangsung lama, Putri dan Andi berpamitan kepada Rita dan Irfan. Rita tentunya meminta Putri untuk pulang bersamanya, tapi Putri menolak dan lebih memilih untuk pulang dengan diantar Andi.
Putri dan Andi pergi meninggalkan ruangan terlebih dahulu. Melihat mereka sudah berlalu, Irfan pun memutuskan untuk segera beranjak. "Kau benar-benar gila!" Ucap Irfan dengan sangat kesal, "Kau yang memaksaku melakukan hal ini." Jawab Rita menatap adiknya yang kesal.
"Aku memang bukan kakakmu secara kandung, tapi aku jauh lebih tua darimu, Irfan! So be respect OK!" Jawab Rita lantang. Irfan hanya bisa bergumam dengan kesal menatap Rita. "Harusnya kamu bisa lebih mengenal calon istrimu." Rita kembali melanjutkan perkataannya. Irfan menatapnya dengan ketidaksukaan. "Kita harus bahas ini lagi, dan aku gak pernah mengiyakan atau menyetujui hal ini." Ucap Irfan kesal.
"Jadi kau lebih memilih untuk menikah dengan wanita manja dan tidak mandiri itu?" Ucap Rita yang kali ini kesal, tapi Irfan diam tidak menjawab apapun dan berlalu meninggalkan Rita.
Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.
Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.
1. Vote dengan Power Stone.
2. Berikan Review anda.
3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca
4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.
Terimakasih :)
Find me on IG Sita_eh
Putri tiba dirumah pada sore hari, suasana rumah cukup sepi. Belum ada satu anggota keluarga pun yang terlihat. Bahkan ayahnya, Leyna dan Renata belum tiba di rumah. Putri memutuskan untuk membersihkan dirinya. Hari ini benar-benar melelahkan untuknya, setelah semua yang telah terjadi pertemuannya dengan tantenya dan Irfan benar-benar menguras tenaganya untuk meluapkan emosinya.
Usai mandi, Putri duduk di tempat tidurnya. Menatap dan mengusap layar handphonenya yang retak, Putri mencoba menyalakan handphonenya dan berhasil. Handhphone masih bisa berfungsi, walau retakkan layarnya sedikit membuatnya pusing untuk membaca tulisan yang ada di layar.
"Untunglah masih menyala, setidaknya nanti aku akan minta sama papa untuk belikan yang baru. Atau ini masih bisa untuk diperbaiki ya?" tanyanya pada diri sendiri, dan melepaskan handuk yang masih bertengger di kepalanya.
Makan malam pun tiba, Raja dan Rafa tidak ikut makan malam mereka masih sibuk dengan urusan di galeri. Dan Rian pun tidak terlihat, masih sibuk dengan kegiatan di kampusnya. Hanya ada Surya, Roy,Wira dan Putri.
Leyna dan Renata juga hadir pada makan malam, entah mengapa mereka berdua terlihat sangat senang. Putri yang menyadarinya, menatap kakak iparnya dengan curiga. "Tadi bagaimana pah, check upnya?" Tanya Surya menatap ayahnya yang terlihat semakin sehat.
"Kata dokter, kesehatan papa semakin baik." Ucap Renata mewakili, "Ya benar, bahkan dokter bilang papah bisa berlari lagi." Ucap Bam tersenyum menatap Reta. "Bagus kalau begitu pap, Roy senang dengarnya." Roy menimpali omongannya.
"Oh ya sabtu malam ini, papa harap kalian tidak kemana-mana ya." Ucap Bam menatap semua anggota keluarga. "Ada apa pah?" Tanya Wira penasaran. "Kita akan kedatangan tamu." Ucap Surya menjawab pertanyaan Wira.
"Siapa?" Tanya Putri penasaran, "Keluarga Wijaya, kalian mungkin udah kenal tante Rita. Tapi kali ini keluarga Wijaya akan hadir semua, termasuk anak kedua mereka. Irfan kalau tidak salah namanya." Ucap Bambang menjelaskan, dan Putri yang mendengarnya langsung tersedak oleh makanannya sendiri. Semua orang memperhatikannya, memandang dengan bingung.
"Kamu gak apa-apa, Put?" Tanya Wira khawatir, "Gak, gak apa-apa kok kak." Jawab Putri yang kemudian menenggak air putih, untuk menghilangkan rasa sedak di tenggorokkannya.
Putri masih tidak percaya akan bertemu dengan Irfan untuk kedua kalinya, Pria sombong, dingin, keras kepala dan angkuh. Masih teringat jelas di pikirannya bagaimana kejadian tadi siang.
"Pah, apa papah sudah..?" Surya bertanya kepada ayahnya, menatap ayahnya dengan bingung. "Kita bahas, selesai makan malam OK." Jawab Bambang dengan cepat, Surya pun tidak kembali melanjutkan pembicaraannya.
Putri menatap kakak dan ayahnya dengan curiga, dan kembali menatap kakak iparnya yang berbisik-bisik sambil tersenyum. "Kak Rena dan ka Leyna, ada apa ya? Dari tadi Putri ngeliat kayanya lagi senang sekali?" Putri yang bertanya membuat Renata dan Leyna menatapnya dengan senyuman.
"Apa kalian akan tetap diam, menutupi dari suami kalian." Ucap Bambang yang sepertinya sudah mengetahui. Surya dan Roy pun melirik ke arah istri mereka dengan curiga. Putri dan Wira pun ikut melihat kakak ipar mereka.
Rena memberikan aba-aba kepada leyna, agar memulai berbicara. "Ok, aku gak tau apa ini waktu yang pas." Ucap Leyna yang kemudian memegang erat tangan suaminya yang duduk di sebelahnya. Surya masih menatap istrinya dengan bingung.
"Tadi sewaktu antar papah ke rumah sakit, aku dan Renata juga ikut untuk check up." Ucap Leyna, "Kamu sakit Renata?" Tanya Roy memotong omongan Leyna. "Enggak kok, kami baik-baik saja." Jawab Renata tenang.
"Kami check up untuk memeriksa kandungan." Ucap Leyna kembali melanjutkan pembicaraannya. "Dan Hasilnya, aku dan Renata sedang mengandung. Aku sudah masuk lima minggu, dan Renata sudah masuk tiga minggu." Leyna menjelaskan dengan semangat.
Surya dan Roy yang mendengarnya, langsung terkejut bahagia. Surya memeluk istrinya, dan Roy bahkan mencium kening Renata. Bambang yang sudah mengetahui, terlihat haru dan bahagia bahwa akan memiliki dua orang cucu dalam waktu yang berbarengan.
Putri bahkan spontan menghampiri kakak iparnya dan memberikan pelukan serta ucapan selamat. Makan malam menjadi benar-benar sangat bersemangat, Surya dan Roy pun terus berbicara mengenai persiapan bayi. Putri dan Wira pun berandai-andai, bahwa leyna dan Renata memiliki anak kembar. Maka mereka akan memiliki empat keponakan yang lucu-lucu.
Makan malam itu penuh dengan tawa dan canda, suasana makan malam penuh dengan kehangatan. Putri masih terus menatap setiap senyuman di setiap anggota keluarga yang ada, teringat dan bberandai atas kehadiran ibunya.
Makan malam yang berlangsung lama pun usai, setiap anggota keluarga memutuskan untuk beristirahat. Putri yang sudah tampak lelah pun, sudah tidak sabar merebahkan dirinya di kasur yang empuk.
Putri sudah berada persis di depan pintu kamarnya, hingga ia mengingat mengenai handphonenya yang rusak. "Ahh, hampir saja lupa. Aku harus ngomong ke papa untuk membeli handphone baru." Ucapnya pada dirinya sendiri.
Putri berbalik dan mulai berjalan untuk bertemu dengan ayahnya, awalnya ia berpikir akan menemukan ayahnya di kamarnya. Tapi ketika dia melihat ruang kerja ayahnya yang menyala, dan terdengar beberapa percakapan. Dia yakin ayahnya berada disana.
Putri bisa mendengar suara ayahnya, Surya dan Roy yang sedang berbincang. Putri kembali berpikir, apakah saat yang tepat untuk meminta sesuatu kepada ayahnya. Putri berpikir, mungkin dia harus mendengar dahulu percakapan apa yang membuat mereka bertiga belum kembali beristirahat. Jika terlalu serius, Putri berpikir akan menunda permintaannya hingga esok pagi.
"Papa enggak yakin, apa ini bisa disebut jalan keluar untuk semua masalah di perusahaan." Terdengar suara Bambang yang tampak putus asa. "Padahal, papa sudah berjanji sama mama. Papak tidak akan melakukan hal yang sama kepada anak-anak papa." Ucapan Bambang kali ini lebih putus asa dibandingkan sebelumnya.
"Pah, Roy tidak pernah menyesali keputusan Roy. Jadi jangan bersedih atas apa yang sudah terjadi dengan Roy. Roy sudah menerima semuanya." Ucapan Roy yang terlihat tenang membuat ayahnya menatapnya dengan dalam.
"Aku tau ini sangat berat, disisi lain perusahaan masih dalam keadaan genting. Apa yang aku dan Roy lakukan hanya bisa memperlambat, tapi tidak bisa mencegah hal-hal yang seharusnya sudah terjadi." Ucap Surya yang mulai putus asa.
"Bagaimana pun, papa tidak ingin mengorbankan anak-anak papa lagi. Ini janji papa sama mama kalian." Ucap Bambang dengan lirih. Terdengar helaan nafas yang panjang, Roy mendekati ayahnya yang duduk di dekatnya.
"Pah, banyak yang akan dikorbankan pada akhirnya. Kalau kita tidak membuat pilihan." Roy menyentuh bahu ayahnya, seakan tau akan beban yang dipikirkan oleh ayahnya. "Setidaknya, kita harus memberitahunya dan biarkan ia memilih." Roy kembali melanjutkan.
"Ya, kupikir itu sangat adil untuk Putri, apapun keputusannya dan apapun yang terjadi dengan keluarga kita. Setidaknya kita mencoba untuk berakhir dengan bahagia." Surya menimpali ucapa Roy.
Putri yang mendengar namanya disebut, terkejut dan tanpa pikir panjang langsung masuk kedalam ruang kerja ayahnya. "Apa yang sedang kalian bicarakan, dan apa yang sedang kalian ingin sampaikan sama Putri?" Tanya Putri dengan cukup lantang, membuat mereka bertiga yang berada di dalam ruangan menatapnya dengan kaget.
"Pah? Apa kau akan memberitahu kepadaku? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Putri.
Bambang tersenyum mendengar pertanyaan putrinya, "Sepertinya kita tidak bisa menunda lagi, bukan. Baiklah, aku akan memberitahukan kepadamu, Putri."
"Sepertinya ini akan menjadi malam yang panjang untuk aku mulai bercerita," lanjut Bambang dengan pikiran yang menerawang, mengingat kembali pada malam yang membuat dia kehilangan wanita yang dicintai.
Commentaire de paragraphe
La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.
De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.
OK