"Adik tante, harusnya sih dia sudah tiba ya." Ucap Rita sambil melihat jam tangannya. "Ahh hari ini benar-benar kacau. Rencananya aku mau mengundang keluarga Soedarmo untuk aku perkenalkan dengan keluargaku. Tapi malah tidak ada yang bisa hadir, aku harap Irfan bisa datang lebih cepat." Rita yang mulai mengeluh.
"Gak apa-apa tante, jangan terlalu kecewa begitu. Kita kan masih bisa buat acara lagi." Putri tersenyum manis memandang Rita, mencoba menenangkan hatinya. "Jadi nama adik tante Irfan?" Tanya Andi mencoba berbicara, tapi reaksi Rita malah menatapnya dengan sorotan curiga. "Kenapa, ada yang aneh sama namanya?" Rita tetap memandang Andi tanpa berkedip.
Andi yang mulai salah tingkah, menyadari kesalahannya. "Gak kok tante, namanya bagus. Kayanya namanya gak asing buat saya." Ucap Andi terburu-buru. "Tapi tante, Putri juga malah gak tau kalau tante punya adik. Bahkan Putri banyak gak tau soal tante." Ucap Putri memandang wajah Rita dengan penuh harap.
Rita pun menyatukan kedua tangannya, terlihat seperti ingin berdoa. Ia pun sepertinya senang dengan perkataan Putri. "Okey, Kamu mau tau apa Put?" Tanya Rita.
"Semuanya tante, Jujur Putri baru kenal tante. Jujur juga Putri sama sekali gak pernah tau kalau mama punya adik di panti asuhan. Kayanya Putri gak tau apapun soal tante ataupun mama." Jawab Putri dengan panjang, Rita kembali memamerkan senyum lesung pipinya.
Rita menghela nafasnya dengan panjang, seakan bingung harus memulai pembicaraan dari mana. "Okey, Seperti yang kamu ketahui. Kalau aku dan Ka Ana berasal dari panti asuhan yang sama." Rita memulai ceritanya, kali ini Andi dan Putri benar-benar menyimak Rita tanpa bersuara.
"Panti asuhan Permata Kasih adalah milik dari Bu Melati, Bibi dari Ka Ana. Ka Ana sendiri kehilangan kedua orantuanya dari umur 7 tahun, yang tante tau kecelakaan mobil yang merengut nyawa kedua orang tua Ka Ana." Ucapan Rita terhenti, melihat wajah Putri yang seketika menjadi sedih.
"Sama seperti mama ya tante, kecelakaan mobil." Ucap Putri dengan sedih. "Hei, put ini cuman suatu kebetulan. Kalau kamu gak mau tante cerita, gak apa-apa. Tante juga jadi worry kalau kamu malah sedih." Rita menggenggam erat tangan Putri.
"Gak apa-apa kok tan," Putri mencoba meyakinkan dirinya dan tantenya.
"Di Panti tidak banyak anak, hanya ada kami bertujuh. Tante adalah yang terakhir, saat itu tante umur delapan tahun ketika orangtua tante meninggalkan tante atau lebih tepatnya membuang mungkin." Kali ini Rita yang wajahnya terlihat sedih. "Saat tante baru umur delapan tahun, tante sangat susah sekali untuk didekati, anti sosial, jarang tersenyum, lebih banyak menyendiri. Yahh, mungkin karena saat itu egois tante masih tinggi." Kali ini Rita menyibakkan rambutnya ke samping bahunya.
"Lama-lama, tante pun juga semakin dekat sama Ka Ana. Apalagi ketika panti terancam untuk digusur oleh ayahmu saat itu." Rita tersenyum menahan kegelian yang dia ingat. "Kamu tau Put, Kami pernah mengerjai ayahmu sampai kami harus dikurung di penjara saat itu untuk semalam." Rita tidak bisa menahan tawanya, dan kali ini Putri dan Andi kaget dengan cerita Rita.
"Tapi kan pada akhirnya, mereka pun bersatu sebagai suami istri karena mereka saling cinta." Kali ini Rita bertopang dagu entah apa yang ia pikirkan, tersenyum di depan Putri.
"Tapi hubungan kami tidak berjalan lancar, beranjak dewasa banyak perbedaan pemahaman dan pemikiran antara tante dan mamamu." Rita memainkan jarinya di meja, membuat suara ketukan yang pelan. "Yaah, pada akhirnya kami pun mulai jarang berkomunikasi sampai akhirnya kami mencoba saling melupakan." Raut wajah Rita terlihat bingung untuk mengatakannya.
"Penyesalan itu selalu datang terlambat." Ucapnya menatap Andi dan Putri yang masih menyimak ceritanya, "Kalian yang masih muda, jangan ragu untuk ambil kesempatan bagus OK." Ucap Rita yang sepertinya mencoba menyemangati dirinya sendiri.
"Maaf tante, selama ini tante hidup sendiri?" Tanya Putri yang masih penasaran dengan kisah Rita. "Oh tidak Put, seingat tante. Tante berada di panti hanya satu tahun. Waktu itu usia tante delapan tahun, dan gak lama tante diadopsi sebagai anak angkat." Rita kembali memamerkan senyumannya yang lebar.
"Jadi Irfan, bisa disebut adik tiri tante ya?" Andi yang bertanya secara spontan, langsung membuat Rita menatapnya tanpa berkedip. Rita kembali tersenyum dengan terpaksa, terlihat pipinya terangkat dengan kaku ketika memaksakan tersenyum.
"Bisa dibilang seperti itu, waktu itu usia tante sekitar sebelas tahun ketika orang tua angkat tante mengandung Irfan. Perbedaan usia diantara kami memang terpaut jauh, tepatnya dua belas tahun." Rita pun menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi, sambil meminum minuman yang ia sudah pegang.
"Kemana anak itu, lama sekali datangnya." Ucap Rita yang melirik ke arah jam tangannya, dan terlihat gusar dan kesal. "Tante Rita, Putri ijin ke toilet sebentar ya?" Tanya Putri yang sudah tidak bisa menahan lagi, lalu bangkit dari duduknya. Andi yang terlihat tidak ingin Putri pergi, menggaruk-garukkan hidungnya mencoba menarik perhatian Putri. Tapi temannya tidak menghiraukan.
Putri pun bergegas ke arah toilet, hampir saja dirinya salah masuk toilet Pria. Bagaimana tidak pintu toilet pria dan wanita saling berhadapan, akan membuat bingung untuk pengunjung yang baru pertama kali datang ke restoran tersebut.
Putri menghelas nafasnya dengan panjang karena lega, karena sudah melakukan apa yang sudah dia tahan cukup lama. Putri membuka salah satu keran wastafel yang berjejer, mencuci tangannya dan menatap wajahnya dalam cermin yang berada di depannya.
Suara ponselnya berbunyi, Putri mengambil ponselnya dari saku bajunya. Menatap Mega yang mengirim pesan kepadanya. Putri membaca pesan Mega lalu tersenyum. Bagaimana tidak, Mega memberitahunya bahwa Wira menyatakan cinta kepadanya.
Mega : Wira nembak gue Put.
Putri : Seriusann, n How?
Mega : I accept him.
Putri : LOL...
Putri : Selamat yaa.. Akhirnya Kakakku yang bodoh itu nyatain cinta juga sama kamu. ;)
Mega : Ha..ha...
Putri, language please!!!
Sorry itu Wira.. lol
Lo lagi dimana (Wira)
(Putri : Apa sih ka Wira, chat pakai hpnya Mega)
Putri : Lagi sama Tante Rita, diajak makan siang.
Mega : Udah gue duga, tadi coba ngajakin gue juga (Wira)
Putri : Aduhh Putri pusing deh baca chatnya, ini Ka Wira apa Mega?
Mega : Lol.... Enjoy your time with Tante. Gue antar Mega pulang dulu.
Nanti kita bahas lagi di rumah OK. (Wira)
"Ka Wira apa sih, bikin bingung aja." Ucap Putri masih memegang handphonenya. Ternyata banyak notifikasi yang masuk selama ia makan tadi. Putri memutuskan untuk keluar dan mengecek beberapa email dan pesan. Bahkan Andi pun juga mengirimkan pesan singkat kepadanya.
Andi : Lamaa banget di toiletnya?? Gue udah mati gaya depan tante lo nih..
Putri yang membacanya, hanya bisa menunjukkan ekspresi kegelian membayangkan temannya yang hanya berdua dengan tantenya.
Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.
Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.
1. Vote dengan Power Stone.
2. Berikan Review anda.
3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca
4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.
Terimakasih :)
Find me on IG Sita_eh
Putri masih sibuk menatap layar handphonenya, tetap melangkahkan langkah kakinya untuk keluar dari toilet. Baru saja ia berada di luar dan masih sambil melangkah, ada seseorang yang baru saja keluar dari toilet Pria. Sosok pria itu tidak melihat Putri yang juga baru keluar dari pintu toilet wanita.
Entah dengan sengaja atau tidak sosok pria itu menabrak Putri dengan sangat keras, tubuh Putri yang terlalu kecil tentunya tidak berdampak pada prita tersebut. Putri pun tersungkur jatuh, dan seketika handphone yang ia pegang melayang dari genggamannya.
Putri yang masih belum beranjak dari lantai, menyaksikan dengan tercengang bagaimana handphonenya mendarat di lantai dengan amat keras bahkan mendengar suaranya, Putri yakin handphone mengalami kerusakan parah.
Putri menatap sosok pria yang berada di depannya, pria itu menggunakan kemeja biru gelap lengan panjang, dan dasinya yang berwarna merah marun membuat pakaiannya menjadi senada. Pria itu tetap berdiri tegak, menatap Putri dengan wajah dinginnya.
Pria itu masih menatap Putri dengan dingin, memperhatikan dengan jijik Putri yang masih belum bangkit dari lantai. Yang terjadi berikutnya membuat Putri semakin tercengang, pria itu dengan santai berjalan melewati Putri tanpa berkata apapun.
Putri yang kesal, dengan sekuat tenaga bangkit dan mengambil handphonenya yang terlihat layarnya sudah retak. "Heii kamu.. !!" Putri berteriak dengan sangat kencang, dan puas pria tersebut berhenti dan membalikkan badannya.
Wajahnya masih terlihat datar dan tanpa ekspresi, masih memandang dingin ke arah Putri. "Anda panggil saya?" Tanyanya dengan tenang. Putri bisa melihat respon pria itu yang masih terlihat sangat tenang tanpa ada perasaan bersalah sama sekali.
Putri tau pria yang ada di depannya, adalah pria dewasa. Sedangkan dia hanyalah anak SMA, mungkin karena itu pria tersebut tidak mau menghimbaukan Putri.
"Iya saya panggil anda." Jawab Putri masih dengan suara lantang, Pria tersebut tersenyum licik dan mencoba membetulkan posisi kacamatanya yang sebenarnya tidak bergeser sama sekali.
"Anda tau, gara-gara anda saya jatuh dan handphone saya juga ikut jatuh." Ucap Putri sangat kesal. "Lalu? Apa itu urusan saya?" Jawab Pria tersebut dengan angkuh. Putri yang semakin kesal dengan jawaban pria itu, menarik nafasnya mencoba mengumpulkan tenaga untuk bersiap-siap membalas ucapan pria tersebut.
"Ternyata penampilan yang baik tidak membuktikan seseorang memiliki etika yang baik ya." Putri mulai menyindir dan puas melihat reaksi pria tersebut yang mulai tersinggung.
"Apa maksud anda?" Tanya Pria itu yang sudah mulai jengkel dengan arah pembicaraan Putri. "Apa anda tidak sadar, saya terjatuh dan handphone saya juga terjatuh dari tangan saya, semua itu karena anda!" Ucap Putri dengan nada keras.
"Maksud kamu tabrakan tadi?" Pria itu berucap dan kali ini mengendurkan dasi yang ia kenakan, entah apa karena ia merasa ingin bersiap-siap bertarung dengan Putri. Atau ucapan Putri yang membuatnya seperti tercekik.
Pria itu melangkahkan kakinya ke arah Putri, Putri masih tidak bergeser dari kuda-kudanya. "Harusnya anda bisa minta maaf bukan?" Putri mulai berbicara lagi, tapi langkah pria tersebut tidak berhenti dan semakin mendekati putri. Kali ini mereka sudah sangat dekat.
Putri menyadari, pria itu tinggi. Wajahnya juga tampan, kulitnya yang cerah sangat senada dengan pakaian yang ia kenakan. Poninya yang sedikit panjangg, diaturnya ke arah belakang. Membuat semakin memperlihatkan dengan jelas setiap bagian wajahnya yang halus.
"Minta maaf?" Ucapnya sambil mendengus kesal, "Apa kamu gak sadar? Kalau kamu jatuh itu karena kesalahan kamu sendiri. Kamu yang keluar dan berjalan tanpa melihat sekitar, itu semua karena kamu sibuk dengan handphone kamu itu." Kini pria itu mendekatkan wajahnya ke arah Putri dan menunjuk ke arah hanphone yang ia pegang.
Putri yang tau ini kesalahannya, tetap tidak mau kelihatan kalah dari pria tersebut. "Siapa yang sibuk? Jelas-jelas anda yang menabrak saya, dan handphone saya rusak karena anda!" Ucap Putri yang memalingkan wajahnya dan menekuk kedua lengannya.
"Hhhh, anak SMA ya? Pantas saja? Pasti uang jajan kamu gak cukup ya untuk beli handphone baru." Pria tersebut kembali melawan perkataan Putri. "Mau berapa? Saya ganti! Cepat saya enggak ada urusan dengan anak kecil." Ucapnya meremehkan Putri yang masih mengenakan seragam sekolahnya.
"Sorry ya, saya gak butuh uang anda." Jawab Putri tanpa ragu. Terlihat wajah Pria itu semakin menunjukkan kekesalan. " Setidaknya anda kan bisa minta maaf, bagaimana pun saya ini perempuan. Apa anda tidak punya etika dan sopan santun." Putri melanjutkan ucapannya dan sama-sama menunjukkan kekesalannya.
"Minta maaf? Buat apa? Jelas-jelas yang salah itu kamu anak kecil." Jawab pria itu masih meremehkan Putri. Keributan mereka pun akhirnya mulai terdengar oleh beberapa karyawan. Seorang pelayan pria yang muncul dengan membawa nampan berisikan minuman, tampaknya sadar dengan keributan yang ditimbulkan oleh mereka berdua.
"Maaf, bapak dan nona. Apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya pelayan pria tersebut dengan ragu melihat ketegangan antara mereka berdua.
"Gak ada!" Jawab pria dan Putri secara bersamaan.
Pelayan pria itu terkejut dan takut dengan wajah seram yang ditunjukkan oleh mereka berdua. "Maaf, tapi saya rasa keributan ini bisa menganggu pengunjung kami yang lain." Ucap pelayan pria itu masih menjaga keramahtamahannya.
"Dia menabrak saya, gara-gara itu. Handphone saya jatuh dan rusak. Kalau kamu bisa suruh dia minta maaf ke saya, saya anggap masalah ini selesai." Ucap Putri dengan lantang, pria tersebut hanya menatap Putri dengan sorotan yang tajam.
"Bapak, maaf apakah itu benar? Saya rasa tidak ada salahnya, jika anda meminta maaf kepada nona ini." Ucap pelayan itu mencoba memberikan saran, dan berharap bisa dengan segera merelai pertikaian mereka.
"Minta maaf? Sudah saya bilang saya enggak mau minta maaf, karena ini bukan salah saya. Dan apa kamu engak tau siapa saya, saya ini keluarga Wijaya!" Ucap Pria tersebut dengan angkuh. "Saya bisa pecat kamu sekarang juga, kalau kamu masih suruh saya minta maaf sama anak kecil ini." Pria tersebut berhasil mengancam pelayan tersebut, terlihat eksperi ketakutan dan bingung di wajah pelayan itu.
"Maaf pak, saya tidak tau." Ucap pelayan itu dengan terbata-bata. Putri yang tau dirinya tidak dalam posisi menang dalam pertarungannya, berjalan dengan kesal menuju ke arah pelayan tersebut.
Kali ini pria tersebut, menyegir dengan puas yang menyangka Putri akan pergi berlalu bergitu saja. Tapi perkiraannya salah, Putri bukan ingin berlalu meninggalkan pria angkuh tersebut. Putri justru berjalan ke arah pelayan tersebut, karena ingin mengambil minuman yang berada di tray tersebut. Putri mengambil salah satu minuman yang berwarna merah terang.
"OK, fine... Kalau anda enggak mau minta maaf sama saya. Tapi anda pantas menerima ini." Ucap Putri dengan lantang dan tanpa ragu menyiramkan isi minuman tersebut ke arah pria tersebut.
Seketika minuman tersebut, langsung membasahi wajah dan sebagian besar baju pria tersebut. Putri tersenyum puas, sudah lama sekali dia tidak pernah bersikap arogan dan kasar seperti ini. Tapi bukan karena ingin membalas dendam, tapi Putri merasa pria tersebut pantas untuk menerima perlakuannya.
"Putri??" Terdegar suara Andi yang memanggil dirinya denga lantang, Putri menatap temannya yang menatap dirinya dengan bingung dan terkejut.
"Irfan?? Putri??" Rita yang berada disamping Andi, juga meneriaki pria angkuh yang berada di depan Putri. Mendengar nama pria tersebut dipanggil oleh tantenya, Putri langsung memandang pria tersebut dengan ketidakpercayaan. Tidak hanya dirinya, pria tersebut juga menatap Rita yang kemudian bergantian menatap Putri dengan kesal.
Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.
Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.
1. Vote dengan Power Stone.
2. Berikan Review anda.
3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca
4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.
Terimakasih :)
Find me on IG Sita_eh
Commentaire de paragraphe
La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.
De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.
OK