Senyuman Rita semakin melebar dan matanya menatap dengan penuh semangat.
"OK, kita berangkat sekarang ya?" Ucap Rita mulai menjalankan mobilnya setelah melihat Andi dan Putri yang sudah dalam posisi duduk mereka, "Tante, kok tiba-tiba datang ke sekolah dan ngajak Putri makan?" Tanya Putri yang masih menatap Rita yang masih mengemudi dengan serius.
"Tante, kangen dong sama keponakan tante." Ucap Rita dengan senyum lebarnya, kali ini mereka berhenti di lampu merah. Rita pun menatap Andi dari kaca depan mobil, memperhatikan Andi yang terlihat tidak nyaman. "Teman atau Pacar?" Kali ini bertanya ke pada Putri, Andi pun langsung terkejut memandang wajah Rita.
"Eh iya, Putri sampai lupa. Tante Rita ini Andi temanku dia satu angkatan sama Putri." Ucap Putri yang menoleh ke arah Andi, dan mengedip ke arah Andi agar dia juga memperkenalkan dirinya.
"Siang bu, eh tante maaf. Saya Andi teman Putri." Kali ini Andi memaksakan senyumannya. "Tante, kok kangennya sama Putri aja? Yang lain gak diajak?" Putri mencoba mengalihkan pembicaraan. Kali ini Rita memandang Putri dengan senyumannya.
"Tante, udah coba ajak Surya dan Roy tapi gak bisa, Si kembar sibuk di galeri, Rian sibuk, Wira lagi ada acara sama siapa tadi lupa namanya tante." Ucap Rita yang mencoba mengingat. "Mega," Putri memperjelas, "Iya benar Mega." Rita memandang heran Putri yang mengetahuinya, kali ini Putri yang memberikan senyuman lebar ke Rita.
"Kak Bam juga gak bisa karena harus check up dengan Leyna dan Renata." Rita melanjutkan penjelasannya. Rita pun mulai menjalankan mobilnya kembali, terlihat lampu hijau sudah menyala.
Pada dasarnya Putri juga masih merasa canggung dengan kehadiran tantenya, karena dia pun merasa belum ada kedekatan dengan Rita. Putri memperhatikan jalan raya di sekitarnya, Rita membawa Putri ke pusat kota. Entah dimana mereka akan menghabiskan waktu untuk makan siang mereka.
Tidak lama mereka pun sampai di depan hotel berbintang lima, gedung-gedung yang megah, dengan vintage style membuat hotel itu terlihat sangat elegan dan mewah. "Tante kita makan disini?" Tanya Putri ragu.
"Iya, restoran di hotel ini enak. Itu kata Dessy." Ucap Rita memberhentikan mobilnya di depan lobby. "Yuk, kita turun disini. Tante parkir valet aja. Dan tas kalian tingal aja di mobil, bawa handphone saja. Jangan sampai tante dianggap bawa murid kabur" Ucap Rita dengan senyum meledek. Rita pun segera membuka pintu mobil dan memberikan kunci kepada petugas valet.
Putri dan Andi, tidak menyangka makan siang mereka akan menjadi sangat formal. Ditambah seragam yang masih mereka kenakan sangat tidak cocok dengan restoran yang mereka datangi. Putri dan Andi saling bertatapan, muka mereka benar-benar menunjukkan ekspresi kebingungan, sedangkan Rita berjalan di depan mereka dengan santai.
Ruang restoran itu sangat luas, seorang pelayan restoran membukakan pintu dengan penuh ramah, pelayan itu memberi arahan tempat duduk mereka. Mereka kini berada di lantai dua. Lantai dua tidak luas seperti lantai satu, tapi setidaknya dua puluh orang pun bisa masuk kedalam ruangan itu.
Mereka bertiga duduk dekat dengan jendela. Putri dan Andi duduk bersampingan, ruangan itu benar-benar sepi, dan hanya ada mereka bertiga. "Putri, Andi kalian mulai makan saja ya, ini buffet kok. Lagian tante sudah reserved lantai dua ini kok." Ucap Rita dengan santai.
"Tante reserved?" Putri yang terlihat kaget, "Buat apa tante reserved lantai dua ini, kita kan cuman bertiga." Putri kembali bertanya. "Gak apa-apa, lagian tadi kan rencananya tante mau ajak makan siang keluarga kamu. Tapi pada sibuk semua." Rita terlihat sedikit kesal membayangkan rencananya yang gagal.
Putri dan Andi pun, yang sudah lapar segera mengambil banyak makanan dan minuman untuk mengganjal perut mereka yang kosong. Sedangkan Rita hanya mengambil sedikit makanan dan minuman.
Seorang pelayan restoran mendatangi dan menawarkan beberapa menu tambahan, Putri dan Andi memilih es krim sebagai hidangan penutup mereka. "Jadi bagaimana dengan sekolah mu, Put?" Rita mulai membuka pembicaraannya.
Putri yang sedang mengunyah makanannya, mencoba untuk menenggak minumannya terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Rita. "Baik-baik saja kok tante, sekarang Putri udah di kelas 12." Jawab Putri yang masih canggung. "Ohh kelas dua belas, kalau dulu tante sebutannya kelas 3 SMA." Rita yang terlihat sudah kenyang, meletakkan sendoknya dengan perlahan.
"Kamu umur berapa sekarang Put?" Tanya Rita, "Putri tahun ini delapan belas tahun tante." Jawab Putri, Rita pun memandang Putri dari mulai wajahnya hingga dadanya. "Anak sekarang cepat besar ya? Kalau kamu Andi?" Rita memandang ke arah Andi, yang langsung terkejut dengan pertanyaan Rita. "Tahun ini saya sembilan belas tahun." Ucap Andi pelan.
"Wah kamu pernah tinggal kelas ya?" Tanya Rita kembali, Andi yang mendengarnya langsung kaget. "Gak tante, saya ini sebelumnya nomaden tinggalnya. Jadi pas pindah, udah masuk kurikulum, jadi pernah telat masuk hampir 9 bulan. Karena tanggung, jadi tunggu semester baru." Andi menjelaskan dan terlihat Rita cukup mengerti dengan penjelasannya.
"Apa rencana kamu nanti setelah lulus, Putri?" Rita kembali bertanya. Putri yang merasa seperti diintrogasi, semakin canggung. "Jujur tante, Putri ingin bekerja dengan papa. Bantu Papa di perusahaan, mungkin Putri bisa bekerja sambil kuliah." Jawaban Putri membuat Andi yang disebelahnya sedikit terkejut, Rita pun bereaksi sama.
"Kalau kamu Andi?" Tanya Rita menunjukkan senyum lesung pipinya. "Rencananya saya mau kuliah juga tante, tapi masih cari refferensi universitas yang sesuai dengan minat saya." Ucap Andi mencoba percaya diri dengan jawabannya.
"Oo.." Jawab Rita datar, terlihat Andi yang tidak menyukai ekspresi Rita yang tidak tertarik mendengarnya. Suara dering ponsel pun terdengar, Rita menatap layar ponselnya dan dengan segera menjawabnya.
"Where are you?" Terlihat Rita yang kesal menjawab panggilan masuk. Rita berdiri dari kursinya, "Sorry tante tinggal sebentar ya." Ucapnya kemudian berlalu meninggalkan Putri dan Andi.
"Put, tante kamu itu cantik-cantik tapi nyeremin ya." Ucap Andi dengan pelan khawatir Rita bisa mendengarnya. "Aduhh Andi, aku juga kenal tante Rita baru-baru ini." Putri melirik ke arah Rita yang masih berdiri di luar dan berbicara di telepon, masih terlihat kesal. "Gue gak tau kalau nyokap lo punya adik?" Tanya Andi yang mulai penasaran.
"Long story, gak cukup waktu buat jelasin. Intinya tante Rita itu adik angkat nyokap waktu di Panti Asuhan dulu." Jawaban Putri ternyata membuat Andi susah untuk mencernanya. "Ahh,, makin gak ngerti." Keluh Andi, kini menggarukkan kepalanya, dan memilih menghabiskan makanannya. "Gue jelasin juga kayanya gak cukup sehari semalam." Ledek Putri melihat Andi yang kelaparan.
Tidak lama Rita pun sudah selesai dengan teleponnya, terlihat Rita masuk dengan wajah kecewa. "Tante, gak apa-apa?" Putri ragu untuk bertanya, tapi Rita kembali tersenyum. "Gak apa-apa kok sayang, tadi suami tante." Rita mulai mencari posisi duduknya yang nyaman.
"Tadinya tante mau kenalin ke kalian, tapi Harry terlalu sibuk. Malahan mendadak tadi dia bilang ada urusan kerjaan yang penting." Ucap Rita yang masih mempertahankan senyumannya, walau Putri merasakan kekecewaan di wajah Rita.
"Tapi sebenarnya, ada satu orang lagi yang mau tante kenalin sama kamu Putri." Rita sudah memegang gelas kopinya dan meminumnya sedikit. "Siapa tante?" Putri mulai merasa aneh dengan Rita.
Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.
Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.
1. Vote dengan Power Stone.
2. Berikan Review anda.
3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca
4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.
Terimakasih :)
Find me on IG Sita_eh
"Adik tante, harusnya sih dia sudah tiba ya." Ucap Rita sambil melihat jam tangannya. "Ahh hari ini benar-benar kacau. Rencananya aku mau mengundang keluarga Soedarmo untuk aku perkenalkan dengan keluargaku. Tapi malah tidak ada yang bisa hadir, aku harap Irfan bisa datang lebih cepat." Rita yang mulai mengeluh.
"Gak apa-apa tante, jangan terlalu kecewa begitu. Kita kan masih bisa buat acara lagi." Putri tersenyum manis memandang Rita, mencoba menenangkan hatinya. "Jadi nama adik tante Irfan?" Tanya Andi mencoba berbicara, tapi reaksi Rita malah menatapnya dengan sorotan curiga. "Kenapa, ada yang aneh sama namanya?" Rita tetap memandang Andi tanpa berkedip.
Andi yang mulai salah tingkah, menyadari kesalahannya. "Gak kok tante, namanya bagus. Kayanya namanya gak asing buat saya." Ucap Andi terburu-buru. "Tapi tante, Putri juga malah gak tau kalau tante punya adik. Bahkan Putri banyak gak tau soal tante." Ucap Putri memandang wajah Rita dengan penuh harap.
Rita pun menyatukan kedua tangannya, terlihat seperti ingin berdoa. Ia pun sepertinya senang dengan perkataan Putri. "Okey, Kamu mau tau apa Put?" Tanya Rita.
"Semuanya tante, Jujur Putri baru kenal tante. Jujur juga Putri sama sekali gak pernah tau kalau mama punya adik di panti asuhan. Kayanya Putri gak tau apapun soal tante ataupun mama." Jawab Putri dengan panjang, Rita kembali memamerkan senyum lesung pipinya.
Rita menghela nafasnya dengan panjang, seakan bingung harus memulai pembicaraan dari mana. "Okey, Seperti yang kamu ketahui. Kalau aku dan Ka Ana berasal dari panti asuhan yang sama." Rita memulai ceritanya, kali ini Andi dan Putri benar-benar menyimak Rita tanpa bersuara.
"Panti asuhan Permata Kasih adalah milik dari Bu Melati, Bibi dari Ka Ana. Ka Ana sendiri kehilangan kedua orantuanya dari umur 7 tahun, yang tante tau kecelakaan mobil yang merengut nyawa kedua orang tua Ka Ana." Ucapan Rita terhenti, melihat wajah Putri yang seketika menjadi sedih.
"Sama seperti mama ya tante, kecelakaan mobil." Ucap Putri dengan sedih. "Hei, put ini cuman suatu kebetulan. Kalau kamu gak mau tante cerita, gak apa-apa. Tante juga jadi worry kalau kamu malah sedih." Rita menggenggam erat tangan Putri.
"Gak apa-apa kok tan," Putri mencoba meyakinkan dirinya dan tantenya.
"Di Panti tidak banyak anak, hanya ada kami bertujuh. Tante adalah yang terakhir, saat itu tante umur delapan tahun ketika orangtua tante meninggalkan tante atau lebih tepatnya membuang mungkin." Kali ini Rita yang wajahnya terlihat sedih. "Saat tante baru umur delapan tahun, tante sangat susah sekali untuk didekati, anti sosial, jarang tersenyum, lebih banyak menyendiri. Yahh, mungkin karena saat itu egois tante masih tinggi." Kali ini Rita menyibakkan rambutnya ke samping bahunya.
"Lama-lama, tante pun juga semakin dekat sama Ka Ana. Apalagi ketika panti terancam untuk digusur oleh ayahmu saat itu." Rita tersenyum menahan kegelian yang dia ingat. "Kamu tau Put, Kami pernah mengerjai ayahmu sampai kami harus dikurung di penjara saat itu untuk semalam." Rita tidak bisa menahan tawanya, dan kali ini Putri dan Andi kaget dengan cerita Rita.
"Tapi kan pada akhirnya, mereka pun bersatu sebagai suami istri karena mereka saling cinta." Kali ini Rita bertopang dagu entah apa yang ia pikirkan, tersenyum di depan Putri.
"Tapi hubungan kami tidak berjalan lancar, beranjak dewasa banyak perbedaan pemahaman dan pemikiran antara tante dan mamamu." Rita memainkan jarinya di meja, membuat suara ketukan yang pelan. "Yaah, pada akhirnya kami pun mulai jarang berkomunikasi sampai akhirnya kami mencoba saling melupakan." Raut wajah Rita terlihat bingung untuk mengatakannya.
"Penyesalan itu selalu datang terlambat." Ucapnya menatap Andi dan Putri yang masih menyimak ceritanya, "Kalian yang masih muda, jangan ragu untuk ambil kesempatan bagus OK." Ucap Rita yang sepertinya mencoba menyemangati dirinya sendiri.
"Maaf tante, selama ini tante hidup sendiri?" Tanya Putri yang masih penasaran dengan kisah Rita. "Oh tidak Put, seingat tante. Tante berada di panti hanya satu tahun. Waktu itu usia tante delapan tahun, dan gak lama tante diadopsi sebagai anak angkat." Rita kembali memamerkan senyumannya yang lebar.
"Jadi Irfan, bisa disebut adik tiri tante ya?" Andi yang bertanya secara spontan, langsung membuat Rita menatapnya tanpa berkedip. Rita kembali tersenyum dengan terpaksa, terlihat pipinya terangkat dengan kaku ketika memaksakan tersenyum.
"Bisa dibilang seperti itu, waktu itu usia tante sekitar sebelas tahun ketika orang tua angkat tante mengandung Irfan. Perbedaan usia diantara kami memang terpaut jauh, tepatnya dua belas tahun." Rita pun menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi, sambil meminum minuman yang ia sudah pegang.
"Kemana anak itu, lama sekali datangnya." Ucap Rita yang melirik ke arah jam tangannya, dan terlihat gusar dan kesal. "Tante Rita, Putri ijin ke toilet sebentar ya?" Tanya Putri yang sudah tidak bisa menahan lagi, lalu bangkit dari duduknya. Andi yang terlihat tidak ingin Putri pergi, menggaruk-garukkan hidungnya mencoba menarik perhatian Putri. Tapi temannya tidak menghiraukan.
Putri pun bergegas ke arah toilet, hampir saja dirinya salah masuk toilet Pria. Bagaimana tidak pintu toilet pria dan wanita saling berhadapan, akan membuat bingung untuk pengunjung yang baru pertama kali datang ke restoran tersebut.
Putri menghelas nafasnya dengan panjang karena lega, karena sudah melakukan apa yang sudah dia tahan cukup lama. Putri membuka salah satu keran wastafel yang berjejer, mencuci tangannya dan menatap wajahnya dalam cermin yang berada di depannya.
Suara ponselnya berbunyi, Putri mengambil ponselnya dari saku bajunya. Menatap Mega yang mengirim pesan kepadanya. Putri membaca pesan Mega lalu tersenyum. Bagaimana tidak, Mega memberitahunya bahwa Wira menyatakan cinta kepadanya.
Mega : Wira nembak gue Put.
Putri : Seriusann, n How?
Mega : I accept him.
Putri : LOL...
Putri : Selamat yaa.. Akhirnya Kakakku yang bodoh itu nyatain cinta juga sama kamu. ;)
Mega : Ha..ha...
Putri, language please!!!
Sorry itu Wira.. lol
Lo lagi dimana (Wira)
(Putri : Apa sih ka Wira, chat pakai hpnya Mega)
Putri : Lagi sama Tante Rita, diajak makan siang.
Mega : Udah gue duga, tadi coba ngajakin gue juga (Wira)
Putri : Aduhh Putri pusing deh baca chatnya, ini Ka Wira apa Mega?
Mega : Lol.... Enjoy your time with Tante. Gue antar Mega pulang dulu.
Nanti kita bahas lagi di rumah OK. (Wira)
"Ka Wira apa sih, bikin bingung aja." Ucap Putri masih memegang handphonenya. Ternyata banyak notifikasi yang masuk selama ia makan tadi. Putri memutuskan untuk keluar dan mengecek beberapa email dan pesan. Bahkan Andi pun juga mengirimkan pesan singkat kepadanya.
Andi : Lamaa banget di toiletnya?? Gue udah mati gaya depan tante lo nih..
Putri yang membacanya, hanya bisa menunjukkan ekspresi kegelian membayangkan temannya yang hanya berdua dengan tantenya.
Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.
Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.
1. Vote dengan Power Stone.
2. Berikan Review anda.
3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca
4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.
Terimakasih :)
Find me on IG Sita_eh
Commentaire de paragraphe
La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.
De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.
OK