Télécharger l’application
8.39% IHeart You / Chapter 31: Hikmah 1.

Chapitre 31: Hikmah 1.

Empat hari pun berlalu, semenjak kepergian ibunya. Putri dan Wira belum memutuskan untuk bersekolah. Mereka memutuskan untuk mengambil waktu satu minggu untuk berduka. Di sisi lain Surya dan Roy mulai bekerja sama kembali untuk membantu ayah mereka di perusahaan.

Andi dan Putri selalu rutin datang berkunjung untuk menengok ayah mereka yang belum sadar. Andi selalu menyemangati Putri yang masih terlihat sedih.

Putri melihat perubahan luar biasa yang tidak dibayangkan olehnya dengan sikap Mega yang berubah. Putri ingat di hari kedua setelah kepergian ibunya, Putri masih berdiam diri di kamar. Sore itu dikamar setelah berbicara ditelepon dengan Andi, Putri mendapati ada yang mengetuk kamarnya, dan melihat sosok Mega berdiri di depannya.

Mega benar-benar berubah atas sikapnya selama ini terhadap Putri, bahkan dia pun meminta maaf membuat Putri menjadi depresi.

Putri tidak menyangka, Mega telah kembali menjadi Mega yang dulu, yang tidak memiliki dendam terhadapnya. Bahkan Mega juga mengatakan kepadanya, bahwa dia sudah mengatakan kejadian sebenarnya kepada Wira - kejadian di hari pertama sekolahnya.

Putri tentunya tidak menolak ajakan perdamaian itu, tapi saat ini dirinya masih butuh ruang untuk berpikir, dan Mega memahami akan hal tersebut.

Sore itu dihari kelima setelah kejadian, Putri mendapat kabar dari pihak rumah sakit bahwa ayah mereka telah siuman. Semua Anggota keluarga segera menuju ke rumah sakit, kecuali Rian yang sudah berada disana. Mereka sudah tidak sabar untuk bertemu dengan ayah mereka.

Sesampainya disana, mereka bisa melihat sosok ayah mereka yang selalu terlihat kuat dan tegar, sudah tidak sekuat atau setegar apapun. Ayah mereka sudah mengetahui kepergian istri tecintanya.

Isak tangis kembali menghampiri mereka, ketika mereka tidak kuat melihat ayah mereka yang menangis pilu. Putri memeluk erat ayahnya, mengatakan ia akan menjaga ayahnya layaknya Ibunya dulu menjaga ayahnya.

Bambang tidak bisa langsung keluar dari rumah sakit, apalagi kondisinya yang masih belum bisa berjalan, dan masih ada prosedur operasi yang masih harus dilewatinya untuk memasang pen diantara tulang kakinya.

Mereka semua sangat mengerti dengan kesedihan ayah mereka, tapi saat ini yang bisa mereka lakukan adalah tetap memberikan kasih sayang dan semangat kepada ayah mereka.

Sudah tiga bulan berlalu semenjak sepeninggalan ibunya, pagi itu Putri seperti biasa bersiap-siap untuk bersekolah. Sarapan pagi, saat itu sudah cukup ramai. Semua anggota keluarga berkumpul, termaksud Surya dan Leyna yang sudah tinggal bersama mereka. Renata pun tampak akrab dengan Leyna, tidak terlihat dia tidak menyukainya.

Putri berpikir apakah ini hikmah dibalik semuanya, akhirnya keluarga mereka bisa berkumpul tanpa ada konflik. Bambang terlihat pucat dan masih duduk di kursi rodanya, pasca operasi ia belum diperbolehkan untuk berjalan normal.

"Hari ini papa, akan kembali ke makam mama." Ucap Bambang, dan kini semua orang di meja makan memperhatikannya berbicara. "Papa yakin?" Tanya Surya . "Ya." Jawab papa cepat.

"Hari ini Surya dan Roy akan ke kantor. Kami belum bisa temani papa ke makam mama." Roy menjelaskan. "Papa berangkat dengan supir saja."Jelas Papa. "Jangan Pa." Larang Rian. "Bagaimana kalau kita tunda besok, kalau besok Rian bisa temani papa." Rian menjelaskan.

"Gak apa-apa kok, biar papa sendiri aja." Ucap Bambang dengan tersenyum. "Leyna antar ya pah?" Leyna mendadak menawarkan diri, terlihat ada rasa kaget yang timbul beberapa detik di wajah Bambang melihat menantu yang selalu ia musuhi menawarkan bantuannya.

"Maaf pah, Renata juga belum bisa antar. Renata juga ada keperluan di kantor, kalau besok bisa kok." Renata pun tidak mau kalah perhatian dengan Leyna. Papa pun tersenyum dengan lebar dan tertawa kecil. Semua memperhatikannya, dan juga bingung.

"Kalian semua perhatian sama papa." Suara Bambang sedikit bergetar, mereka semua mengira ayah mereka akan menangis. "Raja, Rafa, maafin papa ya. Atas sikap papa selama ini." Ucap Bambang yang memandang Raja dan Rafa yang duduk persis disisi kanan dan kirinya. Raja dan Rafa pun membalas dengan menggenggam tangan ayahnya.

"Surya dan Leyna, Papa juga minta maaf dengan kalian. Selama ini sikap papa pada kalian pasti menyusahkan." Ucap Papa kembali tersenyum dan memandang Surya dan Leyna yang membalas senyuman Bambang.

"Roy, Renata. Papa juga berterimakasih atas pengorbanan kalian." Kali ini Bambang menyeka air matanya yang keluar. "Pa, sudah jangan sedih lagi." Ucap Roy yang khawatir melihat ayahnya menitikkan air matanya.

Bambang menarik nafasnya dengan panjang, "Rian, Wira, Putri. Papa tau selama ini papa kurang perhatian pada kalian." Bambang menatap ketiga anaknya, dan kembali menitikkan air matanya, "Papa minta maaf ya." Ucap Bambang masih menyeka air matanya.

"Pah, benar kata Ka Roy. Papa jangan bersedih lagi." Putri berjalan mendekati ayahnya, dan merangkul ayahnya dengan penuh kehangatan.

"Papa jangan sedih, nanti sore Putri juga ikut bantu temani papa ke makam mama ya. Ucap Putri menatap wajah ayahnya dengan senyuman. "Papa Harus banyak istirahat, pulangnya jangan terlalu malam ya." Ucap Surya menimpali.

"Papa gak perlu pusing dengan urusan pekerjaan. Kali ini Roy dibantu Surya." Roy menatap Surya, dan Surya meresponnya dengan mengangguk cepat. Papa kembali tersenyum menatap semua anggota keluarga yang berada di meja makan.

Entah mengapa kali ini Bambang merasakan kehangatan di keluarganya, walaupun tanpa kehadiran istrinya. Sarapan pagi berlalu dengan cepat, tapi setiap anggota keluarga merasa waktu sarapan mereka berjalan dengan lama.

Canda dan tawa mulai terdengar, setiap anggota keluarga sibuk menceritakan kegiatan mereka. Bahkan kali ini Raja dan Rafa tidak ragu untuk menceritakan soal bisnis yang mereka jalani selama ini.

Setelah sarapan pagi usai. Surya dan Roy yang ditemani oleh Renata bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Wira dan Rian memutuskan untuk berangkat bersama, sedangkan Raja dan Rafa mereka pun bersiap untuk menuju galeri mereka.

Leyna, tentunya menemani papa yang berada di rumah. Keberadaan Leyna tentunya sangat membantu dalam mengelola rumah tangga, para assisten rumah tangga pun menyambut Leyna dengan sangat senang.

Sedangkan Putri seperti biasa ditemani oleh Andi menuju sekolah. Perjalanan mereka cukup lancar, dan Putri bisa merasakan sinar matahari pagi yang ia rasakan memberikannya banyak semangat dalam ia menjalani hari-harinya.

Walaupun tiga bulan sudah berlalu, Putri masih saja menerima ucapan turut berduka dari teman ataupun guru-guru disekolahnya. Kali ini Putri lebih banyak bersosialisasi dengan teman-teman kelasnya. Andi yang menyadarinya sangat senang melihat perubahan Putri.

"Putri..." Ucap Rika yang menghampiri dengan tergesa Putri dan Andi yang sedang berjalan di lorong sekolah. "Kenapa Rika?" Tanya Putri dengan senyuman, awalnya Rika sedikit bingung melihat perubahan Putri, tapi ia pun tidak terlalu memikirkannnya selama perubahan itu baik.


Chapitre 32: Hikmah 2.

"Hari ini tim kita ada presentasi, pelajaran Bu Rani. Lo satu tim kan sama gue." Jawab Rika yang tersenyum. "Oh.. itu. Tenang, udah gue siapin kok." Jawab Putri tersenyum kembali. Terlihat Rika bernafas lega. "Huhh, untunglah. Lo tau gak Put. Gue belum belajar soal materinya." Ucap Rika yang berbisik pelan, seakan takut Bu Rani guru Biologi mendengar percakapannya.

Putri pun sedikit heran dengan ucapan Rika. "Nanti lo yang jelasin ya, Akhir-akhir ini gue sibuk banget. Wira lebih jadi gila daripada sebelumnya." Ucap Rika dengan nada sarkasmenya. Putri pun sedikit geli mendengarnya. "Arrrghhh.. Bahkan malam minggu gue tetap harus ngerjain tugas dari dia." Ucap Rika yang ingin memberontak.

Putri ingat, kalau Rika merupakan calon pengganti ketua OSIS yang akan menggantikan Wira. Walau jabatannya sekarang hanya wakil ketua OSIS, terlihat banyak tugas yang diberikan oleh Wira.

"Gue gak ngerti sama Wira, Put. Sorry I know he is your brother." Ucap Rika dengan sungguh-sungguh. Tapi Putri sama sekali tidak tersinggung. "Wira terlalu perfectionis, and the worst you know? Gak ada yang calonin sebagai ketua OSIS selain gue. Untung gue udah kenal lama dia. Kalau gak.." Ucapan Rika terhenti karena melihat reaksi Andi yang aneh.

Andi mengangkat telunjuk kanannya, dan meletakkan dimulutnya. Rika masih menatap Andi dengan bingung, Andi terus memberikan kode dan saat ini mulai melotot ke arah Rika dan melirik-lirikkan matanya.

Rika yang sadar, langsung membalikkan badannya. Wira sudah berada dibelakangnya, entah sampai kapan. Tapi terlihat raut wajahnya yang seram. Rika langsung memamerkan sederatan giginya yang putih, tersenyum terlalu lebar membuat wajahnya terlihat sangat aneh.

"Eh Ka Wira.."Ucap Rika yang mulai salah tingkah. Putri mencoba menahan senyumnya melihat Wira yang sepertinya sudah mendengar semua ucapan Rika. Wira berdeham dengan keras, membuat Rika semakin salah tingkah.

"Hemm..hemmm.. Rika.. lo gak lupa kan kemarin gue suruh lo ke anak mading. Buat kasi draft kegiatan kita." Ucap Wira dengan wajah amat serius. "Ehh.. iya.. udah kok.." Jawab Rika membela dirinya.

"Kok gue liat, di mading kita belum ada info apa-apa." Ucap Wira yang tau Rika berbohong. "Eh gak ada ya." Rika kembali tersenyum lebar, "Ini mau meluncur kesana." Rika kembali memberikan penjelasannya.

"Gue, kesana dulu ya... bye Putri, Andi." Ucap Rika yang sudah siap mengambil langkah seribu. "Rikaa..." Ucap Wira kesal. "Iya ka Wira,, langsung kesana.. Putri jangan lupa nanti ya pelajaran Bu Rani." Ucap Rika sambil meninggalkan mereka dengan sangat cepat.

Putri sudah tertawa geli, Wira yang memperhatikannya terlihat ikut tersenyum. "Ka Wira, kasian loh Rika." Ucap Putri membela. "Dia harus udah terbiasa, sebenarnya dia anak yang bagus. Cuman harus diingatin terus." Ucap Wira ketus.

Bel masuk pun berbunyi, mereka bertiga memutuskan untuk kembali ke kelas masing-masing. Persiapan menjelang kenaikan kelas sudah mulai mendekati, para guru tidak hentinya memberikan ujian dadakan dan pekerjaan rumah.

Termasuk pelajaran Bu Rani, Rika benar-benar belum mempelajari materi presentasi mereka. Putri lebih banyak melakukan sesi tanya jawab , sedangkan Rika lebih banyak menyimak. Alih-alih membantu, Rika malah menjadi incaran Bu Rani yang mengetahui bahwa dia tidak menguasai materi yang dibawakan Putri.

Terlihat wajah stress Rika, menghadapi banyak pertanyaan yang diberikan oleh bu Rani. Bahkan Bu Rani tampak lebih banyak memberikan tugas kepada Rika. Sekilas Putri bisa melihat Rika menepuk jidatnya dengan buku Biologi yang ia pegang.

Istirahat itu seperti biasa, Putri sudah berada di taman sekolah. Bangku favoritnya masih kosong, seakan tau Putri akan datang dan duduk bersantai. Andi juga belum terlihat, mugkin masih sibuk dengan teman-temannya.

Putri meletakkan roti yang sudah dia habiskan separuh. Menatap langit yang cerah, hari itu tidak begitu panas. Bahkan cuaca terlihat berawan, waktu yang pas untuk beristirahat. Putri membawa buku catatan kecilnya, dan mulai menuliskan apa yang ia pikirkan.

Langit pun tersenyum,

Menawarkan keindahan yang selama ini ia sembunyikan.

Awan pun tampak menari-nari, bersiap untuk menyambut.

Angin yang bertiup pelan, seakan membisikkan kata-kata yang indah.

Langit, awan, angin merupakan kesatuan dari keindahan itu.

Keindahan yang tidak akan kau rasakan, jika kau ingin memisahkannya.

Mega mengambil duduk disebelah Putri, Putri menatapnya dengan tertegun. Mega tersenyum kemudian memberikan botol minuman ke arah Putri. "Sendirian aja Put?" Tanyanya dengan senyuman.

Mega menguncir rambutnya sangat tinggi, Putri dapat dengan jelas melihat wajahnya yang manis, tapi sorot matanya sudah tidak terlihat lagi ada kebencian. "Biasanya sih Andi suka nemenin." Ucap Putri masih memperhatikan Mega, walaupun Mega hanya menatap ke arah depan.

"Gimana kondisi kamu?" ucap Mega yang melihat ke arah pergelangan tangan Putri, yang sekarang sudah tidak terbalut kain kasa. "Udah lebih baik kok."Jelas Putri dan kali ini Mega tersenyum mendengar jawaban Putri.

"Aku harap kita bisa berteman ya Put, " Mega kembali berbicara. "Kamu tau gak Put? aku dan Wira Putus." Ucap Mega dengan santai. Putri pun kaget mendengar ucapan temannya. "Loh, kenapa?" Tanya Putri heran.

"Kayanya putus bukan kata yang tepat deh, Karena kita juga gak pernah bilang juga kalau kita pacaran." Ucap Mega yang sedikit menertawakan dirinya. "Setelah aku mengakui semua kesalahanku waktu itu.." Mega kembali mengingatkan Putri kejadian di hari pertama Mega masuk sekolah, dan masalah yang ditimbulkan.

"Wira, mengerti sih. Dia juga maafin aku kok." Ucap Mega dengan percaya diri. "Cuman, saat ini gue butuh ruang aja, ruang buat gue berpikir Put. Apa gue benar-benar sayang atau cinta sama Wira?" Mega kini menghilangkan senyumannya.

"Kenapa lo bisa mikir kaya begitu?" Tanya Putri semakin heran.

"Well, gue suka sama Wira, tapi gue ngerasa kayanya gue jauh." Mega terhenti ketika mengucapkan kata jauh, entah apa yang dipikirkannya. "Wira baik, bahkan terlalu baik. Malahan gue sempat berpikir, kalau selama ini gue tuh kejam. Dan tanpa sadar gue manfaatin Wira. Apa itu yang namanya cinta Put?" Mega kembali bertanya ke Putri, yang ia sendiri bingung untuk menjawabnya.

"Ka Wira itu sayang banget sama kamu Mega." Jawab Putri meyakinkan. Mega langsung bereaksi dengan ucapan Putri, beberapa detik terlihat tatapan matanya yang kosong.

"Wira juga sayang sama kamu Put." Ucap Mega kembali tersenyum. "Iya, tapi kan aku adiknya. Sayang sebagai kakak dan adik." Putri semakin heran dengan pernyataan Mega.

"Iya gue tau kok. Tapi.. Itu yang belum bisa gue bedain. Sebenarnya gue sayang Wira sebagai teman atau memang gue sayang karena gue ingin selalu disampingnya untuk mencintainya." Ucap Mega lirih, terlihat ada rasa sedih ketika mengucapkannya.

"Okk--ey,, gue paham sekarang. Gak apa-apa kok Me. Gue yakin suatu saat lo bisa meyakinkan hati lo sendiri. Gue yakin saat ini lo hanya sedikit bingung." Ucap Putri yang kali ini memegang tangan Mega, seakan ia mengetahui kegundahan yang dialami olehnya.


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C31
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank 200+ Classement de puissance
    Stone 0 Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous

    tip Commentaire de paragraphe

    La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.

    De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.

    OK