Télécharger l’application
7.63% IHeart You / Chapter 28: MIMPI.

Chapitre 28: MIMPI.

Malam itu pun Putri tidak dapat tidur dengan nyenyak. Banyak mimpi yang mendatangi tidurnya, rasanya tidak nyaman dan membuatnya sesak.

Sepintas ia bisa melihat sebuah awan hitam yang selalu mengikutinya, sebuah hamparan rumput yang luas terlihat disekelilingnya. Angin bertiup dengan sangat kencang, membuatnya sadar dari lamunannya untuk segera mencari tempat perlindungan

Ada sebuah sinar yang menyilaukan matanya, Putri berjalan mendekatinya. Ia mulai berjalan dengan cepat. Tapi seiring dia berjalan, sinar itu justru terus menjauhinya. Ia terlalu lelah untuk mengejarnya, kemudian berhenti untuk mengambil nafas.

Putri duduk bersimpuh, dan masih terlihat bingung. Masih menatap sinar yang menyilaukan, yang ikut berhenti ketika Putri berhenti mengejarnya. Putri masih menatap sinar itu cukup lama, dan kini ia sadar sinar itu mulai bergerak ke arahnya.

Semakin mendekat, Putri tidak berusaha untuk menghindar. Dan kini sinar itu menghantamnya, membuat silau matanya hingga ia harus memejamkan matanya untuk menghindari sinarnya yang menyilaukan mata.

Seketika tidak terjadi apa-apa, Putri hanya bisa melihat kegelapan. Ia sadar matanya terpejam dan mencoba membuka kelopak matanya dengan perlahan. Sungguh usaha yang berat untuk membuka kedua matanya. Tapi kini Putri bukan berada di hamparan rumput yang luas, dia berada di kamarnya.

Apa yang terjadi? Itu yang dipikirkannya, sambil mengingat hal terakhir yang bisa ia ingat. Ya dia mengingat kejadian semalam, ayah dan ibunya serta kakak-kakak laki-lakinya.

Putri menggerakkan lengan kirinya dan dia melihat ada beberapa perban yang sudah menutupi luka sayatannya. Putri melirik ke lengan kanannya, sebuah jarum infus terpasang di lengannya.

Putri mencoba bangkit dari tidurnya, bingung dengan situasi yang terjadi. Seingatnya dia hanya meminum obat penenang dari Roy.

Putri menyadari ada sosok pria yang sedang tertidur disisi tempat tidurnya. Pria itu pun ikut terbangun ketika Putri berusaha bangkit dari tidurnya. Putri melihat wajah Andi yang khawatir.

"Andi?" Ucap Putri dengan bingung, "Kok kamu ada disini?" Putri kembali bertanya. Andi langsung memegang dahi Putri dan kemudian tersenyum manis. "Syukurlah, demammu sudah turun." Ucap Andi tanpa menjawab pertanyaan Putri.

"Tunggu sebentar aku akan panggil perawat jaga." Andi pun bangun dan akan beranjak pergi. "Suster?" Tanya Putri dengan suara lirihnya. Andi pun berlalu meninggalkan Putri sendirian di kamar, tidak lama seorang wanita dengan pakaian perawat datang bersama Andi, menghampiri Putri untuk memeriksa keadaannya.

Perawatnya menempelkanalat pengukur suhu di telinga Putri, dan mengatakan suhu badan Putri sudah normal. Sedangkan luka sayatannya, juga sudah diberi obat dan tidak boleh terkena air. Perawat itu juga memberikan beberapa obat yang harus Putri minum, untuk menghindari infeksi luka yang lebih parah.

Tidak lama perawat itu pergi meninggalkan Andi dan Putri. "Andi, sebenarnya ada apa? Kok tau-tau kamu ada disini, dan kenapa juga aku harus dirawat sampai seperti ini?" Tanya Putri masih dengan bingung.

"Put, jangan pernah kamu ngelakuin hal kaya begini lagi." Andi terlihat khawatir, dan sekarang duduk disisinya. Putri hanya tertunduk dan tidak berani menatap wajah temannya. "Bi Lastri udah cerita semuanya, soal kejadian semalam dan perbuatan kamu belakangan ini." Andi menyentuh perban Putri dengan lembut. Dan Putri masih terdiam tidak berani berkata apapun.

"Kata Bi Lastri, semalaman kamu mengigau karena demammu yang tinggi. Dan semua orang menjadi sangat khawatir. Ka Roy sampai harus memanggil dokter untuk memeriksa keadaan kamu." Andi berucap tanpa melihat wajah Putri, dan mengambil makanan yang sudah berada di meja belajarnya.

"Kamu harus makan bubur ini, sebelum minum obat." Ujar Andi yang sekarang sudah menyendokkan sesendok penuh bubur. "Andi maaf, maaf kamu jadi repot gara-gara aku." Ucap Putri dengan cepat dan sedih, alih-alih mendengarkan Putri. Andi justru memasukkan sendok yang penuh bubur itu ke mulut Putri. Dan Putri pun mengunyahnya dengan hati-hati.

Wajah Andi masih terlihat sedih, "Sejak jam berapa kamu disini?" tanya Putri penasaran yang kini menerima gelas yang berisi air putih yang diberikan oleh Andi. "Cukup pagi sepertinya, aku khawatir dengan sikap kamu belakangan ini. Niatnya sih ingin menjemput kamu seperti biasa. Tapi ternyata..." Ucapan Andi terhenti dan kini menyentuh pipi Putri dengan lembut.

"Kalau ada apa-apa tuh bilang, jangan pernah dipendam sendiri. Aku ini kan teman kamu." Ucap Andi yang terlihat ingin menangis. "Maafin aku sekali lagi." Ucap Putri dengan lesu. Andi masih menyuapi Putri yang terlihat masih mau memakannya.

"Lihat, kamu kurus banget kaya tengkorak. Bubur ini harus kamu habiskan." Ucap Andi yang sekarang tersenyum. Putri pun mengangguk dan tersenyum dan melahap kembali suapan yang diberikan oleh Andi.

"Andi, kemana yang lain?" Tanya Putri yang sadar dengan ketidak hadiran kakak-kakaknya. "Yang lain?" Andi kembali bertanya dengan ragu dan bingung. "Iya yang lain. Ka Roy, Ka Wira, Ka Rian. Mereka ada dimana sekarang?" Tanya Putri dengan cepat, dan melihat ekspresi Andi yang semakin bingung untuk menjelaskan.

"Ee.. tadi pas aku pagi-pagi kesini. Mereka bertiga sudah ga ada. Aku cuman ketemu sama Bi Lastri." Jelas Andi yang masih mencoba memberikan suapan kepada Putri. "Gak ada? Kok bisa? Mereka kemana? Andi.." Ucap Putri dengan keras, dan menolak suapan yang diberikan oleh Andi.

"Put, aku belum tau persisnya bagaimana situasi dan kondisinya saat ini." Andi menatap Putri dengan wajah yang gusar. "Maksud kamu apa sih?" Putri kembali bingung dengan pernyataan Andi yang semakin aneh. "Aku udah chat ke Ka Wira, kalau aku udah dirumah dan jagain kamu disini." Andi menyerah menyuapi Putri dan meletakkan kembali mangkuk bubur ke meja.

"Andi, ada apa sebenarnya?" Ucap Putri yang mencoba bangkit dari tempat tidurnya, tapi Andi menahannya dan memaksa Putri untuk tidak beranjak dari tempat tidur. "Aku mau kamu tetap tenang OK?" Pinta Andi yang menggenggam tangan Putri dengan erat.

"Maksud kamu apa sih Ndi, jangan bikin aku jadi tambah kesal deh." Putri sekarang menjadi marah dengan pernyataan Andi yang berbelit-belit. "Aku belum ketemu dengan kakakmu, aku hanya info ke Wira kalau aku sudah dirumah. Aku dapat kabar ini dari Bi Lastri, karena dia yang semalaman jaga kamu di kamar." Andi menatap wajah Putri dengan amat dalam, tatapannya membuat Putri menjadi semakin tidak nyaman.

"Papa dan mama kamu mengalami kecelakaan tadi malam, dan jam 4 subuh tadi ada beberapa polisi yang datang ke rumah dan mengabari ini. Mobil mereka ditemukan sudah berada di pinggir jalan" Andi terhenti dari bicaranya, melihat ekpresi Putri yang tidak percaya dengan perkataannya.

"Semua kakakmu langsung menuju rumah sakit. Hanya itu saja yang aku tahu Put, belum ada kabar lagi mengenai kondisi orang tuamu saat ini." Andi melanjutkan pembicaraannya.


Chapitre 29: Dan Badai Mulai Menghantam Part1.

"Gak, gak mungkin. Semalam mereka masih baik-baik saja, aku tau mereka sedang bertengkar. Tapi gak mungkin kalau sampai kecelakaan." Ucap Putri yang masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Kamu bohong kan Andi, bohong kan!" Putri kini bangkit dari tempat tidurnya, menarik dengan paksa jarum infus yang melekat di lengan kanannya. Rasa sakitnya tidak ia rasakan, karena tidak sebanding dengan berita buruk yang baru saja ia dengar.

"Put, kamu jangan lakuin ini. Kondisi kesehatan kamu juga belum pulih." Ucap Andi yang sekarang memegang lengan kanan Putri, dan memperhatikan ada tetesan darah yang mengalir karena jarum infusnya di tarik dengan paksa.

"Aku harus kerumah sakit sekarang." Teriak Putri yang tidak peduli dengan lengannya yang masih meneteskan darah. "Kamu jangan halangin aku, aku malu lihat kedua orangtuaku. Aku mau tau kondisi mereka bagaimana sekarang."Ucap Putri dengan sangat histeris. Andi mencoba menahannya, dan Putri tidak bisa melawan tenaga Andi yang lebih kuat. "Lepasin Andi.. Lepasin!" Teriak Putri semakin kencang.

Suara Putri yang cukup histeris, terdengar oleh perawat. Ia langsung masuk dan kaget melihat Putri yang sudah lepas dari jarum infus. Perawat mengambil beberapa kapas, dan mencoba menghentikan tetesan darah yang masih mengalir. Sedangkan Andi membuat Putri tidak bergerak, dengan merangkulnya dari belakang dengan sangat erat.

Tenaga Putri benar-benar sudah terkuras habis, akhirnya ia pun menyerah untuk melawan. Andi yang sadar, mulai dengan pelan melepaskan genggamannya yang erat. "Kamu sudah tenang?" Tanya Andi masih terlihat khawatir, Putri mengangguk dengan pelan dan menatap Andi dengan wajah pucatnya.

"Aku telepon ka Wira dulu ya di luar, kamu tenang dulu disini." Ucap Andi kemudian melirik ke arah perawat yang berada di samping Putri. "Ya Mas Andi, saya jaga non Putri disini." Ucap perawat itu tersenyum lebar.

Andi pun berlalu meninggalkan Putri, dan menghilang dari balik pintu kamarnya. Perawat itu kini mengambil alat pengukur suhu yang diletakkan di belakang telinga putri, hanya butuh beberapa detik kemudian dia mulai mencatat suhu badan Putri. "Mba Putri, sudah gak demam lagi." Perawat itu menjelaskan masih dengan senyuman.

Putri hanya membalas dengan tatapan datarnya, saat ini hatinya sungguh tidak bisa tenang memikirkan kondisi kedua orangtuanya. Terlebih lagi dengan kondisinya yang saat ini juga dalam keadaan tidak sehat, membuatnya semakin membenci dirinya sendiri.

Putri menatap balutan kain kasa yang berada di pergelangan tangannya, ia akhirnya mulai menyesali apa yang sudah pernah dia lakukan. Betapa bodoh keputusannya untuk mencoba mengakhiri hidupnya, mengapa ia tidak memikirkan kondisi keluarganya. Mengapa ia terlalu egois mementingkan diri sendiri, dan menganggap dirinya yang paling menderita.

Putri menggenggam bajunya dengan sangat erat, ia sangat kesal dengan dirinya sendiri. Tanpa ia sadari, ia kembali menangisi keadaannya.

Perawat itu terlihat simpati melihat Putri yang menangis, tapi tidak berani untuk menenangkannya. Hanya menatap Putri yang sedang meratapi nasibnya.

Pintu kamar tebuka dengan kencang, Andi muncul dari balik pintu. Wajahnya menunjukkan kepanikan, Putri melihat temannya menjadi bingung. "Put, kamu ganti baju kamu ya, kita siap-siap." Ucap Andi sedikit terengah-engah. "Pak Bimo akan antar kita kerumah sakit." Andi kembali melanjutkan.

Putri tidak kembali berargumen dengan Andi, dengan segera dan tenaga yang masih tersisa dan juga dibantu dengan perawat. Putri dengan cepat mengganti bajunya, Andi yang sudah menunggu di bawah, di ruang tamu duduk masih memandang layar handphonenya dengan cemas.

Melihat Putri yang sudah bersiap-siap, Andi pun tersenyum menatap temannya. Walaupun Putri sadar senyum yang ia rasakan terlihat hampa. "Aku udah enakkan kok Andi, kamu jangan khawatir. Ayo kita berangkat."Putri menjelaskan dan melihat Andi yang masih terlihat cemas. "OK, kita berangkat sekarang. Pak Bimo sudah siap." Ucap Andi.

Dengan diantar Pak Bimo, Andi dan Putri dengan segera menuju rumah sakit. Selama perjalanan Putri tidak bisa berkata-kata banyak dengan Andi, pikirannya hanya tertuju kepada kondisi ayah dan ibunya.

Putri terus berdoa di dalam hatinya, agar tidak terjadi sesuatu yang serius ataupun berbahaya. Pikirannya terus menerawang, perjalanan yang hanya membutuhkan tigapuluh menit. Membuat Putri merasa perjalanan ke rumah sakit membutuhkan waktu berjam-jam.

Mereka pun akhirnya tiba di rumah sakit, Andi yang sudah mengetahui dimana ruangan orangtua Putri berada, langsung mengarahkannya.

Putri memperhatikan situasi rumah sakit, terlihat beberapa dokter dan perawat yang sibuk dengan para pasien yang berdatangan.

Putri mengikuti langkah Andi yang cepat menuju lift, Andi menekan tombol tiga dan mereka masih terdiam tanpa berkata satu katapun. Putri sudah sangat tidak sabar untuk bertemu dengan orangtuanya.

Pintu Liftt pun terbuka, mereka bergegas keluar. Setelah melewati beberapa koridor, akhirnya Putri bisa melihat kakak iparnya Leyna yang sedang duduk di depan ruangan bersama suaminya Surya. Surya terlihat tertunduk lesu dan Leyna terus menerus menggenggam kedua tangan suaminya.

Wira, Rian dan Roy berdiri didepannya. Wajah mereka semua terlihat lelah dan jelas sekali ada kesedihan yang terpancarkan. Bahkan terlihat Wira yang mencoba untuk menahan air matanya.

Sedangkan Rian yang berusaha menenangkan Wira pun terlihat berlinang air mata. Putri yang baru saja tiba dengan Andi, langsung menjadi sorotan mereka semua.

Putri tidak menyukai sorotan mata mereka, terlihat sangat tidak nyaman dan membuat hati Putri teriris. Wira melepaskan rangkulan Rian dan berjalan pelan ke arah Putri, kemudian memeluk Putri dengan erat sambil menahan airmatanya yang sudah berlinang. Putri tidak pernah melihat Wira seperti ini, tidak pernah merasakan Wira terlihat hancur.

"Ka Wira, ada apa?" Tanya Putri dengan hati yang ikut sedih. "Mama, papa mana kak." Tanya Putri kembali. "Put.. putri.." Ucap Wira dengan terbata dan isak tangisnya.

Surya tertunduk dalam duduknya dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, mencoba menahan airmatanya yang terus berlinang. Sedangkan Roy yang terlihat kesal, memukul dinding yang berada didekatnya dengan sangat kesal.

Putri menyadari kalau dia berada persis didepan kamar pasien, Putri juga mendengar ada banyak tangisan di dalam ruangan tersebut. "Ka, siapa didalam?" Tanya Putri yang ragu, Wira tidak menjawab pertanyaan Putri, bahkan tidak ada yang menjawab pertanyaannya.

Wira menegakkan wajahnya, menatap adiknya dengan lembut. Putri melepaskan pelukan kakaknya, dan berjalan dengan pelan melewati Roy, Rian, leyna dan Surya. Ia pun tiba di depan pintu yang sudah terbuka separuhnya.

Putri melihat sebuah tempat tidur pasien, Raja dan Rafa berada di sisi kanan dan kiri tempat tidur. Seseorang terbaring di tempat tidur tersebut, Putri tidak dapat melihat wajah orang tersebut karena terhalangi oleh pintu yang belum terbuka sempurna.

Raja dan Rafa terlihat sangat histeris, bahkan sepertinya mereka tidak menyadari Putri yang dengan perlahan memasuki ruangan. Ruangan itu cukup luas dengan hanya satu tempat tidur berada di tengahnya. Putri kembali memandang ke arah tempat tidur, sepertinya belum siap menerima apa yang ia lihat di depan matanya.


L’AVIS DES CRÉATEURS
Sita_eh Sita_eh

Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.

Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.

1. Vote dengan Power Stone.

2. Berikan Review anda.

3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca

4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.

Terimakasih :)

Find me on IG Sita_eh

Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C28
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank 200+ Classement de puissance
    Stone 0 Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous

    tip Commentaire de paragraphe

    La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.

    De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.

    OK