Télécharger l’application
7.37% IHeart You / Chapter 27: Kelabu.

Chapitre 27: Kelabu.

Roy menarikkan selimut hingga menutupi leher Putri. Wira pun mematikan lampu kamar dan menghidupkan lampu tidur. Roy memberikan instruksi kepada kedua adiknya agar segera keluar dari kamar.

"Kalian berdua, urusan kita belum selesai. Jelaskan apa yang terjadi." Ucap Roy dengan berbisik. Mereka bertiga pun menuju dapur, tempat untuk mereka saling memberikan penjelasan.

Wira memulai penjelasannya dengan sikap Putri yang mulai kembali kasar ke Mega, dan mulai menceritakan bagaimana Putri dan Andi datang menghampiri Raja dan Rafa. Serta bagaimana Raja meluapkan emosinya terhadap Putri.

Rian juga mulai menjelaskan bagaimana Raja dan Rafa memulai hobi mereka dan bagaimana Rian membantu si kembar untuk menyalurkan hobi si kembar dengan tepat dan benar. Mengajari mereka mengenai cara penjualan dan promosi.

Roy menarik napasnya dengan sangat panjang, dan menyeruput kopi yang baru dibuatnya. "Hhh, sepertinya Raja terlalu berpikir jauh, seharusnya dia bisa menanyakan terlebih dahulu. Alasan kenapa papa bersikap keras seperti ini." Roy kembali meletakkan kopinya. "Maksudnya Kak?" Tanya Rian bingung.

"Orang tua mana sih yang akan membiarkan anaknya dalam bahaya, apa yang dilakukan ayah kita kepada Raja dan Rafa sebenarnya adalah sebuah perlindungan orangtua terhadap anaknya." Roy kembali menyeruput kopinya. Wira dan Rian masih mengamati kakaknya.

"Hanya saja sudut pandang kalian yang harus dirubah. Ayah kita lebih melihat ke arah masa depan. Misalkan saja..." Roy menatap kedua adiknya, mencari suatu hal yang bisa ia berikan contoh. Sehinga Rian dan Wirya, bisa memahami maksud penjelasannya. "...Bayangkan jika Putri, memang harus di pidana akan kesalahannya atas perbuatannya dengan Mega." Roy menyandarkan punggungnya pada sisi bangku dan menatap ke arah Wira, seakan-akan menunggu Wira untuk bisa memberikan kesimpulan.

"Aku tau Mega itu pacarmu Wira, tapi aku tidak yakin Putri masih mau melakukan hal kasar yang sama seperti dulu." Roy menggaruk kepalanya, seperti bingung untuk menjelaskan. "Kalian gak paham ya? OK... Jika saja...Putri saat itu dipidana, dan... Ya... dia menerima hukuman atas perbuatan yang dilakukannya. Tapi apa akan memperbaiki situasi yang ada saat itu? Bukankah, yang terpenting saat itu adalah memastikan Mega dalam kondisi selamat dan baik bukan?" Roy sesaat berhenti untuk melihat reaksi adik-adiknya.

"Dan hal yang sama dilakukan papa untuk Raja dan Rafa. Apakah dengan mengijinkan mereka melakukan atau melanjutkan apa yang sudah mereka mulai, akan membuat situasi menjadi lebih baik. Tidak bukan, Ayah kita hanya memikirkan masa depan Raja dan Rafa." Terlihat raut wajah Roy yang lelah dan sedih.

"Yah.. Harus aku akui. Memang ada sikap papa yang sudah keterlaluan malam itu. Tapi... Itu semua, karena saat ini beban papa sudah cukup banyak." Roy memegang dan menatap gelas kopinya dengan sangat erat.

"Sejujurnya, ah... Aku tidak tahu apa kalian sudah siap untuk mendengar ini atau tidak." Ucap Roy yang mulai terdengar khawatir. "Apa Kak Roy?" Tanya Rian Ragu.

"Jadi kalian ingin mengetahuinya?" Tanya Roy kembali. Rian dan Wira mengangguk bersamaan, dengan pelan. "Mmm... Baiklah kakak rasa kalian sudah seharusnya mengetahui kondisi yang sebenarnya." Roy mengambil napasnya dengan dalam, sepertinya yang akan ia sampaikan terdengar sangat sulit dan berat.

"Asal kalian tahu, beberapa tahun belakangan ini perusahaan mengalami kemunduran yang cepat bahkan terlalu cepat." Roy kembali melihat reaksi adik-adiknya yang masih bingung, dan kaget dengan ucapan Roy.

"Bahkan perkawinanku dengan Renata, ternyata tidak dapat membantu banyak. Yahh walaupun ayah mertuaku sudah memberikan beberapa suntikan dana segar. Tetap saja kami harus menutup beberapa perusahaan cabang kecil."Roy terlihat sedih saat mengucapkan hal itu.

"Sebenarnya aku sungguh kasihan dengan papa. Ada baiknya jika kalian sesekali, menyempatkan atau mungkin harus datang ke perusahaan! Melihat betapa crowded-nya situasi disana. Kami tidak mungkin melakukan PHK besar-besaran, kami hanya bisa memindahkan banyak karyawan. Bagi mereka yang mau akan bertahan, sedangkan mereka yang tidak mau, akan mengundurkan diri dengan sukarela." Roy mendengus dengan kesal.

Wira dan Rian saling menatap dalam diam, belum ada satu patah yang keluar dari mulut mereka. Masih terus menyimak penjelasan Roy, yang semakin gelisah saat menceritakan.

"Terlihat sangat kejam bukan? Karena kami tidak memiliki pilihan.Ta-pi... kami sudah mencoba berbagai macam hal untuk membantu meningkatkan pemasukan." Roy menghabiskan kopinya dengan sekali tegukan.

"Itu sebabnya, papa sangat bersikeras agar Raja dan Rafa bisa serius dengan kuliah mereka, karena papa berharap mereka bisa memberikan bantuan di perusahaan." Ucap Rian yang kini sadar dengan arah pembicaraan Roy.

"Ya benar, bayangkan berapa banyak karyawan yang bekerja sudah bertahun-tahun dan harus keluar tanpa mendapatkan apapun, karena perusahannya mengalami pemerosotan income dan belum mampu membayar tunjangan dalam jumlah besar. Mungkin kalau satu atau dua karyawan kami masih mampu. Tapi bagaimana jika sampai ratusan?" Roy menjelaskan, dan terlihat raut wajahnya yang sangat lelah.

"Hei tenang, jangan terlalu khawatir." Roy kembali tersenyum melihat reaksi Rian dan Wira yang cukup kaget mendengar penjelasan Roy. "Kita pasti akan cari jalan keluarnya." Roy kembali menyemangati dirinya.

"Kak Surya?" Tanya Rian. Roy sedikit terkejut Rian menanyakan Surya, tapi kemudian kembali memberikan senyuman kepada Rian. "Surya, ya tentunya dia sangat tahu mengenai hal ini. Sejujurnya aku berharap Surya bisa kembali ke perusahaan dan membantu kami untuk pemulihan." Pikiran Roy kembali menerawang.

"Beberapa kali aku mengajaknya untuk kembali bergabung, tapi dia menolak dan tentunya ini karena sikap papa yang masih belum menerima Leyna sebagai menantunya." Roy memegang dahinya, seakan ia merasakan pusing di kepalanya.

"Ternyata keluarga sempurna kita perlahan mulai hancur ya." Ucap Wira dengan tersenyum sinis. "Hei, kita gak boleh pesimis seperti ini bukan." Rian menegaskan. "Gue gak akan nyangka, Putri berani melakukan hal nekad." Rian kembali berbicara.

"Apa perlu kita beritau papa dan mama soal ini." Wira menegakkan posisi badannya, menatap Roy yang masih memegang dahinya. "Hmm, saat ini jangan dulu. Biarkan orang tua kita menyelesaikan masalah mereka." Jawab Roy dengan tenang.

"Cukup awasi adik kita, jangan sampai dia melakukan hal yang lebih parah lagi." Roy berkata dengan serius, menatap kembali wajah Rian dan Wira yang memperhatikannya.

Malam itu mereka bertiga banyak menghabiskan waktu untuk saling bercerita, mereka sepakat untuk mendukung apapun keputusan orang tua mereka. Asalkan semua bisa berakhir dengan baik. Malam itu hujan pun turun, seakan turut bersedih dengan apa yang dialami keluarga mereka. Wira dan Rian memutuskan untuk beranjak ke kamar mereka, sedangkan Roy masih menunggu kabar dari kedua orangtuanya. Terus menatap hujan yang turun dengan lebat dari arah jendela.


Chapitre 28: MIMPI.

Malam itu pun Putri tidak dapat tidur dengan nyenyak. Banyak mimpi yang mendatangi tidurnya, rasanya tidak nyaman dan membuatnya sesak.

Sepintas ia bisa melihat sebuah awan hitam yang selalu mengikutinya, sebuah hamparan rumput yang luas terlihat disekelilingnya. Angin bertiup dengan sangat kencang, membuatnya sadar dari lamunannya untuk segera mencari tempat perlindungan

Ada sebuah sinar yang menyilaukan matanya, Putri berjalan mendekatinya. Ia mulai berjalan dengan cepat. Tapi seiring dia berjalan, sinar itu justru terus menjauhinya. Ia terlalu lelah untuk mengejarnya, kemudian berhenti untuk mengambil nafas.

Putri duduk bersimpuh, dan masih terlihat bingung. Masih menatap sinar yang menyilaukan, yang ikut berhenti ketika Putri berhenti mengejarnya. Putri masih menatap sinar itu cukup lama, dan kini ia sadar sinar itu mulai bergerak ke arahnya.

Semakin mendekat, Putri tidak berusaha untuk menghindar. Dan kini sinar itu menghantamnya, membuat silau matanya hingga ia harus memejamkan matanya untuk menghindari sinarnya yang menyilaukan mata.

Seketika tidak terjadi apa-apa, Putri hanya bisa melihat kegelapan. Ia sadar matanya terpejam dan mencoba membuka kelopak matanya dengan perlahan. Sungguh usaha yang berat untuk membuka kedua matanya. Tapi kini Putri bukan berada di hamparan rumput yang luas, dia berada di kamarnya.

Apa yang terjadi? Itu yang dipikirkannya, sambil mengingat hal terakhir yang bisa ia ingat. Ya dia mengingat kejadian semalam, ayah dan ibunya serta kakak-kakak laki-lakinya.

Putri menggerakkan lengan kirinya dan dia melihat ada beberapa perban yang sudah menutupi luka sayatannya. Putri melirik ke lengan kanannya, sebuah jarum infus terpasang di lengannya.

Putri mencoba bangkit dari tidurnya, bingung dengan situasi yang terjadi. Seingatnya dia hanya meminum obat penenang dari Roy.

Putri menyadari ada sosok pria yang sedang tertidur disisi tempat tidurnya. Pria itu pun ikut terbangun ketika Putri berusaha bangkit dari tidurnya. Putri melihat wajah Andi yang khawatir.

"Andi?" Ucap Putri dengan bingung, "Kok kamu ada disini?" Putri kembali bertanya. Andi langsung memegang dahi Putri dan kemudian tersenyum manis. "Syukurlah, demammu sudah turun." Ucap Andi tanpa menjawab pertanyaan Putri.

"Tunggu sebentar aku akan panggil perawat jaga." Andi pun bangun dan akan beranjak pergi. "Suster?" Tanya Putri dengan suara lirihnya. Andi pun berlalu meninggalkan Putri sendirian di kamar, tidak lama seorang wanita dengan pakaian perawat datang bersama Andi, menghampiri Putri untuk memeriksa keadaannya.

Perawatnya menempelkanalat pengukur suhu di telinga Putri, dan mengatakan suhu badan Putri sudah normal. Sedangkan luka sayatannya, juga sudah diberi obat dan tidak boleh terkena air. Perawat itu juga memberikan beberapa obat yang harus Putri minum, untuk menghindari infeksi luka yang lebih parah.

Tidak lama perawat itu pergi meninggalkan Andi dan Putri. "Andi, sebenarnya ada apa? Kok tau-tau kamu ada disini, dan kenapa juga aku harus dirawat sampai seperti ini?" Tanya Putri masih dengan bingung.

"Put, jangan pernah kamu ngelakuin hal kaya begini lagi." Andi terlihat khawatir, dan sekarang duduk disisinya. Putri hanya tertunduk dan tidak berani menatap wajah temannya. "Bi Lastri udah cerita semuanya, soal kejadian semalam dan perbuatan kamu belakangan ini." Andi menyentuh perban Putri dengan lembut. Dan Putri masih terdiam tidak berani berkata apapun.

"Kata Bi Lastri, semalaman kamu mengigau karena demammu yang tinggi. Dan semua orang menjadi sangat khawatir. Ka Roy sampai harus memanggil dokter untuk memeriksa keadaan kamu." Andi berucap tanpa melihat wajah Putri, dan mengambil makanan yang sudah berada di meja belajarnya.

"Kamu harus makan bubur ini, sebelum minum obat." Ujar Andi yang sekarang sudah menyendokkan sesendok penuh bubur. "Andi maaf, maaf kamu jadi repot gara-gara aku." Ucap Putri dengan cepat dan sedih, alih-alih mendengarkan Putri. Andi justru memasukkan sendok yang penuh bubur itu ke mulut Putri. Dan Putri pun mengunyahnya dengan hati-hati.

Wajah Andi masih terlihat sedih, "Sejak jam berapa kamu disini?" tanya Putri penasaran yang kini menerima gelas yang berisi air putih yang diberikan oleh Andi. "Cukup pagi sepertinya, aku khawatir dengan sikap kamu belakangan ini. Niatnya sih ingin menjemput kamu seperti biasa. Tapi ternyata..." Ucapan Andi terhenti dan kini menyentuh pipi Putri dengan lembut.

"Kalau ada apa-apa tuh bilang, jangan pernah dipendam sendiri. Aku ini kan teman kamu." Ucap Andi yang terlihat ingin menangis. "Maafin aku sekali lagi." Ucap Putri dengan lesu. Andi masih menyuapi Putri yang terlihat masih mau memakannya.

"Lihat, kamu kurus banget kaya tengkorak. Bubur ini harus kamu habiskan." Ucap Andi yang sekarang tersenyum. Putri pun mengangguk dan tersenyum dan melahap kembali suapan yang diberikan oleh Andi.

"Andi, kemana yang lain?" Tanya Putri yang sadar dengan ketidak hadiran kakak-kakaknya. "Yang lain?" Andi kembali bertanya dengan ragu dan bingung. "Iya yang lain. Ka Roy, Ka Wira, Ka Rian. Mereka ada dimana sekarang?" Tanya Putri dengan cepat, dan melihat ekspresi Andi yang semakin bingung untuk menjelaskan.

"Ee.. tadi pas aku pagi-pagi kesini. Mereka bertiga sudah ga ada. Aku cuman ketemu sama Bi Lastri." Jelas Andi yang masih mencoba memberikan suapan kepada Putri. "Gak ada? Kok bisa? Mereka kemana? Andi.." Ucap Putri dengan keras, dan menolak suapan yang diberikan oleh Andi.

"Put, aku belum tau persisnya bagaimana situasi dan kondisinya saat ini." Andi menatap Putri dengan wajah yang gusar. "Maksud kamu apa sih?" Putri kembali bingung dengan pernyataan Andi yang semakin aneh. "Aku udah chat ke Ka Wira, kalau aku udah dirumah dan jagain kamu disini." Andi menyerah menyuapi Putri dan meletakkan kembali mangkuk bubur ke meja.

"Andi, ada apa sebenarnya?" Ucap Putri yang mencoba bangkit dari tempat tidurnya, tapi Andi menahannya dan memaksa Putri untuk tidak beranjak dari tempat tidur. "Aku mau kamu tetap tenang OK?" Pinta Andi yang menggenggam tangan Putri dengan erat.

"Maksud kamu apa sih Ndi, jangan bikin aku jadi tambah kesal deh." Putri sekarang menjadi marah dengan pernyataan Andi yang berbelit-belit. "Aku belum ketemu dengan kakakmu, aku hanya info ke Wira kalau aku sudah dirumah. Aku dapat kabar ini dari Bi Lastri, karena dia yang semalaman jaga kamu di kamar." Andi menatap wajah Putri dengan amat dalam, tatapannya membuat Putri menjadi semakin tidak nyaman.

"Papa dan mama kamu mengalami kecelakaan tadi malam, dan jam 4 subuh tadi ada beberapa polisi yang datang ke rumah dan mengabari ini. Mobil mereka ditemukan sudah berada di pinggir jalan" Andi terhenti dari bicaranya, melihat ekpresi Putri yang tidak percaya dengan perkataannya.

"Semua kakakmu langsung menuju rumah sakit. Hanya itu saja yang aku tahu Put, belum ada kabar lagi mengenai kondisi orang tuamu saat ini." Andi melanjutkan pembicaraannya.


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C27
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank 200+ Classement de puissance
    Stone 0 Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous

    tip Commentaire de paragraphe

    La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.

    De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.

    OK