Télécharger l’application
6.87% IHeart You / Chapter 25: Kesendirian.

Chapitre 25: Kesendirian.

*Pernahkah kau merasa sendiri?

*Pernahkah kau merasa semua menjauh darimu?

*Pernahkah kau menyalahkan hidupmu?

*Atau pernahkah kau merasakan bahagia?

*Pernahkah kau berpikir, hanya waktu yang selalu menemanimu dengan setia?

*Seorang teman yang akan selalu mendampimu tanpa kau minta.

*Seorang teman yang berharga yang selalu memberikan pelajaran berharga, tentang apa yang sudah dan akan kau lalui.

*Seorang teman yang kejam, yang akan tega meninggalkanmu dalam kesedihan.

*Seorang teman yang tidak meminta sedikitpun kebahagian darimu.

*Seorang teman yang akan terus berjalan dengan atau tanpamu.

*Tapi seorang teman yang berharga, yang setiap saat memberikan pelajaran,

*Agar kau dapat menghargai waktumu.

Sudah tiga hari ini Putri sepulang sekolah selalu mengurung dirinya di kamar. Bahkan di sekolah pun, lebih banyak diam dari sebelumnya. Andi bahkan tidak bisa menghiburnya sama sekali. Beberapa kali Andi mencoba untuk menghibur Putri dan mengajaknya untuk pergi walau hanya untuk menonton, tapi berkali-kali Putri menolak keras ajakan temannya.

Putri lebih memilih pulang langsung ke rumah usai sekolah. Andi pun tidak bisa memaksakan kehendaknya. Suasana di rumah tidak lebih nyaman dibandingkan sekolah, Wira dan Rian tentunya sudah kembali kerumah, mereka sudah kembali di hari dimana Putri mendatangi Raja dan Rafa.

Sikap Wira lebih dingin dari biasanya, sedangkan Rian mencoba membuat suasana rumah menjadi lebih hidup lagi. Putri hampir tidak melihat ayahnya di setiap makan malam yang ia lalui.

Roy mengatakan kalau ayahnya sedang butuh istirahat, Roy pun tidak banyak menceritakan apapun. Roy terlihat sangat sibuk dengan semua pekerjaan yang diberikan oleh Papa.

Wira selalu mencoba menjauhi Putri, Putri sungguh tidak nyaman dengan situasi ini. Membuatnya terus berpikir, bahwa ini semua adalah kesalahannya. Dia lah penyebab hancurnya hubungan keluarga ini.

Putri memandang album foto yang cukup besar dan tebal, ia mengambil dari lemari buku yang berada di ruang keluarga dan membawanya kedalam kamarnya. Tersenyum sendiri, memandangi wajah-wajah mungil saudaranya. Beberapa foto menunjukkan betapa harmonisnya keluarga mereka.

Putri merasakan sakit di pergelangan tangannya, ia meletakkan album foto disampingnya. Ia meraba pergelangan tangannya, beberapa malam ini Putri mencoba membuat banyak goresan di lengannya. Tapi keberaniannya tidak terlalu kuat untuk menorehkan lebih dalam, walau ia tetap mencobanya berkali-kali.

Bekas sayatan itu masih terlihat jelas, bahkan rasa perih yang amat dan bengkak ia biarkan berhari-hari. Putri mencoba menutupi sayatan yang ia buat dengan selalu menggunakan lengan panjang, bahkan di sekolah pun ia menggunakan sweater dengan alasan sakit.

Putri duduk sambil menekuk lututnya, entah apa yang dipikirkan olehnya sehingga muncul ide untuk mengakhiri hidupnya. Apa yang dilakukannya, selalu tidak berujung dengan hal yang baik. Bahkan orang-orang disekitarnya yang ia sayangi perlahan mulai menjauh, Putri tau saat ini ia sangat berpikir egois dan menganggap bahwa dirinya yang paling menderita. Pada kenyataannya ia hanya tidak sanggup dengan semua ketidak harmonisan di keluarganya.

Air matanya sudah sering berlinang di setiap malam, bahkan saat ini Putri masih sanggup untuk menangisi keadaannya. Cukup lama Putri meratapi dirinya di dalam kamar, suasana usai makan malam berlangsung sangat cepat, semuanya sudah kembali ke kamar masing-masing. Putri tidak yakin apakah isak tangisnya terdengar oleh kakak-kakaknya.

Putri menghentikan tangisannya dan menyeka hingusnya dengan panjang. Putri seperti mendengar suara keramaian di luar. Suaranya tidak asing, dan ia yakin kalau itu adalah suara ibunya. Putri berlari ke arah luar, dan ia menemukan Wira dan Rian sudah berada di luar kamar. Mereka berdua memandang kebawah di lantai dasar, memperhatikan keramaian yang ada diruang keluarga, yang bisa langsung dilihat di lantai dua tempat mereka semua berdiri memperhatikan.

Putri menatap ke arah bawah, ia melihat sosok ibunya, ayahnya dan juga Roy. Mereka bertiga sedang bertengkar, suara mereka terlalu nyaring dan mengisi semua ruang di rumah itu.

"Mariana!!" Ucap Bambang dengan lantang, "Apa pantas sikapmu ini sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anakmu?" Bambang semakin mengeraskan suaranya, mencoba mengimbangi suara Mariana yang cukup lantang.

"Cukup Bam, seharusnya kamu tanyakan itu pada diri kamu sendiri? Sebenarnya siapa yang pantas atau tidak pantas?" Jawab Mariana tidak kalah kencang. "Kenapa kalian selalu bertindak seperti anak-anak. Apa kalian tidak bisa bersikap dewasa, layaknya usia kalian." Ucapan Roy tidak kalah kencang membuatnya menjadi pusat perhatian.

"Mama?" Teriak Putri dari atas, Ibunya langsung menatap wajah Putri dengan sedih. Putri langsung berlari melewati Wira dan Rian, dengan cepat menuruni anak tangga dan bergegas menghampiri ibunya. Putri langsung memeluk ibunya dengan erat. Mariana pun membalas pelukan Putri dengan pelukan dan ciuman dikening.

"Anakku sayang." Ucap Mariana sambil memeluk Putri. "Ma, pa. Putri mohon, jangan ada pertengkaran lagi." Ucap Putri yang kini menangis. Bambang terlihat syok dengan ucapan Putri, dan menarik nafasnya untuk mengatur emosinya.

"Lebih baik kalian bicarakan masalah kalian di luar." Roy kembali berbicara, Mariana tampak setuju dan Bambang pun tidak bisa meneruskan pertikaian mereka di depan anak-anak. Mariana mengendurkan pelukannya, tapi Putri seakan tidak rela melepas pelukan mamanya.

"Putri, sayang. Nanti kamu harus ikut mama ya, mama akan selalu berada disamping Putri. Putri jangan sedih lagi." Ucap Mariana mengusap air mata anaknya, "Maksud mama? Apa?" Tanya Putri dengan sangat bingung, kemudian menatap wajah ayahnya yang langsung memalingkan wajahnya.

"Ok Bam, kita akan bicarakan hal ini di luar. Kurasa sudah cukup kita membuat kekacauan di rumah ini." Ucap Mariana yang kini menatap Wira dan Rian yang sedari tadi tidak bergerak dan masih diam memandang.

"Aku akan ikut." Ucap Roy, "Tidak Roy, tidak perlu." Bambang menolak ajakan putranya. "Ya Roy, kamu tidak perlu ikut. Kami rasa kami sudah sangat cukup dewasa, dan tidak akan bertindak seperti anak-anak." Mariana menimpali ucapan suaminya.

"Asal kalian janji, kalian harus berpikir dengan tenang dan tanpa emosi." Roy kali ini menatap ayahnya dengan sorotan yang tajam, mengingat ayahnya lah yang tidak bisa mengontrol emosinya.

"Ya Roy, kamu tidak perlu khawatir." Ucap ayahnya meyakinkan. "Aku yang menyetir." Ucap Bambang yang langsung mengambil kunci mobil di meja, Mariana pun hanya mengikuti ucapan suaminya.

"Ma, mama mau kemana. Putri gak mau ditinggal lagi." Putri menangis dan mencoba menggenggam tangan mamanya. "Tenang Put, kamu akan baik-baik saja kok. Ada beberapa urusan yang harus mama selesaikan dengan papa." Ucap Mariana dengan tersenyum. "Mama akan kembali lagi kan, mama gak akan pergi dari rumah kan." Ucap Putri yang masih terisak dengan tangisannya.

Mariana tidak menjawab ucapan Putri tapi sorot matanya menunjukkan kalau dia tidak bisa menjanjikan apapun kepada Putri, berlalu meninggalkan Putri dan pergi bersama suaminya. Roy masih tampak terlihat tegang dan raut kekecewaan terlihat jelas di wajahnya. "Ka Roy, apa yang sedang terjadi sebenarnya?" Tanya Putri yang memegang tangan Roy dan menatap wajah kakaknya dengan kesedihan.


Chapitre 26: Percobaan Bunuh Diri.

"Putri, kakak rasa kamu sudah cukup dewasa dan bisa mengerti dengan situasi saat ini. Orang tua kita...." Roy terhenti dan menatap Putri. "Mereka ingin mengakhiri hubungan mereka." Ucapan Roy langsung membuat telinga Putri seakan tidak mau menerima apa yang ia dengar. Putri tidak tau harus berkata apa, masih bingung dan kaget dengan apa yang ia dengar. "Gak kak.. Itu gak mungkin, Mama papa." Ucap Putri terbata-bata.

"Tegarkan hatimu Put, lebih baik sekarang kamu kembali ke kamar. Dan berhentilah menangis di setiap malam. Kakak bisa dengar tangisan kamu, walau didalam kamar." Ucap Roy yang mengelus kepala Putri.

Roy berlalu menuju ke pintu luar, "Ka Roy mau kemana?" Tanya Putri yang sudah menghentikan tangisannya. "Hanya butuh udara segar." Ucap Roy tersenyum. Wira dan Rian sudah dengan cepat menuruni anak tangga, "Boleh kami ikut?" Tanya Rian yang sekarang sudah berada di belakang, Wira pun sudah menyusul di belakang Rian.

Roy menatap kedua adiknya, dan tersenyum. "OK, Pastikan kalian tidak bikin kaka repot." Ucap Roy, Putri menatap saudara laki-lakinya dengan tertegun. "Kamu mau ikut Put?" Ajak Roy dengan Ragu.

Putri ingin sekali ikut, tapi ia merasa lebih baik ia menjauh dan memberikan ruang kepada saudaranya. Ia kembali mengingat kejadian terakhir saat ia mengunjungi Raja dan Rafa, semuanya berakhir dengan kesalahpahaman.

"Ayo, kalau kamu mau ikut." Ajak Wira yang sekarang memegang pergelangan tangan Putri dengan erat. Putri sontak kaget melihat reaksi Wira yang selalu dingin padanya tiba-tiba menjadi sedikit ramah, tapi ia pun merasakan sakit bersamaan, "Auuuu," Rintih Putri, mencoba melepaskan genggaman Wira, tapi Wira yang terlihat bingung semakin tidak melepaskan genggamannya.

"Kamu kenapa Put?" Tanya Wira yang semakin keheranan. Tapi Putri memperlihatkan wajahnya yang meringis kesakitan, luka sayatan di pergelangan tangannya belum benar-benar kering. Dan Wira memegang pergelangannya terlalu erat.

"Put, are you OK?" Ucap Roy yang terlihat khawatir dan mulai mendekati Putri. Wira belum melepaskan genggamannya, kini Wira sadar kalau Putri belakangan ini selalu menggunakan lengan panjang. Wira langsung mengangkat lengan Putri, dan menarik lengan baju Putri hingga ke siku.

Wira dibuat kaget dengan apa yang dilihatnya, tidak hanya Wira bahkan Roy dan Rian sudah mendekati Putri dan mengamati pergelangan tangannya dengan seksama. Putri berhasil melepas genggaman Wira, dan dengan cepat menarik kembali lengan bajunya yang panjang.

"Putri, kenapa dengan pergelangan tanganmu?" Ucap Rian yang sudah sangat dekat dengan Putri, dan kini kembali pergelangan tangan Putri dipegang. Rian pun menarik lengan baju Putri. "Putri apa yang sudah kamu lakukan?"Pertanyaan Wira membuat Putri takut untuk menjawab. Rian masih memegang pergelangan lengan Putri yang terlihat banyak luka sayatan yang masih baru.

"Apa sih yang kamu pikirkan, Put? Lihat ini." Ucap Roy yang sudah melihat banyak sayatan di pergelangan tangan Putri. Putri sudah tidak bisa menutupinya lagi, dia pun sudah tidak bisa melakukan perlawanan, ketiga kakaknya sudah mengelilinginya. Sekuat apapun Putri menutupinya, mereka sudah mengetahuinya.

Roy langsung merangkul Putri, dan mengarahkan Putri untuk duduk di bangku panjang terdekat. "Rian, tolong ambil kotak P3K di belakang." Perintah Roy, yang masih memperhatikan luka sayatan Putri yang sudah mulai memprihatinkan.

Putri dan Roy duduk bersampingan, Roy masih merangkul adiknya dengan sangat erat. Wira berlutut tepat dihadapan Putri. Kemudian mengambil pergelangan tangan Putri dengan hati-hati.

Wira memperhatikan sayatan yang ada dipergelangan adiknya, setidaknya ada belasan sayatan yang terlihat. Luka sayatan itu sepenuhnya belum kering, beberapa sayatan terlihat masih sangat merah, beberapa mengeluarkan sedikit rembesan darah dan terlihat sangat bengkak.

Putri hanya bisa tertunduk malu, sepertinya dia sudah siap dengan semua amarah kakak-kakaknya akan perbuatannya. Wira menarik bangku kecil, kini Wira sudah tidak berlutut tapi tetap berada di depan Putri. "Putri, bisa-bisanya kamu melakukan hal gila seperti ini?" Tanya Wira masih menatap ngeri ke arah sayatan Putri.

"Maaf ka, maafin Putri." Ucap Putri dengan pelan. Tidak lama Rian muncul dan meletakkan kotak P3K di samping Roy. Roy mulai mencari-cari kapas, dan alkohol. Mulai menuangkan sedikit alkohol ke kapas yang dia ambil.

"Sini Ka Roy, biar Wira saja." Ucap Wira menawarkan diri. "Putri, jangan pernah berpikir untuk melakukan hal ini lagi OK." Rian mulai menceramahi Putri yang masih menahan sakit, ketika kapas yang sudah dibubuhi alkohol bersentuhan dengan luka sayatannya.

"Kamu tau Put, kamu membuat kami semakin khawatir dengan sikapmu ini." Wira menimpali dan masih sibuk membersihkan luka sayatan Putri. "Sekali lagi maafin Putri ya Ka Wira, Ka Rian, dan juga ka Roy. Putri hanya gak mau jadi beban kalian, Putri tau selama ini Putri sudah buat banyak masalah di keluarga ini." Ucap Putri dan mulai menangis lagi.

"Put, kau tidak benar-benar menganggap serius ucapan Raja kan." Wira menatap Putri dengan wajah serius. "Ada apa dengan Raja?"Tanya Roy bingung. Terdengar suara rintihan Putri yang masih menahan sakit, saat lukanya dibersihkan.

"Hanya sedikit kesalah pahaman saja sebenarnya." Rian membantu menjawab. "Aku pikir kau sudah bisa lebih dewasa, setelah masalah Mega dan sekarang ini?" Ucap Wira dengan kesal sekarang sedikit menekan luka sayatan Putri. Dan Putri tau Wira kecewa dengannya.

"Tunggu, sebenarnya ada masalah apa lagi ini?" Tanya Roy yang masih bingung, "Seharusnya sebagai kakak kalian yang paling tua, kalian harusnya bisa info kalau ada masalah." Roy terlihat kesal, karena dia tidak tau menau ada masalah lain yan terjadi.

"Tenang Roy, kita bakal cerita kok." Jelas Rian. Wira memberikan obat betadin di luka sayatan Putri. "Aku rasa ini cukup, dan besok kamu harus ke dokter ya Put. Buat mastiin aja, lukanya tidak menjadi infeksi." Ucap Wira yang mulai merapikan peralatan P3K.

"OK, kita gak akan kemana-mana malam ini, aku rasa kalian semua sudah lelah." Ucap Roy memberikan instruksi. "Dan Kamu Putri, aku akan ambilkan obat penenang milik papa. Itu akan membuat tidurmu lebih nyaman." Ucap Roy melanjutkan dan berlalu meninggalkan ruangan keluarga.

"Put, kamu harus janji. Gak akan pernah melakukan tindakan bodoh seperti ini." Ucap Rian, sekarang merangkul adiknya. Putri Pun bersandar di bahu Rian, menyeka airmatanya. Berkali-kali mengatakan bahwa dirinya sangat bodoh dan terlalu egois memikirkan diri sendiri.

Tidak lama Roy kembali keruangan keluarga, dan membawa obat penenang untuk diberikan kepada Putri, setidaknya Roy sudah mengurangi dosisnya. Mereka bertiga mengantar Putri kekamarnya usai meminum obat, memastikan Putri tidak melakukan tindakan bodohnya lagi. Rian bahkan sudah menemukan pisau carter yang digunakan Putri untuk menyakiti dirinya sendiri, Rian menyita dan langsung menyingkirkan dari kamar Putri.

Obat itu bereaksi dengan sangat cepat, Putri merasakan rasa ngantuk dan lelah pada kedua matanya yang hampir setiap hari menangis. Putri bahkan tidak sadar bahwa dirinya sudah larut tertidur dikamarnya.


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C25
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank 200+ Classement de puissance
    Stone 0 Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous

    tip Commentaire de paragraphe

    La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.

    De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.

    OK