*Jika maaf yang terucap, tidak dapat membayar semua kesalahan.
Maka menjadi bagian dari penderitaan itu, mungkin sebuah jawaban.
Jika rasa penyesalan itu, tidak cukup membuktikan.
Maka menjadi yang tersakiti, bisa mengobati luka lain.
"Good luck ya Andi, Pasti bisa menang." Putri menggenggam handphone dengan sangat erat seakan takut handphonenya akan terjatuh, sedangkan tangannya yang satu lagi memeluk beberapa buku pelajaran. Matanya menatap beberapa murid yang sudah mulai masuk seusai upacara sekolah. Hari Senin seperti biasanya, selalu diawali dengan kesibukan para murid dan guru.
"ihh senengnya, disemangatin sama Putri. Rasanya makin berdebar jantung ini." Suara Andi ditelepon yang sedikit manja, membuat Putri membayangkan ekspresi Andi yang pasti sangat aneh. "Aduhh, kalau aku gak kenal kamu. Udah ikutan berdebar juga deh." Jawab Putri dengan datar.
Terdengar Andi tertawa kecil, mendengar jawaban Putri. "Put, aku kangen loh gak ketemu kamu beberapa hari ini." Suara Andi semakin lembut terdengar, "Ehh,, apa sih kamu Ndi? Jangan ngaco deh baru juga sehari gak ketemu, gak usah LEBAY." Jawab Putri, sambil menjaga intonasi suaranya yang terlihat datar.
"Ihh, Put, kamu Jahat banget yah." Ucap Andi kecewa mendengar respon Putri.
"Iya Sorry, lagian lo itu kan teman gue. Kenapa Juga ngomongnya jadi kangen-kangenan sih." Putri Menjelaskan, "Oh..." Suara Andi yang cukup pelan, sepertinya tidak terdengar oleh Putri.
"Andi, udah ya. Harus masuk kelas, nanti siang kabarin ya. Nanti aku telepon balik yaa. Dahh." Ucap Putri segera menutup teleponnya, tanpa mendengar jawaban dari Andi. Ini bukan pertama kalinya Andi mencoba mengutarakan perasaannya kepada Putri.
Putri selalu menghindari situasi seperti itu, bagi Putri pertemanan mereka lebih berarti daripada mereka harus berpacaran. Berteman lebih baik, itu yang Putri butuhkan.
Suasana kelas kembali sunyi ketika guru-guru sudah mulai berdatangan ke dalam kelas, usai upacara sekolah. Putri melewatkan jam pelajaran dengan rasa jenuh, sambil masih memikirkan pertemuannya dengan Mega dimalam Sabtu kemarin.
Mata pelajaran ketiga dengan Pak Raden, dan gurunya belum juga datang sepertinya memang telat – itu yang dipikirkan Putri. Para murid mulai sedikit membuat keributan, para siswa sedang sibuk dengan permaninan game online di handphone mereka. Para Siswi sibuk membicarakan banyak hal mulai dari make up, online shooping, bahkan gosip para artis.
Sedangkan Putri, hanya duduk berdiam memasang headshetnya dengan cukup keras sambil menutup matanya . Menghindari teman-temannya, para murid di kelas sudah mulai terbiasa dengan sikap Putri yang tidak mau bergaul. Putri sangat jarang melakukan komunikasi dengan teman-temannya, sesekali berbicara kepada ketua kelasnya dan hanya untuk menanyakan beberapa pelajaran yang harus dikerjakan atau dikumpulkan.
"Putri.." Seseorang melepaskan salah satu headshet yang ia kenakan. Putri menatap wajah ketua kelasnya yang runcing dengan kacamatanya. "Eh Rika, Sorry gue gak dengar." Ucap Putri masih menatap ekspresi wajah Rika yang terlihat aneh.
Tapi bukan hanya raut wajahnya yang terlihat aneh, tapi situasi kelas juga berubah menjadi aneh. Para murid dikelasnya tidak sibuk lagi dengan urusan masing-masing, tapi mereka sibuk akan sesuatu. Putri melihat teman-teman kelasnya sedang menggerubungi jendela kelas, mereka seperti berusaha untuk melihat kejadian yang ada di luar.
Bahkan pintu kelas, sudah penuh dengan para siswa dan siswi yang terlihat sedang memperhatikan sesuatu. Putri melirik kearah kanan dan kiri, ia pun menengok ke depan dan belakang. Tersadar, bahwa hanya dirinya yang masih duduk terpaku di bangku kelas.
"Ada apa ini?" Tanya Putri yang kebingunggan. Raut wajah Rika mulai menunjukkan ekspresi keseriusan, semakin membuat Putri bingung. "Mendingan kamu liat aja sendiri, siapa yang sedang berjalan di ujung koridor sama Pak Kepsek." Ucap Rika datar.
"Maksudnya, Rika?" Putri bertanya, dan kali ini ia terlihat seperti orang linglung. "Well, bagaimana ya jelasinnya." Rika menyenderkan tubuhnya di pinggiran meja Putri.
"Tadi gak sengaja aku dengar pembicaraan Pak Kepsek." Rika terhenti sebentar, dan seperti bingung untuk melanjutkan pembicaraannya.
"Aku dengar Mega kembali masuk ke sekolah ini." Kali ini Rika berbisik ke telinga Putri. Putri pun benar-benar dibuat terkejut, jadi apakah ini yang Mega maksud. Cukup lama Putri terdiam, pikirannya benar-benar kosong dan tidak tau harus berbuat apa.
Para murid di kelas sudah kembali ke bangku masing-masing. Pak Raden telah tiba dalam ruangan, dan menegur beberapa murid yang tampaknya baru saja keluar kelas.
Selama jam pelajaran, Putri tidak dapat berkonsentrasi. Terlalu banyak yang dipikirkannya. Bahkan selama pelajaran Putri tidak mencatat pelajaran yang dijelaskan. Justru membuat daftar-hal yang akan dilakukan ketika bertemu Mega
daftar-hal yang akan dilakukan ketika bertemu Mega
1. Bilang : Hai Mega – Apa kabar ? (errgg, basii – corett)
2. Hai Me, kemana saja selama ini? Aku mau minta maaf (terlalu to the point—coret )
3. Mega, bisa kita bicara aku mau ngobrol (Sok keakrapan – corettt)
4. Hai Me, kok gak bilang-bilang kalau kamu bakalan masuk ke sini lagi? (pertanyaan macam apa ini?? Coretttt)
5. Hai Me, Kemarin ketemuan ya sama kak Wira. Kalian balikan lagi? Aku seneng kok (Anehhhhhh – coret)
6. Hai Mega, Luka kamu udah sembuh kan? (Arrhhh – bisa-bisa ditonjok balik sama Mega—corett)
Putri menikmati jam istirahat di bangku taman sekolah, sambil membawa daftar yang dia buat. Dan masih berpikir, apa yang harus dilakukannya. Bahkan Putri tidak tau Mega berada di kelas berapa. Tidak mungkin juga dia menanyakan ke teman kelasnya, akan terlihat sangat aneh. Putri yang pernah mem-bully Mega, kemudian menanyakan keberadaan Mega. Rencana itu terlihat seperti Putri ingin melakukan hal jahat kepada Mega.
Putri pun merasa kesal dengan dirinya sendiri, dan benar-benar merasa menjadi bodoh. Tanpa sadar Putri melumatkan daftar yang sudah dia buat ke dalam tangannya.
"Hahhhh.." Putri berkeluh dengan suara yang cukup keras, murid disekitar taman sekolah mulai memperhatikannya. Putri balik menatap dengan tajam ke arah mereka, Putri semakin merebahkan punggungnya di senderan bangku taman. Dengan posisi menengadah, ia memejamkan matanya dan berharap bisa menemukan kata-kata yang tepat ketika bertemu dengan Mega.
Putri masih memejamkan matanya, dan kembali berfikir beberapa saat. Putri merasakan angin mulai menerpa wajahnya, tapi dia mendengar ada desahan nafas yang pelan di depan wajahnya. Matanya pun pelan-pelan ia buka, sebuah wajah yang terbalik dilihat oleh Putri. Wajahnya terlalu dekat dengan wajah Putri. Bahkan rambutnya yang panjang mengenai wajah dan bahu Putri.
Terlihat Mega memberikan senyumnya yang lebar kepada Putri, tapi senyumnya tampak tidak bersahabat. "Mega?" Ucap Putri dengan bingung, setelah banyaknya daftar yang dia buat dan ingin diucapkan ketika bertemu Mega. Tapi hanya kata tersebut yang justru malah keluar dari mulutnya.
Mega menegakkan tubuhnya dengan angkuh dan Putri bisa merasakannya, Mega berjalan ke arah depan Putri, kemudian duduk persis disamping Putri. Kini para murid yang berada ditaman mulai memperhatikan mereka berdua, tapi sikap Mega terlalu biasa bahkan terkesan tidak peduli.