Télécharger l’application
1.01% IHeart You / Chapter 2: Kesibukan Di Pagi hari

Chapitre 2: Kesibukan Di Pagi hari

Putri menatap dengan senyuman yang aneh, dan Wira tampaknya tidak mempedulikan adiknya yang menyeringai aneh menatapnya.

"Sudah... Cukup... Jangan ganggu adik kalian lagi!" Ucap Mariana melerai, dan menghampiri Putri dengan sikap hati-hati.

"Putri, sepulang sekolah kamu tolong mampir ke rumah Surya ya... Mama titip amplop ini, dan tolong langsung diberikan." Ucap Mariana dengan nada pelan. Bahkan berbicara terlalu dekat dengan wajah Putri, sambil menyelipkan amplop ke dalam saku putrinya.

Wira sedikit melirik ke arah Mariana dan Putri, tapi kemudian dia mulai sibuk dengan membaca bukunya kembali – berpura-pura untuk tidak melihat sikap aneh dari Mariana dan Putri.

Dengan cepat Mariana langsung membalikkan badan, dan kembali terlihat sibuk. Bambang, Rafa dan Raja, tidak menyadari Mariana yang sedang berbicara dengan Putri

Bambang sedang memberikan nasihat kepada putra kembarnya, agar lebih serius dengan kuliah mereka. sedangkan Raja, Rafa mendengarkan ucapan ayahnya dengan sikap terpaksa.

Putri memandang kearah sakunya, dan langsung mengambil amplop tersebut. Sedikit penasaran tapi setelahnya, ia memasukkan kembali ke dalam saku bajunya.

Tidak lama suara bel berbunyi nyaring, dan disusul dengan suara Andi dari balik pintu seraya mengucapkan salam. Dan Putri menegakkan tubuhnya, bangkit dari kursinya dan bersiap-siap untuk berangkat menuju sekolah.

"Andi sudah datang! Putri pamit dulu ya mah, pah..." Ucap Putri. Dan melambai kepada semua yang berada di meja makan.

"Kamu enggak mau diantar sama supir, Put?" Tanya Mariana heran.

"Mmm... Enggak deh ma. Lebih enak kalau Putri berangkat sama Andi." Ucap Putri dengan senyumnya.

Ya, itu adalah jawaban jujur Putri saat ini. Putri lebih baik menghindari tatapan teman-temannya di sekolah, mencoba untuk tidak terlalu mencolok, mengingat apa yang sudah pernah dia lakukan sebelumnya dimasa lalu.

"Rian mana ya ma?" Tanya Wira seketika dia sadar dengan sekelilingnya.

"Sudah berangkat, dan katanya bareng sama Jeremy," Jawab Mariana.

"Kamu mau bareng sama papa atau mau diantar supir?" Bambang menawarkan putranya.

"Kayanya Wira naik ojol aja. Lagian arahnya kan beda, nanti papa malah muter kejauhan." Jawab Wira datar.

"Loh motor kamu?"Tanya Bambang kembali.

"Lagi males aja Pah, lagian sekali-kali merakyat dulu lah pah." Wira pun mulai berdiri sambil mencium tangan kepada kedua orangtuanya, disusul dengan Putri yang tidak mau kalah dengan Wira, dan langsung tergesa-gesa menuju ke pintu luar. Putri tidak menghiraukan kakanya, yang menatap dengan sinis.

Sosok pria tinggi, mengenakan pakaian seragam dengan jaket berwarna orange terang telah menunggu Putri dari balik pintu masuk utama.

Poninya yang cukup panjang, dan rambutnya yang terlalu lurus. Membuat wajah Andi seperti tenggelam bersama rambutnya. Ditambah aksesoris yang dia gunakan di atas kepalanya. Sebuah kaca mata renang terpasang diatas kepalanya layaknya sebuah bandana.

Putri pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat penampilan mentereng teman dekatnya. Sebenarnya Andi cukup tampan, ditambah dengan tingginya yang menjulang. Tapi sifatnya yang tidak mau diatur, dan bergaya sesuka hatinya. Membuat dia jauh dari para wanita yang ingin mendekatinya.

"Andi.. lama banget sihh? Luluran dulu yaa?" Tanya Putri dengan sinis.

"Ih apa sihhh,, tadi bannya kempes, jadi ke tukang ban dulu" Ucap Andi dengan serius. "Ooo.." ucap Putri dengan datar.

"Itu kacamata renang buat apa ya?" Tanya Putri dengan wajah seriusnya, Andi malah tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi depannya.

"Ini (sambil memegang kacamata renang di kepalanya), biar gak silau lah." Andi tertawa kecil dan mengedipkan matanya ke wajah Putri yang keheranan.

"Pagi Ka Wira," Sapa Andi riang. Karena melihat Wira muncul dari balik bahu Putri. Wira pun membalas pagi tanpa menatap Andi, dan masih sibuk dengan menatap kearah ponselnya.

"OK, dapat." Gumam Wira sambil meletakkan ponselnya pada saku baju.

"Kalian berangkat berdua?" Tanya Wira sinis.

"Eh... Iya kak." Ucap Andi dengan senyumnya yang lebar, Putri langsung menyikut perut Andi dan memberikan kode pada temannya agar mereka bisa segera berangkat.

"Kita berangkat dulu ya ka Wira." Potong Putri dengan menyeringai. Wira pun tidak membalas Putri, dan menyenderkan badannya ke dinding tembok sambil tetap memperhatikan layar ponselnya.

Beberapa tukang kebun yang memperhatikan Andi sedari tadi, tersenyum dengan menggelengkan kepala karena melihat penampilan Andi.

Sambil berbisik-bisik menahan senyuman, dan masih memperhatikan. Andi yang sadar dirinya menjadi pusat perhatian, melambaikan tangannya sambil memperagakan gerakan-gerakan aneh yang makin membuat mereka tidak bisa menahan tawa di wajah mereka.

"Andi, apaan sih?! Masa kamu tebar pesona sama bi Lastri dan pak Deden." Ucap Putri dengan ketus dan menarik kemeja Andi, agar segera menuju pintu luar rumah.

"Itulah bedanya Put, pesona lelaki sejati." Andi memberikan senyuman terlebarnya, terlihat reaksi temannya yang jijik. Andi pun menatap Wira, yang juga memperhatikannya, "Bye.. Kakak Ipar, Sampai ketemu di sekolah." Ucap Andi meledek, tetapi Wira semakin memalingkan wajahnya.

"Ka Wira, itu kelewat serius ya Put." Andi berceloteh dengan pelan sambil berjalan menuju pagar rumah. "Hushhh,, bukan urusan kamu, mendingan kita cepat sampai sekolah. Hari ini pelajaran pertama sama Bu Rani." Jawab Putri memperongatkan..

Putri dan Andi sudah meninggal pekarangan rumah, sayangnya motor yang mereka tumpangi ternyata tetap memiliki masalah yang sama.

Ban motor Andi kembali bocor, dan mereka berdua harus bersusah payah menemukan tempat tambal ban motor.

Setelahnya mereka juga harus menunggu waktu lama pada saat perbaikan, dan karena itu mereka berdua akhirnya datang sangat terlambat. Bahkan harus merayu Pak Nano penjaga gerbang sekolah agar mau membukakan pintu sekolah.

Hari itu Putri benar-benar dibuat kesal oleh Andi, dimulai dengan menambal ban motor, kemudian datang terlambat ke sekolah. Dan dihukum oleh Bu Rani – guru Biologi. Sebuah hukuman untuk membuat rangkuman semua pelajaran yang ada dibuku hanya dalam waktu satu minggu.

Sedangkan Andi, yang berbeda kelas dengannya. Bisa terselamatkan, karena guru kesenian tidak hadir saat jam pertama.

Di jam Istirahat sekolah- putri masih berada di kelas sambil memegang buku Biologi. Duduk dengan serius memegangi pulpen dan bukunya,sambil bergumam kesal.

Di dalam hatinya.

"Awasss kau Andi,,, gara-gara telat, gue jadi kena hukum bu Rani (the best killer teacher). Arrgghhh...!!! Rasanya ingin teriak sekencang-kencangnya"

Putri melempar kertas yang sudah dia lumatkan ke dalam tong sampah kelas.

Putri menatap kearah jendela keluar, suasana siang saat itu tidak begitu panas, awan pun terlihat banyak dan menutupi halaman sekolah yang cukup besar.

Untuk seorang Putri, semuanya adalah sebuah anugrah yang tidak ternilai. Ayahnya Bambang Soedarmo, merupakan direktur utama dari perusahaan f&b industri terbesar di Jakarta, sedangkan ibunya Mariana Soedarmo, merupakan ibu rumah tangga, sekaligus personal assisten direktur dari Bambang Soedarmo.

Dari segi materi putri pun tidak pernah merasa kekurangan, Walaupun Putri adalah anak ke-7, dan wanita satu-satunya selain ibunya. Dia tidak pernah diperlakukan dengan sangat manja atau layaknya seorang Putri.

Kehidupan Putri diharuskan untuk bersikap dewasa, belajar giat, walaupun dari segi materi tetap berlebihan. Ayahnya seorang yang sangat tegas, bahkan lebih mengarah keras kepala. Tidak ada yang bisa menentang kemauan dan pilihan Ayahnya. Hanya Mariana yang dapat meluluhkan hati Bambang yang keras.

Putri kembali mengingat kembali kejadian satu tahun lalu, ketika dia masih duduk di bangku kelas 10. Rasa tidak nyaman itu kemudian muncul, mengingatnya membuat Putri menjadi merasakan ada yang sedang mengganjal di hatinya. Setidaknya dia pun berusaha untuk mulai memperbaiki semua.

Teman, hanya satu kata. Tapi kenapa begitu terdengar sangat menyakitkan pikirnya. Saat ini hanya ada Andi sebagai temannya. "Ahh kenapa mengingat teman membuat air mataku mengalir," Ucap Putri dengan lirih dan menyeka sedikit air matanya.

Putri pun teringat dengan amplop yang berada di sakunya, dengan sangat hati-hati Putri mengeluarkan amplop putih tersebut.

Putri meraba amplop tersebut, bentuknya seperti kartu, ya ini kartu!! Ucap Putri yakin dalam hatinya.

"Put... Hei..." Suara Andi mengejutkan Putri dari lamunannya. Senyum Andi yang manis, sesaat membuat Putri terpesona dan melupakan kalau dia sedang sangat kesal dengannya.

"Andi,, bikin kaget aja!" Ucap Putri Ketus, terlihat Andi belum melepaskan kacamata renangnya. Andi pun menyodorkan sebuah roti dan susu kotak di meja Putri sambil tersenyum dengan lebar.

"Ini buat kamu! Lumayan buat ganjelan. Maaf ya, gue denger lo dihukum bu Rani ya?" Senyum Andi pun semakin lebar.

"Berhubung Putri lapar, Putri terima permintaan maaf Andi. Tapi masih ada satu syarat lagi." Seringai Putri, membuat Andi bingung dan menyadari ada rencana lain yang sedang dipikirkan Putri untuk membalas dendam.

"Elo gak berpikir untuk balik ngerjain gue kan?" Tanya Andi dengan wajah seriusnya. "Pulang sekolah antar gue ke tempat Kak Surya ya? "

"Okee--yy tapi.." Omongan Andi pun terpotong. " Udah enggak usah tanya kenapanya, pulang sekolah di bangku taman belakang yaa." Potong Putri dengan sengaja, dan terdengar suara bel masuk diseluruh kelas.

"Tuh uda bel masuk! Cepat keluar! Kembali ke habitat masing-masing!" Ucap Putri sambil mendorong Andi keluar kelas. "Iya Put, ehh jangan dorong-dorong, dong! Lagian kalau lama-lama disini juga gak apa-apa, sekalian cuci mata." Ucap Andi dengan meledek Putri, dan Putri hanya membalas dengan tatapan melotot.

Andi pun keluar kelas, dan disaat yang bersamaan. Ada beberapa siswi yang mulai masuk dan berdatangan ke dalam kelas, sesekali Putri melihat Andi melemparkan senyum dan sedikit menggoda ke arah siswi. Walaupun balasan siswi tersebut, malah semakin menjauhi Andi.

Suasana kelas 11 sudah kembali seperti biasa, para murid mulai mengeluarkan buku pelajaran untuk kelas berikutnya.

Pak Raden, guru matematika datang sesuai dengan waktunya. Pak Raden juga termasuk wali kelas dari kelas Putri.

Tidak mengherankan selama sesi pengajaran kelasnya, Pak Raden selalu memberikan perhatian lebih kepada muridnya di kelas. Mulai menegur beberapa murid yang kurang di beberapa pelajaran bahasa, kimia, fisika, bahkan sedikit memberikan ceramah agama.

Kelas terakhir pun dimulai, kelas Bahasa. Putri sudah mulai merasa bosan, bukan untuk bermaksud sombong atau lainnya. Tapi Putri merupakan juara umum di sekolahnya,

Sambil mendengarkan guru bahasa, yang masih menjelaskan materi. Putri mengeluarkan buku kecilnya yang selalu dibawa. Dan mulai menuliskan apa yang ada di pikirannya.

_

_

Bagaikan angin yang berjalan tanpa arah.

Mengikuti kemana ruang hampa dan kosong berada.

Bagaikan Air yang mengalir, hingga menemukan tempat perhentian.

Hampa, kosong dan perhentian itulah kesunyian sebenarnya.

Akankah aku menjadi bagian dari kesunyian itu.

Akankah ada yang mengisi kesunyian ini?

Sunyi, apakah dia akan menjadi teman terbaikku.

_

_

"Putri, bisa jelaskan arti dari paragraf ke empat?" Suara Bu Dara sontak mengagetkan Putri, dan Putri pun membalas dengan senyuman. Dan memberikan penjelasan sambil berdiri kepada teman-teman yang langsung menyoroti Putri.

_

Sekilas Mengenai Keluarga Soedarmo

Bambang Soedarmo : Kepala Keluarga, Ayah, Direksi Utama dari PT. Elang Industri (Di bidang f&B)

Mariana Soedarmo : Istri, Personal Assistant dari suaminya sendiri Bambang Soedarmo. Sudah mulai bekerja dari sebelum menikah dan mengenal suaminya di tempat kerja hingga saat ini.

Anak dan Menantu.

Surya Putra Soedarmo : Status menikah, Istri Leyna Sari

Roy Putra Soedarmo : Status baru menikah, Istri Renata Indriani

Raja Putra Soedarmo : Kuliah semester Akhir dengan adik kembarnya.

Rafa Putra Soedarmo : Kuliah semester Akhir dengan kakak kembarnya

Rian Putra Soedarmo : Kuliah tingkat semester 1.

Wirawan Putra Soedarmo : Tingkat SMA, kelas 12.

Indah Putri Soedarmo : Tingkat SMA, Kelas 11.

Hal apa yang lebih berharga dari emas. Tidak membutuhkan biaya, sulit dicari tetapi mudah untuk hilang. ( jawabanya hanya satu , TEMAN.)


L’AVIS DES CRÉATEURS
Sita_eh Sita_eh

Dukung Author ya.

Berikan Comment, Review, Rate bab ini. Dan juga Power Stone.. :)

Jangan lupa untuk share cerita ini dengan teman-teman dan keluarga tercinta

Terimakasih

Chapitre 3: Masa Lalu Teman

Masih ada rasa kesal di hati Putri, dan dirinya sudah tidak bisa menampung semua kekesalan itu. Putri menatap kearah luar jendela kelas. Sedang memikirkan apa yang harus dilakukannya saat ini? Putri pun mulai berdiri dan bergerak ke arah keluar kelas, pandangannya mulai mencari-cari. Dan Akhirnya tertuju pada seorang siswi yang sedang duduk

"Fia, sini!" Panggil Putri setelah menemukan temannya yang sedang asik menyeruput segelas jus di kantin. "Put, bikin kaget aja!"Ucap Fia menatap Putri yang berdiri diseberang mejanya, dan tidak lama kemudian menghampiri dengan wajah yang gelisah.

Fia memutuskan untuk duduk disamping Putri, "Elo kenapa? Kaya kebakaran jenggot gitu?" Tanya Fia heran melihat wajah masam Putri.

Tidak lama ada dua siswi lainnya yang datang, dengan semangat ikut duduk bersampingan dengan Putri dan Fia.

"Put, kamu dicari bu Anggi." Nada menepuk pundak Putri, wajahnya terlihat cemas saat memberitahukan informasi. Mengenai guru pembimbing, yang sedang mencari Putri.

"Iya, tapi tenang kok. Kita enggak bicara apapun mengenai kejadian kemarin." Bisik Ria pelan sambil melihat keadaan sekeliling, khawatir ada orang lain yang ikut mendengar pembicaraan mereka.

Wajah Fia sudah berubah menjadi penasaran, mulai memperhatikan kedua temannya dengan mimik muka yang teramat serius.

"Kayanya, Mega makin lama makin bikin gue kesel. Makin lama makin kebanyakan tingkah." Ucap Putri dengan nada kesal.

"Put, kayanya kita kemarin sudah keterlaluan banget deh sama Mega." Ucap Fia dengan perasaan bersalah.

"Iya Put, apa kita enggak berlebihan ya?" Timpal Nada sambil memeluk erat buku catatannya. Ria pun ikut mengagguk dengan serius.

"Apaan sih, kalian gitu aja takut! Seharusnya dengan sudah apa yang kita lakukan, justru harusnya dia yang takut sama kita. Pokoknya gue enggak akan berhenti begitu saja!" Ucap Putri dengan nada semakin meninggi.

"Putri, gue rasa sudah cukup dengan semua ini! Lo sebenarnya ada masalah apa sama Mega?" Tanya Fia. Menggerakan botol jus yang sudah habis, sedikit kesal dengan sikap Putri yang keras kepala.

"Awalnya gue pikir ini cuman sebatas keisengan kita aja. Pertama buku pelajaran... Lo inget kan kita sudah rusak buku catatannya! Dan kemarin baju olahraga!?" Ucapan Fia pun terhenti. Karena melihat wajah Putri yang semakin kesal, dan tidak suka dengan sikap Fia yang berbalik arah.

"Lo kenapa sih Fi? Kan lo juga ikut tuang saos ke bajunya, dan elo juga yang gunting celana olahraganya kan Ria!" Tatapan Putri berpindah dari Fia ke Ria.

"Ehh... Gue kan cuman terbawa suasana aja Put." Ria berusaha membela dirinya sendiri.

"Udah jangan berantem dong... Sekarang ada hal lain yang harus kita pikirkan." Nada yang terlihat khawatir mencoba untuk merelai pertengkaran yang terjadi diantara temannya.

"Disini kita harus bikin rencana, karena tadi gue sempat dengar di ruang BP. Kalau Mega ada sebut nama kamu Put." Jelas Nada dengan Serius.

"Kok Bisa?" Tanya Ria dengan polos, sedangkan Fia melipat tangan dengan wajah serius sambil menatap ketiga temannya.

"Mungkin...? karena yang keluar kelas belakangan adalah gue, dan saat itu... Gue berpapasan dengan Mega didepan pintu kelas." Ucap Putri tanpa sengaja dia pun menggigit bibirnya dengan kesal.

"Ooo... Bisa jadi karena itu. Lalu? Sekarang bagaimana nih? Kalau sampai nanti kita ketahuan... Kalau kita adalah pelakunya." Ucapan Ria semakin terlihat khawatir.

"Mmm... Gue punya ide." Putri menjetikkan jarinya.

"Nada, nanti gue kan bakal menghadap Bu Anggi. Gue akan bilang kalau gue lagi sama elo di perpus OK? Sama Ria juga ya.. dan Fia?" Tanya Putri menoleh ke arah Fia yang masih tampak tidak senang, dan tidak setuju dengan apapun rencana Putri yang berikutnya.

Ruangan BP,

Tidak lama setelah Putri dan ketiga temannya membicarakan rencana apa yang harus dilakukan. Putri berjalan kearah ruang BP, putri memandang pintu ruang BP dan dia menyadari bahwa ada kegelisahan yang sedang dia rasakan.

Putri mengangkat tangan kanannya, dan mengetuk pintu beberapa kali. Tapi tidak ada respon atau apapun dari dalam ruangan tersebut. Sekali lagi Putri melakukan hal yang sama, akan tetapi hasilnya tetap sama.

Putri pun memberanikan diri untuk membuka pintu tersebut dengan pelan, dilihatnya ternyata ruangan itu masih kosong.

"Apa mungkin bu Anggi belum datang ya?" Pikir Putri sambil berjalan pelan dan masuk kedalam ruangan tersebut.

Sebenarnya ruangan itu cukup luas, jika tidak ada meja yang cukup besar ditengah ruangan tersebut. Sofa panjang dengan warna cokelatnya yang kontras dengan warna cat dinding,diletakkan dipojok ruangan. Belum ditambah lemari buku yang cukup besar, dengan buku-buku besar yang memenuhi isi lemari tersebut.

Ini pertama kalinya Putri masuk ke ruangan BP. Ternyata tidak seseram yang dibayangkan oleh Putri.

Tidak lama terdengar suara pintu dibuka, dan Putri melihat sosok Bu Anggi masuk dan memandang dari balik kacamatanya yang tebal.

"Maaf menunggu lama ya Putri," Ucap Bu Anggi, sambil duduk di bangku kerjanya. Kemudian menyilangkan kedua tanggannya sambil menatap dengan tersenyum.

"Fine mam, I've just come."Ucap Putri menjawab dengan manis, kemudian langsung duduk tanpa menunggu instruksi dari Bu Anggi.

"Semoga, dengan ibu panggil kamu ke ruang BP, tidak membuat kamu jadi takut ya Put?" Ucap Bu Anggi masih dengan senyumannya yang terlalu lebar, dan malah membuat Putri merasa menjadi aneh.

"Tidak kok bu," Jawab Putri dengan singkat.

"Jadi begini Putri," Bu Anggi mulai menegakkan posisi tubuhnya dan mengeluarkan baju olahraga dari bawah meja. Baju itu terlihat lebih kotor penuh dengan berbagai kotoran, dan dengan kondisi yang compang camping. Putri pun agak terkejut karena bu Anggi menyimpan baju tersebut.

Baju tersebut diletakkan di atas meja, Putri berpikir apakah ini rencana bu Anggi untuk mengetahui reaksinya. "Ok put, be calmn." Pikir Putri dalam hatinya.

"Bu, maaf boleh langsung ke point-nya. Saya tidak mau ketinggalan jam pelajaran matematika." Ucap Putri dengan angkuh sambil menegakkan kepalanya.

"OK, Ibu pikir kamu sudah tahu soal kejadian kemarin. Ada teman sekelas kamu, yang mendapat perlakuan buruk dari seseorang yang tidak bertanggung jawab." Bu Anggi pun mulai menarik napasnya dengan panjang.

"Mega kemarin datang keruangan ini dengan menangis, dia melaporkan ke saya bahwa ada seseorang yang dengan sengaja merusak baju olahraga ,miliknya."Bu Anggi mulai menatap dengan sinis terhadap Putri, Putri pun hanya menunjukkan ekspresi datar.

"Oh kejadian kemarin," Ucap Putri tanpa nada.

Bu Anggi pun berdiri dan berjalan di samping Putri, kemudian berjalan ke arah meja dan sekarang posisinya bersandar, sambil berdiri dan tetap menatap kearah Putri.

"Mega juga bilang, bahwa ini bukan kejadian pertama kalinya. Sebelumnya dia menemukan buku catatan miliknya rusak, dan robek oleh orang yang tidak bertanggung jawab." Ucapnya dan Putri tetap mempertahankan wajah datar, seolah-olah tidak tahu menahu mengenai kejadian yang menimpa Mega.

"Lalu, hubungannya dengan saya apa bu?", tanya Putri masih datar.

"Ibu dapat informasi dari Mega, sebelum masuk kelas. Ternyata Mega bertemu kamu di depan kelas, apa benar itu?" Tanya Bu Anggi. matanya menatap seperti sedang menaruh kecurigaan terhadap Putri.

"Maksudnya?Ibu tuduh... Kalau saya adalah pelakunya?" Kali ini Putri menjawab dengan nada tinggi. Walaupun hal itu memang benar, Putri tetap menunjukkan wajah tidak bersalahnya agar guru BP tersebut tidak mencurigai dirinya.

"Tidak! Ibu tidak bilang seperti itu." Suara Bu Anggi menjadi lebih lembut dari sebelumnya. "Maksud Ibu, apa kamu melihat sesuatu yang mencurigakan. Mega hanya bilang... Bahwa dia bertemu kamu di depan kelas, dan bukan di dalam kelas. Jadi Siapa tahu... Mungkin Putri melihat sesuatu yang mencurigakan di dalam kelas." Jelas Bu Anggi, tapi entah mengapa Putri menjadi menunjukkan senyum kepuasan.

"Maaf ya Bu Anggi, saya sama sekali tidak tau." Putri tiba-tiba bangkit dari duduknya, dan Bu Anggi memperlihatkan raut tidak senang pada wajahnya.

"Dan tanpa mengurangi rasa hormat." Putri sedikit membungkukkan badannya, kemudian kembali tegak dan menatap guru BPnya – tetap dengan wajah tanpa ekspresi.

"Saya rasa pembicaraan kita sudah cukup bu, saya sudah tertinggal jam pelajaran. Mungkin kita bisa mengatur ulang kembali pertemuan ini." Putri kemudian tersenyum. Tapi Putri tahu bahwa gurunya memandang dirinya dengan pandangan yang tidak suka.

"Lagi pula sebelumnya saya berada di perpus bersama teman saya Fia, Ria, dan Nada." Lanjut Putri dengan bohong tapi tetap dengan nada meyakinkan.

"Saya rasa Mega mengarang cerita, dan hanya ingin mencari perhatian saja." Ucap Putri masih dengan nada angkuh.

"Sekali lagi tanpa mengurangi rasa hormat saya, saya harus kembali ke kelas. Tugas saya bukan hanya untuk mengurusi gadis beasiswa itu bu." Putri pun langsung membalikkan badannya dan menuju ke arah pintu luar.

"Putri, tidak sopan memanggil temanmu dengan sebutan yang tidak menyenangkan." Ucap Bu Anggi sesaat sebelum Putri memegang gagang pintu. Putri hanya terdiam sejenak dengan perkataan guru BPnya, dan hanya sedikit menengok sambil tersenyum sinis lalu berjalan keluar.

Sepanjang perjalanan menuju kelas Putri benar-benar dibuat kesal. Bahkan dia merasa reaksi Bu Anggi terlalu berlebihan kepada Mega

Bukan tanpa alasan Putri sangat membenci Mega, di tahun pertama Mega dan Putri merebutkan posisi juara umum di sekolah. Perselisihan ini terus berlanjut, awalnya Putri tidak terlalu memikirkan, tapi semakin lama banyak teman-temannya yang membandingkan dia dengan Mega.

Banyak rumor yang beredar semenjak teman-temannya membandingkan, antara dia dan Mega. Beberapa siswa mengatakan karena Putri adalah anak orang yang berada, sudah jelas hal yang sangat mudah untuk mendapatkan juara umum. Belum lagi rumor yang mengatakan bahwa Putri tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumahnya, karena banyaknya materi yang dimiliki oleh keluarganya.

Putri sempat berpikir, bahwa teman-temannya hanyalah sebuah pajangan yang bisa dia beli kapanpun. Toh kenyataannya, teman-temannya tersebut juga tidak pernah peduli dengan Mega. Mega terlalu banyak diam, Dilain hal Putri mengetahui kalau Mega memang sengaja tidak mau berhubungan dengan teman-teman di kelas.

Belum lagi tingkah laku para siswa putra baik yang satu angkatan ataupun kakak kelas. Menjadikan Putri sebagai pacar adalah pilihan nomor dua bagi mereka, para siswa Putra yang cintanya ditolak oleh Mega, kemudian mencoba menyatakan cintanya kepada Putri.

Tentu saja Putri menolak semua dengan tindakan angkuh yang dia miliki. Para guru juga menyukai Mega, walaupun nilai pelajaran hanya berbeda sedikit. Selalu saja Mega yang diberi tanggung jawab lebih oleh para guru.

Mega adalah tipe anak penurut, parasnya yang manis, posturnya lebih tinggi dibandingkan Putri. Bisa dibilang Mega lebih cantik daripada Putri. Tapi bagi Putri Mega bukanlah siapa-siapa.

Mega hanya seorang siswa yang sedikit berprestasi dan bisa berkesempatan mendapatkan beasiswa, Sehingga bisa bersekolah dan mendapatkan beasiswa di sekolah swasta terbaik.

Tapi Mega memiliki kelemahan, dia tidak mudah berbaur dengan temannya. Penampilannya terlalu biasa, bahkan sederhana.

Mega bukan lahir dari keluarga yang berlebihan, Putri bisa melihat itu sebagai kelemahannya. Sehingga Putri menjadikan ini sebagai senjatanya.

Sebagai contohnya, setiap ada teman yang ingin menanyakan pelajaran yang sulit. Selalu Putri yang muncul sebagai dewi penolong. Tidak segan Putri untuk royal kepada temannya. Sedangkan Mega hanya bisa berdiam, tanpa menawarkan bantuan hanya menunggu seseorang yang datang untuk bertanya atau memberikan instruksi kepadanya.

Bagi Putri mengeluarkan sedikit ataupun banyak uang bukanlah masalah utama. Asalkan bisa membuatnya menjadi orang yang selalu dielukan dan dinomor satukan oleh teman-temannya.

Putri sangat senang jika Mega terlihat sangat jauh dari teman-teman kelasnya. Bahkan Putri juga senang jika teman kelasnya menganggap Mega tidak ada.

Usai pulang sekolah, Putri tidak bisa banyak mengobrol dengan temannya. Jadwal les yang terlalu padat, membuat Putri harus kembali ke rumah dan bersiap-siap untuk aktivitas berikutnya. Hari itu adalah hari dimana membuatnya terlalu banyak berpikir, terlalu banyak rencana yang ingin ia jalankan. Dan tanpa disadari, dia akan membuat kesalahan terbesar di masanya.


L’AVIS DES CRÉATEURS
Sita_eh Sita_eh

Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.

Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.

1. Vote dengan Power Stone.

2. Berikan Review anda.

3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca

4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.

Terimakasih :)

Find me on IG Sita_eh

Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C2
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank 200+ Classement de puissance
    Stone 0 Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous

    tip Commentaire de paragraphe

    La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.

    De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.

    OK