Beberapa menit kemudian, Putra telah selesai membersihkan jendela. Setelah itu Ditya mulai membersihkan lantai. Sementara Ditya mengepel, Niar, Fauzi, Desta dan Putra menunggu diluar. Putra bahkan pergi entah kemana.
Setelah selesai mengepel, Ditya menyusul yang lain dan duduk di atas rumput, di bawah pohon yang cukup rindang. Dia bahkan bersandar pada pohon tersebut untuk melepas lelahnya sambil memejamkan matanya.
Tiba-tiba, Putra duduk di sampingnya. Dia memberikan sebotol teh dingin untuk Niar dan menyenggol tangan Ditya dengan menggunakan botol teh lainnya yang dia bawa.
"Hei . . ." panggil Putra.
Ditya membuka matanya dan menoleh ke arah Putra, "Ada apa?" tanya Ditya datar.
"Nih . . ." kata Putra sambil menyodorkan botol itu kepada Ditya.
"Nggak usah, Kak. Terimakasih." tolak Ditya dan kembali memejamkan matanya.
"Ditya!" teriak Putra.
"Ok, ok . . . Aku ambil minumannya." ujar Ditya kesal.
Putra tersenyum. "Dit, maaf ya soal tadi . . ."
"Hemm . . ."
"Harusnya aku nggak bicara kasar seperti tadi." kata Putra.
"Udah biasa kok, Kak." jawab Ditya masih memejamkan matanya.
"Apa kamu bilang?" tanya Putra.
"Nothing." Ditya membuka matanya dan tersenyum. Ditya bangkit dan berdiri, "Niar, kita pulang yuk."
Niar mengangguk dan berdiri.
Sebelum pergi, Ditya menoleh lagi ke arah Putra, "By the way, terimakasih atas minumannya ya, Kak. Dan maaf juga soal tadi." Lalu mereka beranjak pergi meninggalkan Putra, Desta dan Fauzi.
"Ternyata anak itu bisa berterimakasih juga." kata Putra sambil memandangi Ditya.
"Put, sampai kapan kamu mau mengganggu dia?" tanya Fauzi.
"Bagaimanapun juga kamu akan lebih sering kalah kalau berdebat dengan Ditya. Jadi berhentilah bersikap kekanak-kanakan seperti itu dengannya." kata Desta.
"Justru semakin lama pertengkaran kami menjadi semakin menarik. Baru kali ini aku menemukan lawan yang sepadan." jelas Putra.
"Jangan bilang kalau kamu mulai suka atau tertarik sama Ditya!" kata Fauzi curiga.
"Apa? Aku? Suka sama Ditya? Hahahahaha. . ." Putra tertawa terbahak-bahak, "Zi, udah berapa lama, sih, kamu berteman sama aku? Masa kamu nggak tahu tipe wanita aku?"
"Ya, siapa tahu . . ." kata Fauzi.
"Nggak mungkinlah aku sama Ditya. Dia itu jauh sekali dari tipe wanita yang aku suka. Aku itu lebih suka wanita yang manis seperti kucing. Sementara dia begitu menyeramkan seperti harimau." Putra tertawa lagi.
"Nggak ada yang nggak mungkin, Put. Hati-hati aja kalau bicara. Jangan sampai termakan perkataan diri sendiri." kata Desta.
"Apa yang sedang kalian bicarakan, sih? Sepertinya seru." kata Levia yang tiba-tiba muncul dari belakang mereka.
"Hei, sayang. Sejak kapan kamu ada disini?" tanya Putra kaget.
"Baru aja, kok. Kenapa? Kok kalian jadi tegang begitu?" tanya Levia curiga, "Jangan-jangan tadi kalian sedang membicarakan aku ya?"
Putra tertawa. Dia merasa lega karena Levia tidak mendengar apa yang sedang membicarakan. "Nggak, kok, sayang. Kita sedang membahas rencana untuk pelantikan PIN mahasiswa baru." Putra berbohong pada Levia.
"Oh begitu. Kapan kalian pelantikan PIN?" tanya Levia.
"Rencananya bulan depan, Lev." jawab Desta.
"Waktu acara di Bandung beberapa hari yang lalu, aku lihat mahasiswa baru ekskul Musik cantik-cantik." kata Levia, "Kalian pasti naksir sama salah satu dari mereka ya?"
"Nggak lah, Lev. Kamu kan, tau kalau aku cinta mati sama Meta." jawab Fauzi.
"Iya, sih. Kalau kamu, Put?" tanya Levia sambil memandang Putra.
"Apalagi aku. Aku kan udah punya kamu, Lev." jawabnya sambil tertawa yang dibuat-buat seperti sedang menutupi sesuatu, "Lagipula kenapa kamu malah mencurigai kami yang sudah mempunyai pasangan?" katanya sambil mencubit pipi Levia dengan manja.
"Kalau Desta sih nggak masalah mau naksir siapa pun. Kan dia masih sendiri, jadi wajar kalau dia suka sama mahasiswa baru atau yang lainnya."
"Iya, deh." kata Putra, "Terus ada apa kamu datang kesini?"
"Aku sengaja kesini untuk mencari kamu. Tadi aku mau telepon tapi handphone aku mati."
"Kenapa? Kamu kangen ya, sama aku?" tanya Putra dengan penuh percaya diri.
Levia tertawa, "Aku mau nyari kostum untuk lomba tari modern bulan depan. Apa kamu bisa menemani aku?"
"Apa, sih, yang nggak untuk kamu?" kata Putra.
"Oh my God! Pasangan ini benar-benar menyebalkan. Apakah kalian tidak bisa menghargai aku yang masih jomblo?" protes Desta.
"Ha . . . ha . . . ha. . . makanya jangan kelamaan jomblo, Des!" ejek Fauzi.