Télécharger l’application
1.94% Tate no Yuusha no Nariagari / Chapter 2: Chapter 2 Perkenalan Para Pahlawan

Chapitre 2: Chapter 2 Perkenalan Para Pahlawan

"Oh wow…"

Aku mendengar suara orang takjub pada sesuatu dan tiba-tiba bangun lagi. Mataku belum siap untuk fokus pada sesuatu, tapi aku aku bisa melihat apa yang ada didepanku. Ada orang-orang yang mengenakan jubah, menatapku dalam takjub, dan kayaknya nggak bisa berkata apa-apa.

"Apaan semua ini?"

Aku berpaling ke arah suara tersebut dan menemukan tiga orang yang lain. Seperti diriku, mereka kayaknya nggak tau apa yang sedang terjadi.

Aku menggaruk kepalaku.

Aku berada diperpustakaan beberapa saat yang lalu, namun.... kenapa? Dan dimana aku?

Aku menolehkan kepalaku ke kanan dan kiri, lalu menyadari bahwa aku berada dalam sebuah ruangan. Dindingnya terbuat dari batu. Apa itu yang mereka sebut batu bata? Terlepas dari itu, aku merasa belum pernah berada disini sebelumnya. Dan sudah pasti ini bukanlah perpustakaan.

Aku melihat lantai. Lantainya tertutupi pola geometris yang terukir di suatu jenis bahan memantulkan cahaya. Juga ada suatu altar. Itu tampak seperti suatu magis yang ada di sebuah fantasi.

Kami berdiri di atas altar.

Tunggu sebentar, kenapa aku memegang sebuah perisai?

Aku memegang sebuah perisai. Perisai itu seringan bulu, dan sangat pas di tanganku. Aku nggak bisa memahami kenapa aku memegangnya, jadi aku mau menaruhnya, namun aku nggak bisa melepasnya. Seolah perisai itu telah menyatu denganku.

"Dimana kami?"

Saat aku sedang bertanya-tanya hal yang sama, pria disampingku, orang yang membawa pedang, menanyai pria yang mengenakan jubah.

"Oh para Pahlawan! Tolong selamatkan dunia kami!"

"Apa?!"

Kami berempat berteriak serempak.

"Apa maksudnya itu?"

Tapi permohonan dari pria berjubah itu terdengar familiar, seperti sesuatu yang pernah kubaca di internet.

"Ada banyak hal rumit dalam situasi ini, tapi untuk memberi jawaban sederhana untuk pertanyaan kalian, kami baru saja menyelesaikan sebuah upacara kuno dan memanggil kalian berempat para Pahlawan."

"Memanggil?"

Ya, itu dia. Ada peluang bahwa semua ini hanyalah lelucon, tapi kayaknya nggak ada salahnya untuk mendengarkan mereka. Selain itu, lebih menyenangkan untuk dijahili daripada menjahili orang lain. Aku nggak masalah dengan hal semacam itu. Kupikir itu menyenangkan.

"Dunia kami berada diambang kehancuran. Para Pahlawan, tolong pinjamkan kekuatan kalian pada kami." kata pria berjubah itu seraya menunduk dalam-dalam pada kami.

"Yah, kurasa nggak masa...." aku mulai menjawab, tapi ketiga orang yang lain segera berbicara.

"Nggak segampang itu."

"Ya, aku juga."

"Kami bisa kembali ke dunia kami, kan? Kita akan membicarakan masalahmu setelah itu."

Apa? Apa mereka pikir nggak masalah berbicara kayak gitu pada seseorang? Seseorang yang menunduk pada kita penuh keputusasaan? Kenapa mereka nggak bisa menyimpan kesimpulan mereka setelah mereka mendengar situasinya?

Aku menatap mereka dalam hening, dan segera mereka bertiga menatapku. Kenapa mereka tersenyum? Kalo bisa merasakan ketegangan ruangan yang meningkat.

Dasar sialan! Aku yakin mereka sebenarnya senang ada disini. Pikirkan kalau itu memang benar! Mereka akan mendapatkan kesempatan untuk berpetualang di dunia lain. Itu akan jadi mimpi jadi nyata! Tentu, itu adalah sebuah klise, tapi tetap aja, bisakah setidaknya kita mendengar mereka duluan?

Pria yang memegang pedang tampak dia adalah seorang siswa SMA. Dia mengarahkan pedangnya pada si pria berjubah dan berteriak, "Tidakkah kau merasa bersalah karena memanggil orang ke duniamu tanpa seijin mereka?"

"Selain itu," kata pria yang memegang busur dan panah, "Bahkan jika kami menyelamatkanmu dan membawa perdamaian pada duniamu, kau hanya akan mengirim kami kembali ke rumah, kan? Itu terdengar seperti sebuah pekerjaan bagiku." Dia melotot pada pria berjubah.

"Aku penasaran seberapa banyak kau telah mempertimbangkan pendapat kami pada hal ini. Aku penasaran gimana bisa itu kayak untuk kami? Bergantung pada arus pembicaraannya, ingat baik-baik bahwa kami mungkin saja berakhir menjadi musuh duniamu."

Jadi begitulah. Itulah yang mereka inginkan. Inilah jadinya saat mereka mencoba dan memahami posisi mereka dan menuntut sebuah hadiah. Yah, mereka tentunya orang yang blak-blakan, sekelompok orang yang sangat percaya diri. Aku merasa seperti aku kalah dari mereka.

"Ya. Yah, kami ingin kalian berbicara dengan sang raja. Beliau akan mendiskusikan kompensasi dengan kalian di ruang tahta."

Salah satu pria berjubah, yang kayaknya pemimpin mereka, mendorong sebuah pintu yang kelihatan sangat berat sampai terbuka, kearah yang dia tunjuk yang mana merupakan arah yang harus kami tuju.

"Terserahlah."

"Nggak masalah."

"Kurasa itu bukan masalah dengan siapa kami berbicara, tapi bodo amat dah."

Rekan-rekanku yang blak-blakan mengeluh saat mereka meninggalkan ruangan dan berjalan kearah yang ditunjukkan. Aku nggak mau ditinggal sendirian, jadi aku mengikuti mereka.

Kami berjalan keluar dari ruangan reduo itu dan menuju ke lorong yang terbuat dari batu. Gimana ya aku harus menggambarkannya? Udaranya terasa segar... dan aku nggak bisa memikirkan kata-kata lain untuk menggambarkannya. Kosa kataku nggak ada yang cocok. Kami bisa melirik keluar jendela, dan pemandangannya membuat kami terkesiap.

Awannya sangat tinggi, tinggi sekali di langit sejauh kau bisa memandang. Dibawah kami, sebuah kota membentang dari bangunan tempat kami berada, semua rumah berbaris rapi, sama seperti salah satu kota Eropa yang akan kau lihat di brosur perjalanan. Aku ingin berhenti sejenak untuk menikmatinya, tapi nggak ada waktu. Kami harus bergegas ke ruang tahta.

"Huh, jadi anak-anak ini adalah keempat Pahlawan Suci?"

Seorang pria yang kelihatan penting tengah duduk di singgasana. Dia membungkuk kedepan saat berbicara. Dia nggak memberi kesan pertama yang bagus untukku. Aku aku nggak bisa begitu saja membiarkan orang yang merendahkan martabat.

"Namaku Aultcray Melromarc XXXII, dan aku memerintah negeri ini. Para Pahlawan, tunjukkan wajah kalian padaku!"

Aku hampir berteriak pada dia agar diam, tapi aku berhasil menahan diriku tepat waktu. Kurasa dia adalah seorang penguasa, dan dia kayaknya seorang raja.

"Nah sekarang, aku akan memulai dengan sebuah penjelasan. Negara ini, tidak, seluruh dunia ini berada di ambang kehancuran."

Kayak seperti pengenalan yang megah. Orang-orang yang bersamaku berbicara. "Yah, kurasa itu masuk akal, mengingat kau memanggil kami dari dunia lain."

"Ya. Sepertinya."

Aku akan mencoba meringkas cerita sang raja:

Ada sebuah ramalan tentang akhir dunia. Banyak gelombang akan muncul, dan mereka akan menerjang dunia, lagi dan lagi, sampai nggak ada yang tersisa. Kecuali gelombang-gelombang tersebut di pantulkan dan bencana yang mendampinginya dihindari, dunia akan kiamat. Ramalan itu sudah ada sejak lama, dari waktu ke waktu terus dibicarakan sampai sekarang, dan saat inilah saat-saat yang menentukan.

Juga ada sebuah jam pasir kuno yang besar yang akan menunjukkan waktu. Jam pasir tersebut memprediksi kedatangan gelombang-gelombang tersebut, dan pasirnya mulai jatuh sebulan yang lalu. Menurut legenda, gelombang tersebut akan datang dalam interval sebulan.

Awalnya, penduduk negeri ini memcemooh legenda tersebut. Akan tetapi, saat pasir di jam pasir tersebut mulai jatuh, suatu bencana besar mendatangi negeri ini. Sebuah retakan muncul di negara Melromarc ini, sebuah retakan ke dimensi lain. Mahluk-mahluk yang menakutkan dan mengerikan merangkak keluar dari retakan tersebut dalam jumlah yang besar.

Pada saat itu, para ksatria dan petualang negara ini mampu menghadang mahluk-mahluk tersebut, tapi gelombang yang selanjutnya diramalkan akan lebih mengerikan.

Pada tingkat ini, negara akan hancur, karena nggak punya cara untuk menangkal bencana yang akan datang. Mengingat situasinya mendekati tanpa harapan, kerajaan memutuskan untuk memanggil pahlawan dari dunia lain.

Kira-kira begitulah ringkasannya.

Oh, ngomong-ngomong, kayaknya Senjata Legendaris membuat kami bisa memahami bahasa dunia ini.

"Baiklah," kata salah satu rekanku. "Kurasa aku paham darimana kau berasal. Tapi apa itu artinya kau memerintah kami untuk membantumu?"

"Kayaknya nggak masalah dan bagus... untukmu"

"Aku setuju. Semua ini terdengar sangat egois bagiku. Kalau duniamu berada di jalur kehancuran, biarkan saja hancur. Dari yang kulihat hal itu nggak ada hubungannya dengan kami."

Aku bisa mengatakan dari tawa merendahkan tersebut, dia berhianh untuk menyembunyikan bahwa dia secara sembunyi-sembunyi berpikir bahwa semua ini benar-benar keren.

Yah, selanjutnya adalah giliranku untuk berbicara. "Seperti yang telah mereka katakan, kami nggak punya keharusan untuk membantumu. Kalau kami mendekasikan waktu dan kehidupan kami untuk membawa kedamaian pada kerajaanmu, apa yang akan kami dapatkan selain kata-kata 'makasih dan sampai jumpa lagi'? Maksudku, kurasa apa yang betul-betul ingin kuketahui adalah apakah ada cara bagi kami untuk pulang. Bisakah kau memberitahuku sesuatu mengenai hal itu?"

"Hmmm...." sang raja melirik bawahannya. "Tentu saja kami berencana memberi kompensasi kalian untuk upaya kalian."

Para pahlawan, termasuk diriku sendiri, mengepalkan tangan dalam kegembiraan. Yes! Fase pertama negosiasi: komplit.

"Tentunya," lanjut sang raja. "Aku telah membuat pengaturan untuk mendukung kalian secara finansial, dan juga menyediakan apapun yang mungkin kalian butuhkan, sebagai rasa terimakasih untuk upaya kalian atas nama kami."

"Oh ya? Keren. Yah, asalkan kau menjanjikan hal itu pada kami, kurasa kami nggak punya masalah."

"Jangan pikir kau bisa menyuap kami. Selama kita bukan musuh, aku akan membantumu."

"Setuju."

"Aku juga."

Kenapa mereka semua harus bertindak begitu superior sepanjang waktu? Pikirkan tentang dimana kita berada! Apa kau betul-betul mau menjadikan sang raja sebagai musuh? Tetap saja, kurasa memang bagus untuk bertindak agak berlebihan diawal daripada beresiko kehilangan segalanya di tengah jalan.

"Baiklah kalau begitu, para Pahlawan. Beritahu kami nama kalian."

Tunggu sebentar— aku baru saja menyadari sesuatu. Bukankah semua ini terdengar mirip dengan buku yang kubaca di perpustakaan? Catatan dari Empat Senjata Suci?

Pedang, tombak, busur... dan ya, sebuah perisai.

Bahkan keempat pahlawannya sama. Mungkinkah aku telah ditarik kedalam dunia dari buku itu? Aku mulai mempertimbangkan hal-hal ini saat anak yang memegang pedang, sang Pahlawan Pedang, melangkah maju dan mengenalkan diri.

"Namaku Ren Amaki. Usiaku 16 tahun, dan seorang siswa SMA."

Sang Pahlawan Pedang, Ren Amaki. Dia adalah seorang pria muda yang atraktif. Wajahnya tampan, dan dia relatif pendek, mungkin 160cm. Kalau dia bercross-dress, kau akan salah mengira dia sebagai seorang cewek dalam sekejap. Wajahnya sangat tenang. Rambutnya pendek berwarna hitam. Matanya tajam, dan kulitnya putih. Secara keseluruhan dia memancarkan kesan dingin. Seperti seorang swordsman ramping yang cepat.

"Baiklah, aku selanjutnya. Namaku Motoyasu Kitamura. 21 tahun, dan seorang mahasiswa."

Sang Pahlawan Tombak, Motoyasu Kitamura. Dia seperti seorang yang baik dan berhati mulia, kadang-kadang seperti seorang kakak. Wajahnya sama menariknya dengan Ren, tipe pria yang pasti punya cewek setidaknya satu atau dua. Tingginya mungkin sekitar 170cm. Rambutnya dikuncir belakang. Aku biasanya nggak suka cowok berkuncir, tapi itu terlihat cocok untuk dia. Secara keseluruhan dia seperti seorang kakak yang peduli.

"Ok, giliranku. Aku Itsuki Kawasuni. 17 tahun, dan masih SMA."

Sang Pahlawan Busur, Itsuki Kawasumi. Dia tampak seperti tipe karakter pemain piano yang kalem. Gimana ya menjelaskannya? Dia tampak sombong, namun disaat yang sama, dia memiliki kekuatan tersembunyi. Ada sesuatu yang tidak pasti mengenai dia. Sesuatu yang samar. Dia adalah yang paling pendek diantara kami, mungkin sekitat 155cm. Gaya rambutnya agak bergelombang, seolah dikeriting. Dia seperti seorang adik yang berbicara lembut.

Kayaknya kami semua orang Jepang, meskipun aku akan sangat terkejut melihat orang asing disini.

Oh, giliranku?

"Kurasa aku yang terakhir. Namaku Naofumi Iwatani. 20 tahun, dan seorang mahasiswa."

Sang raja menatapku merendahkan. Aku merasakan perasaan merinding menjalar di tulang belakangku.

"Baiklah kalau begitu. Ren, Motoyasu, dan Itsuki, benar?"

"Yang Mulia, kau melupakan aku."

"Ah ya, maaf, tuan Naofumi."

Jadi pria tua itu agak lemot dalam penyerapan. Tapi kau tau... aku masih merasa agak janggal diantara mereka semua yang ada disini. Dan sekarang dia lupa memasukkan aku kedalam daftar semacam itu?

"Baiklah, para Pahlawan. Silahkan periksa status kalian, dan beri diri kalian sendiri sebuah evaluasi objektif."

"Huh?"

Apa yang dia maksud dengan status?!

"Maaf, tapi gimana cara kami mengevaluasi diri kami sendiri?" tanya Itsuki.

Ren mendesah keras, seperti dia nggak mau repot-repot menjelaskan hal itu pada kami. "Maksudmu kalian semua belum menyadarinya? Tidakkah kalian menyadarinya diaaat kalian tiba disini?"

Oh ayolah, dia tau segalanya. Apa begitu? Kurasa dia jenius.

"Maksudku," dia melanjutkan, "Tidakkah kalian menyadari ikon aneh yang mengambang di bidang pandang kalian?"

"Huh?"

Tapi karena dia menyebutkannya... kalau kau memperhatikannya dan berfokus pada sudut bidang pandangmu, ada tanda kecil disana. Aku bisa melihatnya juga.

"Fokuskan pikiran kalian pada ikon itu."

Aku melakukannya, dan mendengar suara pelan, sama seperti aku duduk didepan komputer, dan ikon tersebut membesar sampai memenuhi bidang pandangku. Itu kayak membuka browser internet.

Naofumi Iwatani

Kelas: Pahlawan Perisai Level 1

Equipment:

Perisai Kecil (Senjata Legendaris)

Pakaian Dunia Lain

Skill: Tidak Ada

Magic: Tidak Ada

Yang terdaftar cukup sedikit, tapi aku memutuskan mengabaikannya untuk saat ini. Jadi ini yang dimaksud sang raja dengan status? Tunggu bentar. Apa-apaan semua ini? Ini terasa keyak aku berada didalam sebuah game.

"Level 1... Itu membuatku gugup."

"Pada tingkat ini, siapa yang tau apakah kita akan bisa bertarung."

"Apa maksudnya semua ini?"

"Apakah hal ini tidak ada di dunia kalian, para Pahlawan? Ini namanya 'Status Magic'. Semua orang didunia ini bisa melihat dan menggunakannya."

"Sungguh?"

Aku takjub bahwa mereka menganggap angka numerik dari tubuh fisik ini sebagai hal yang normal.

"Dan apa yang harus kami lakukan? Angka-angka ini tampak sangat rendah."

"Yah, kalian harus melakuan perjalanan untuk memoles kemampuan kalian dan memperkuat Senjata-Senjata Legendaris yang kalian miliki."

"Memperkuatnya? Maksudmu barang-barang ini nggak langsung kuat sejak awal?"

"Itu benar. Para Pahlawan yang dipanggil harus meningkatkan sendiri Senjata Legendaris mereka. Itulah caranya mereka menjadi kuat."

Motoyasu memutar-mutar tombaknya dan berpikir. "Kenapa kita nggak pakai senjata lain saja seraya senjata-senjata ini berkembang? Kayaknya bagus buatku."

Sepertinya itu ide yang bagus. Selain itu, aku terjebak dengan sebuah perisai yang mana sejak awal bukanlah sebuah senjata. Lebih baik aku cari senjata lain.

Ren memotong untuk mengklarifikasi, "Kita bisa melakukannya nanti. Saat ini, kita harus fokus meningkatkan diri kita sendiri seperti yang dikatakan raja."

Itu begitu menggiurkan! Kami adalah para pahlawan yang dipanggil dari dunia lain! Itu terasa seperti manga, tapi Otaku manapun akan melompat kegirangan pada kesempatan seperti ini. Jantungku berdetak kencang di dadaku, dan aku nggak bisa membuat diriku tenang. Sepertinya para Pahlawan lain disekitarku juga merasakan hal yang sama.

"Apa kita akan membentuk sebuah party? Kita berempat?"

"Tunggu sebentar, para Pahlawan."

"Hm?"

Saat kami bersiap untuk melakukan petualangan, sang raja berbicara lagi. "Kalian berempat harus pergi secata terpisah, untuk merekrut rekan kalian masing-masing."

"Kenapa begitu?"

"Menurut legenda," dia mulai, "Senjata-Senjata Legendaris yang kalian miliki akan saling mengganggu satu sama lain jika kalian berkelompok. Baik senjata kalian serta kalian sendiri hanya bisa berkembang ketika kalian terpisah satu sama lain."

"Aku nggak betul-betul paham semua itu, tapi kalau kami terus bersama, kami nggak bisa naik level kan?"

Huh? Semua orang mendapatkan instruksi di dekat senjata mereka. Kami mulai membacanya bersamaan.

Peringatan: Senjata-Senjata Legendaris dan pemilik mereka akan mengalami efek yang merugikan jika mereka bertarung bersama.

Perhatian: disarankan bahwa para Pahlawan dan senjatanya digunakan secara individual.

"Kurasa itu memang benar..."

Tapi kenapa semua ini terdengar sangat mirip dengan sebuah game? Itu seperti aku telah dikirim kedalam sebuah game. Yang jelas, game nggak terasa senyata ini, dan ada manusia asli yang tinggal disini, jadi kurasa ini tetaplah sebuah suatu realitas. Tetap saja, sistemnya mengingatkan aku pada sebuah game gimanapun juga.

Instruksi pada senjata ini sangat panjang dan detail, tapi nggak ada waktu untuk membacanya saat ini.

"Jadi menurutmu kami harus berusaha membentuk party kami sendiri?"

"Aku akan berusaha untuk memberi rekan perjalanan untuk kalian semua. Meski demikan, sekarang sudah hampir malam. Para Pahlawan, kalian harus istirahat malam ini dan bersiap untuk berangkat besok pagi. Sementara itu, aku akan mencarikan rekan untuk kalian dari desa dibawah."

"Makasih banyak."

"Makasih."

Kami semua berterima kasih pada raja dan pergi menuju kamar kami.

***


Chapitre 3: Chapter 3 Diskusi Para Pahlawan

Ada tempat tidur penuh hiasan yang dipersiapkan untuk kami di kamar yang disediakan. Semua orang duduk disana, dengan cermat mangamati senjata mereka, dan membiarkan pandangan mereka tenggelam dalam memeriksa layar status mereka.

Aku menatap jendela, hanya untuk mendapati bahwa matahari telah terbenam sejak tadi, yang mana menunjukkan seberapa banyak waktu yang telah kami habiskan untuk membaca instruksi tersebut.

Ok, coba lihat. Senjata Legendaris sama sekali nggak butuh perawatan. Senjata itu memang kuat dan cukup kokoh. Material senjata itu terdiri dari reaksi pada level pahlawan yang memegangnya, dan setiap monster yang dibunuh tercatat pada sesuatu yang disebut buku senjata.

Buku senjata adalah sesuatu yang sepertinya menyimpan daftar dari semua bentuk perubahan Senjata Legendaris. Ada sebuah buku senjata untuk perisaiku yang bisa dilihat dari ikon senjata. Aku membukanya.

Fwip!

Batas layarnya dengan cepat meluas memenuhi bidang pandangku, dan layat tersebut dipenuhi dengan barisan ikon senjata. Kayaknya nggak satupun upgrade yang tersedia untuk saat ini. Huh, apa kau mempercayainya? Itu tampak seperti senjata tertentu bisa dipakai dan ditingkatkan, berkembang semakin kuat seiring waktu.

Aku paham. Itu sama seperti skill dan senjata naik level di game online. Dikatakan bahwa untuk mempelajari skill, kekuatan tersembunyi disenjata kami harus dibangkitkan. Itu tampak sama persis dengan sebuah game.

"Hei, ini sama seperti sebuah game, gimana menurut kalian?"

Kayaknya yang lainnya sedang membaca menu bantuan juga. Salah satu dari mereka menanggapi pertanyaanku.

"Seperti sebuah game? Kurasa ini mungkin sebenarnya adalah sebuah game. Aku tau game yang sama persis dengan ini," kata Motoyasu, memancarkan aura kesombongan.

"Huh?"

"Ya, itu adalah sebuah game online yang sangat terkenal. Pernahkah kalian mendengarnya?"

"Uh, tidak. Dan aku hanyalah seorang Otaku."

"Kau nggak pernah mendengarnya, Naofumi? Judulnya Emerald Online."

"Nggak pernah dengar. Apa itu?"

"Naofumi, pernahkah kau memainkan game online sebelumnya? Itu terkenal!"

"Nah, aku hanya memainkan game seperti Odin Online, atau Fantasy Moon Online. Game itu juga cukup terkenal."

"Aku belum pernah dengar game-game itu. Itu pasti nggak terlalu terkenal atau semacamnya."

"Huh?"

"Huh?"

"Aku nggak tau kalian mengacu pada hal apa. Ini nggak seperti sebuah game online. Ini lebih seperti sebuah game konsol."

"Motoyasu, Itsuki, kalian salah. Kalaupun ada, ini adalah sebuah VRMMO."

"Nggak mungkin. Bahkan jika kita berada didalam sebuah game online, pasti itu adalah suatu game yang kalian kendalikan dengan mouse atau dengan controller."

Ren tampak bingung dengan teori Motoyasu, dan dia masuk kedalam percakapan. "Mouse? Controller? Game antik macam apa yang kalian bicarakan? Jaman sekarang, bukankah semua game online adalah VRMMO?"

"VRMMO? Apa maksudmu adalah Virtual Reality MMO? Abaikan masalah sci-fi. Kalian tau teknologi masih belum siap untuk hal seperti itu."

"Huh?!" Ren berteriak keras karena terkejut.

Kalau dipikir-pikir lagi, dua adalah yang pertama diantara kami yang mengetahui gimana caranya menggunakan Status Magic. Seolah-olah dia tau apa yang dia lakukan. Dia mungkin telah mengetahui lebih banyaj daripada yang sudah dia sampaikan.

"Um, maaf. Kalian semua kayaknya berpikir ini seperti sebuah game yang kalian tau. Boleh aku menanyakan judul game-game itu?"

Itsuki mengangkat tangannya dan segera menjawab: Brave Star Online.

Emerald Online.

Aku yang selanjutnya. "Aku nggak tau. Maksudku, apa betul kita memang berada di dunia game?" Aku juga berpikir bahwa ini sedikit kayak game, tapi mungkinkah kami memang masuk kedalam sebuah game yang belum pernah kudengar sebelumnya?

"Aku paham. Adapun untuk pendapatku, ini mengingatkan aku pada sebuah game konsol bernama Dimension Wave."

Dan juga kami semua kayaknya memikirkan dunia ini sebagai game yang berbeda.

"Tunggu sebentar. Mari kita coba menyimpulkan apa yang kita tau secara pasti." Motoyasu menopang kepalanya dengan tangannya dan mencoba menenangkan kami. "Ren, VRMMO yang kau bicarakan tepat seperti yang kami maksudkan, kan?"

"Ya."

"Itsuki, Naofumi, kalian paham apa yang dia maksudkan, kan?"

"Kurasa itu terdengar seperti sebuah game dari science fiction, tapi ya aku paham."

"Kurasa aku pernah membaca sesuatu seperti itu di sebuah novel ringan."

"Baiklah. Itu juga yang bisa kupikirkan. Baiklah kalau begitu, Ren. Game yang kau sebutkan, Brave Star Online. Apa itu juga sebuah VRMMO?"

"Ah, betul. VRMMO yang kumainkan bernama Brave Star Online. Dunianya terasa sangat-sangat mirip dengan dunia ini."

Mempertimbangkan cara Ren mengatakannya, kayaknya VRMMO adalah teknologi yang biasa bagi dia. Itu kedengaran seperti komputer bisa membaca gelombang otak pengguna, dan memungkinkan penggunanya masik kedalan dunia komputer secara langsung.

"Ok baiklah. Yah, kalau itu memang benar, Ren, di dunia kai berasal, apa mereka memiliki game serupa dengan yang telah kami sebutkan? Seperti mungkin di masa lalu?"

Ren menggeleng. "Dan asal kalian tau, aku menganggap diriku sendiri cukup mendalami dalam sejarah game dari tempatku berasal. Aku nggak pernah dengar sesuatu seperti yang kalian bicarakan... Kalian menganggap judul game-game itu cukup terkenal, kan?"

Motoyasu dan aku mengangguk setuju.

Kalau kami tau sesuatu mengenai game-game online, yang mana kami semua pikir mengetahuinya, kayaknya mustahil kalau kami nggak tau apa-apa mengenai game-game yang sudah kami sebutkan.

Meskipun kami nggak betul-betul berpengalaman dalam game online seperti yang kami bilang...

Kami rasa kami telah menyebutkan game-game terkenal. Jadi apa salahnya?

"Kalau gitu, mari kita mulai dengan pertanyaan wajar. Kalian tau perdana menteri saat ini, kan?"

"Tentu."

"Ok, mari kita sebutkan secara bersamaan."

Gulp.

"Masato Yuda."

"Gotaro Yawahara"

"Enichi Kodaka."

"Shigeno Ichifuji."

Kami semua terdiam.

Aku nggak pernah mendengar nama-nama yang lainnya. Bahkan tidak di dalam buku-buku sejarah.

Kami membandingkan pengetahuan kami dalam hal internet, situs-situs internet terkenal, dan game-game terkenal. Nggak satupun contoh-contoh kami yang sesuai. Pada akhirnya kami kayaknya nggak berbagi referensi sama sekali.

"Kayaknya kita semua berasal dari Jepang yang berbeda."

"Kayaknya begitu. Aku tentunya nggak bisa membayangkan kita berasal dari tempat yang sama."

"Kurasa itu artinya ada Jepang di semua dunia paralel kita?"

"Awalnya kupikir kita berasal dari periode waktu yang berbeda. Tapi nggak satupun pengalaman kita yang cocok, jadi nggak mungkin kita berasal dari Jepang yang sama."

Meski begitu, kami semua memiliki satu hal yang sama: Kami adalah Otaku. Pasti ada maknanya.

"Jika demikian, kayaknya kita semua dibawa kesini untuk alasan yang berbeda, dan dengan cara yang berbeda."

"Aku nggak benar-benar tertarik pada percakapan yang nggak ada gunanya. Apa kita betul-betul harus memahami semua ini dengan normal?"

Ren berbicara seolah dia adalah orang yang paling keren di kamar ini, dan dia ingin semua orang mengakuinya.

"Aku sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah ketika aku kena nasib buruk dan terjebak dalam sebuah kasus pembunuhan. Itu adalah topik di kota pada saat itu."

"Uh huh."

"Aku bersama dengan seorang sahabat. Aku ingat menyelamatkan dia, dan aku ingat kriminalnya di ringkus...."

....Ren menggosok bagian samping badannya saat dia berbicara.

Aku ingin menertawainya. Pahlawan seperti apa yang dia pikirkan dengan semua pembicaraan tentang menyelamatkan sahabatnya? Aku berhasil menahan diriku.

Kurasa dia mengatakan bahwa dia menagkap penjahat tapi kemudian dia tertusuk dari samping saat dia berjuang.

Dia tampak seperti orang yang suka membualkan sesuatu yang nggak pernah terjadi. Aku seketika ingin menyimpulkan dia sebagai orang yang nggak bisa dipercaya... namun, dia adalah salah satu pahlawan yang dipanggil kesini. Setidaknya aku bisa mendengarkan dia.

"Setelah itu, sebelum aku menyadarinya, aku terbangun disini."

"Masuk akal. Kau cukup keren kan? Menyelamatkan sahabatmu?"

Dia menanggapi pujianku semakin acuh tak acuh. Bodo amat.

"Ok, aku yang selanjutnya kurasa." kata Motoyasu, menunjuk dirinya sendiri. "Aku punya.... Yah, gampangnya sih... aku punya beberapa cewek."

"Aku yakin begitu."

Sesuatu tentang dia nampak seperti seorang kakak yang bijaksana. Dia juga memberi kesan populer dengan para cewek.

"Dan yah..."

"Kau punya banyak cewek sekaligus, dan mereka menikammu atau semacamnya?" Kata Ren, tertawa pada dirinya sendiri.

Motoyasu membelalakkan matanya terkejut kemudian mengangguk.

"Ya begitulah... Wanita sangat mengerikan."

"Astaga!" Dengan cepat aku menyamarkan kemarahanku dan mendapati diriku sendiri menghibur dia.

Dia bisa saja mati.... tunggu, kurasa dia memang sudah mati. Apa begitu caranya mereka sampai? Tapi tunggu... Itsuki menempatkan tangannya pada jantungnya dan berbicara.

"Sekarang giliranku. Aku sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah persiapan. Aku menyeberang jalan, tapi sebuah tronton melaju dengan kecepatan penuh. Dan kemudian...."

Lagi, kami semua terdiam.

Jadi dia hampir bisa dipastikan ditabrak tronton itu... Sungguh menyedihkan... Tapi tunggu... Bukankah aku seperti orang asing dalam situasi ini?

"Uh... Apa kita betul-betul harus membicarakan tentang gimana kita sampai disini?"

"Yah, kita sudah mengatakannya."

"Kurasa. Yah... Maaf semuanya. Aku berada di perpustakaan, membolak-balik sebuah buku yang belum pernah kulihat sebelumnya. Sebelum aku menyadarinya, aku sudah terbangun disini."

Lagi, keheningan.

Tatapan mereka padaku sedingin es.

Apa maksudnya itu. Apa aku datang kesini dengan kondisi yang menyedihkan untuk menjadi bagian dari kelompok mereka?

Mereka bertiga mulai berbisik diantara meraka sendiri jadi aku nggak bisa mendengar apa yang mereka katakan.

"Ya... tapi dia... dia punya sebuah Perisai."

"Sudah kuduga... Motoyasu, kau juga?"

"Ya...."

Aku mulai merasa seperti mereka mengolok-olokku. Sudah saatnya untuk mengubah topik.

"Baiklah, jadi apa nggak masalah untuk mengasumsikan bahwa kita semua sudah memahami cara kerja dunia ini?"

"Tentu."

"Pastinya."

"Kurasa aku sudah cukup memahaminya."

Yah, begitu ya.... tunggu bentar! Apa aku satu-satunya amatir disini?!

"Y...Yah... Mungkin kalian bisa mengajariku apa yang perlu diketahui untuk bertarung di dunia ini? Nggak ada game seperti ini di tempatku berasal."

Ren menyipitkan matanya dan menatapku. Lagi, sedingin es. Karena suatu alasan, Motoyasu dan Itsuki menatapku dengan lembut.

"Baiklah kalau begitu, kakakmu Motoyasu ini akan mengajari dasarnya sebisa mungkin."

Dia terdengar main-main, dengan senyum lebar di wajahnya. Segera dia menepuk pundakku, dan dia berbicara.

"Pertama-tama, aku hanya berbicara tentang game yang aku tau, Emerald Online... Tapi kau adalah seorang 'Shielder.' Pada dasarnya, tugasmu adalah menggunakan perisai untuk melindungi orang-orang."

"Uh huh."

"Sejak awal, pertahananmu sangat tinggi, yang mana itu sangat bagus, tapi saat levelmu semakin tinggi, damage yang kau terima akan mulai nggak seimbang."

"Uh huh…"

"Nggak asa Shielder berlevel tinggi. Pada level yang lebih tinggi, itu adalah sebuah kelas yang nggak berguna."

"Tidaaaaaaaaaak!"

Bukan itu yang pengen kudengar. Ada apa dengan laporan kematian tersebut? Apa mereka ingin mengatakan bahwa aku berada dalam nasib yang tragis? Tidak terimakasih!

"Gimana dengan update'an? Apa nggak ada update?"

Seperti.... untuk keseimbangan kelasku?!

"Nggak ada, karena sistem gamenya, dan karena populasi player game tersebut, kelas tersebut dibuang lebih awal. Itu benar-benar nggak banyak berguna. Kurasa mereka bahkan berencana untuk menghapus kelas tersebut..."

"Dan kurasa aku nggak bisa mengganti kelas?!"

"Yah mengenai kelas tersebut... gimana ya mengatakannya? Mati."

"Dan aku nggak bisa ganti?"

"Yah, game nggak akan pernah membiarkanmu berganti ke kelas lain."

APA?! Apa aku betul-betul akan terjebak dengan kelas terburuk dalam game? Aku menatap perisai di tanganku dan berpikir. Apa masa depanku betul-betul begitu suram?

"Gimana menurut kalian?" Aku bertanya, menoleh pada Ren dan Itsuki, tapi mereka berpaling dariku.

"Maaf..."

"Aku juga..."

Tidak! Jadi aku betul-betul terjebak pada kelas selemah itu? Aku terdiam, melamun, saat aku melihat mereka bertiga di sudut mataku. Mereka sedang berbincang-bincang mengenai game tersebut.

"Gimana dengan geografisnya?"

"Namanya berbeda, tapi petanya kayaknya sama. Kalau petanya sama, ada kemungkinan yang tinggi bahwa pembagian efesiensi monsternya juga sama."

"Tempat berburu terbaik akan beebeda untuk masing-masing senjata. Mungkin lebih baik kita memastikan dengan pergi ke tempat-tempat berbeda."

"Betul. Kita harus fokus pada efesiensi."

Apa mereka tau cukup banyak mengenai gamenya sampai mengetahui gimana caranya berbuat curang? Aku mulai melihatnya seperti itu. Hei, ada sebuah pemikiran. Kalau kelasku begitu lemah, aku bisa bergantung pada mereka untuk mendukungku.

Ada banyak cara untuk melakukannya. Meskipun aku lemah, bertarung bersama party akan memberiku exp untuk naik level. Gimana dengan dunia lain, apakah bukan suatu peluang untuk bertarung bersama saudaramu untuk memperdalam ikatanmu? Harusnya gitu kan cara kerjanya?

Sekarang, kalau saja ada satu atau dua cewek didalam party. Maka semuanya akan sempurna. Kalau aku adalah seorang Shielder, aku nggak akan melakukan pertarungab. Aku hanya perlu melindungi teman setimku kan? Aku nggak benar-benar memiliki peluang untuk bertemu cewek manapun saat diduniaku, tapi mungkin akan berbeda disini.

"Hmm... Yah, nggak masalah. Maksudku, kita berada di dunia yang betul-betul baru! Meskipun aku bukanlah karakter terkuat, aku yakin akan ada sesuatu yang bisa dilakukan."

Mereka menatapku seolah mereka menatap sesuatu yang menyedihkan... atau setidaknya, aku berpikir seperti itulah cara mereka memandangku. Kalau aku membiarkan hal itu menggangguku, aku akan mati bahkan sebelum kami memulai. Selain itu, aku memiliki pertahanan, dan ini bukanlah sebuah gamem aku bisa menyingkirkan perisai khusus milikku dan mencari sebuah senjata.

"Baiklah, ayo kita lakukan!" Aku memaksakan diriku sendiri untuk menunjukkan inisiatif.

"Para Pahlawan, kami telah menyiapkan makanan untuk kalian."

Apa itu? Kayaknya kami akan mendapatkan makan malam yang lezat.

"Mantap."

Kami membuka pintunya, dan pelayan memandu kami ke ruang makan ksatria untuk makan malam.

Itu seperti sesuatu dari sebuah film fantasi. Ruang makan dari sebuah istana besar! Ada sebuah meja besar dibagian tengahnya, diatasnya berjajar hidangan yang terdiri dari segala macam makanan.

"Semuanya, silahkan makan apapun yang kalian suka."

"Apa? Kurasa kita makan bersama para ksatria istana?" Ren bergumam sendiri.

Gimana bisa seseorang mengeluh tentang makan malam seperti ini? Sialan, dia sangat kasar.

"Kalian salah paham. Makanan ini telah dipersiapkan untuk kalian. Para ksatria tidak diijinkan untuk masuk sampai kalian kenyang." kata pelayan tersebut.

Aku melihat sekeliling ruangan, yang ada disana adalah kerumunan yang kami asumsikan adalah peserta makan malam yang lain namun sebenarnya terdiri dari para koki. Kurasa ini artinya menyiratkan bahwa kami berempat adalah prioritas yang lebih tinggi daripada para ksatria istana.

"Makasih. Mari kita makan kalau begitu."

"Ya."

"Hajar."

Begitulah, kami mulai makan makan dengan makanan dari dunia baru ini. Kepekaan kulinernya bukankah yang sudah biasa kurasakan, tapi tentunya itu nggak menjijikkan. Nggak ada yang gak bisa kulahap. Meski demikan, sesuatu yang kayak omelet rasanya kayak jeruk, dan banyak hidangan yang menggabungkan rasa yang gak pernah disatukan di dunia tempatku berasal. Kami selesai makan, dan mendapati diri kami menjadi ngantuk saat berjalan kembali ke kamar kami.

"Apa mereka punya kamar mandi?"

"Yah, rasanya disini kayak Abad Pertengahan. Mereka mungkin punya bathtub."

"Kalau kau nggak memintanya, aku ragu mereka akan menyiapkannya."

"Kurasa aku bisa membiarkannya selama sehari."

"Ya, aku capek, dan petualangan dimulai besok. Lebih baik tidur yang nyenyak."

Semua orang mengangguk setuju pada saran Motoyasu, kami ke ranjang kami.

Kami berempat, termasuk aku, jelas-jelas gugup akan hari esok. Tetap saja, kami tertidur pulas dengan cepat.

Petualangan kami dimulai besok!

***


Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C2
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank 200+ Classement de puissance
Stone 0 Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous

tip Commentaire de paragraphe

La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.

De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.

OK