pagi hari,rumah yang terasa hangat dengan canda tawa sepasang suami istri itu kini berangsur menjadi sepi karena kepergian sang tuan rumah.
sayup-sayup hanya terdengar suara para pelayan dan penjaga rumah mengantar sang pemilik rumah bepergian untuk satu minggu ke depan.
"tuan, kami akan menjaga rumah dengan baik. kalian bersenang-senanglah" ujar nanny
ilham merasa terdapat makna terseembunyi dari kalimat itu, tapi ia kemudian menepis semuanya. Nanny bukanlah seorang wanita rumit yang bersembunyi dalam kata-katanya. dia lebih terlihat wanita yang apa adanya.
mereka mengendarai mobil pribadi dengan di antar sang sopir membelah jalan raya yang masih padat oleh lalu lintas kendaraan yang akan beraktivitas di tempat kerja.
Suasana berkendara di pagi hari selalu menyenangkan dengan hembusan angin sepoi-sepoi. meri dengan sengaja meminta agar jendela mobil tidak di tutup karena ia terasa mual jika harus mencium aroma AC dalam waktu lama.
kandungannya kali ini cukup menyulitkan lebih dari ketika ia mengandung junior delapan tahun yang lalu. Bayinya kali ini terkesan kampungan dengan tidak ingin mencium aroma AC berlebihan. Seperti halnya meri yang selalu bertindak low profile, anaknya akan menuruni karakternya ini.
dia sangat senang jika itu ketika ia mulai menanamkan nilai moral dan etika kepada anaknya nanti tapi ini terlalu cepat untuk memberi tanda sebesar ini.
Ilham di sampingnya selalu siaga dengan aroma therapy yang tidak pernah keluar dari katong jaketnya. ia ingin menjadi suami dengan tanggungjawab tinggi karena ia yang sudah menanam kecebong di rahim istrinya hingga wanitanya itu tersiksa seperti saat ini.
"udara perkotaan sangat tidak baik. jendelanya bisa di buka setengah" ilham mengingatkan karena meri membuka jendela mobil hingga tak terlihat sedikitpun kaca mobil yang menutupinya.
"tidak masalah. aku menggunakan masker"
hari ini, meri seakan kembali pada dirinya yang dulu. melihat suaminya berpakaian trendy ala anak muda, ia merasa perlu untuk mengimbangi penampilan suaminya itu.
Dengan dress berwarna krem menjulur menutupi kaki dengan desain yang tidak mengembang, membuat tubuhnya terlihat lebih ramping dan dipadukan dengan long jaket berwarna maroon serta hijab berwarna senada membuatnya tampil muda. Ditambah lagi kali ini ia menggunakan sepatu boot dengan macan berbulu membuatnya jauh lebih elegan dari biasanya.
jika tampilan biasanya membuat mata orang lain sejuk menatapnya, tampilannya kali ini seperti magnet yang siap menarik perhatian. Dia tidak lebih seperti gadis sosialita yang berdandan sopan namun tetap memikat.
ilham yang baru kali ini melihat istrinya itu berdandan aneh tidak berhenti menatapnya penuh kekaguman.
"sayang, dandananmu kali ini terlihat sedikit... mmm, mencurigakan" ilham memandang meri sambil membelai dagunya seakan berpikir dalam menilai pilihan istrinya.
"ehm, aku hanya menyeimbangkan tampilanku dengan penampilan pria di sampingku" kata meri.
sebenarnya, ia juga kurang nyaman dengan dandanannya tapi menjadi pantas untuk suami baginya poin penting yang harus ia pertimbangkan.
di luar sana terlalu banya suami yang memiliki wanita lain hanya karena merasa istrinya tidak sepadan lagi dengannya. entah karena wajahnya terlihat tua atau dandanannya terlalu ketinggalan. Ia hanya membantu suaminya untuk menetapkan hati pada satu istri.
Selama perjalanan, meri hanya tertidur setiap waktu karena merasa pusing dan kekurangan oksigen. kandungannya baru berusia enam minggu tapi ia sudah cukup kesulitan untuk melakukan perjalanan jauh.
awalnya ia merasa baik-baik saja saat ia tidak mengetahui kondisinya yang saat itu sedang hamil. mereka bahkan melakukan perjalanan jauh dari izmir ke indonesia dan ke istanbul. seperti kata orang yang berpengalaman, mengetahui dalam kondisi hamil secara tidak langsung otak akan mengintruksikan berbagai hal seperti halnya ngidam di kalangan ibu hamil.
pada faktanya, mereka tidak benar-benar ingin karena mengandung tapi otak mereka seakan memerintahkan untuk menginginkan sesuatu itu hingga tak tertahan akibat emosional yang memang sulit di kendalikan di kala hamil.
Fenomena inilah yang kemudian di andalkan para ibu hamil untuk menguji sang suami dengan berbagai permintaan sulit bahkan terkesan tidak rasional dan menjadikan janinnya sebagai alasan.
berbeda dengan wanita lain, meri hanya sedikit mengalami penurunan daya tahan tubuh membuat ia kesulitan menyesuaikan diri di lingkungan baru. terlebih ia sudah mengalami hal itu sejak ia masih kecil.
mereka tiba di paris setelah menempuh perjalanan berjam-jam di pesawat. Di bandara, mereka di sambut oleh puluhan bahkan hampir ratusan penggemar berat ilham.
bukan hanya dari kalangan wanita muda, wanita paruh baya bahkan pria tua renta juga setia berdiri di sana menantikan kedatangannya. mereka mengidolakannya setelah jiwa sosial dari sang profesor muda itu terekpose.
"gadis di sini sangat cantik. dari dandanan mereka sepertinya mereka terpelajar"
"mereka juniorku, dan beberapa lainnya adalah mahasiswa magang di rumah sakit. dan mereka yang berusia lanjut adalah penggemar setiaku. penilaian mereka sangat bagus"
ilham terus membimbing istrinya dan melindunginya dari para awak media dan massa yang mulai menghalangi jalan mereka.
"mengapa mereka menjadi gila seperti itu. kau bukan artis dan sebaiknya, kurangi pesonamu itu atau mereka bisa membunuhku setiap saat dengan tatapan mereka" oceh meri saat tiba di bangku penumpang mobil yang menjemput mereka.
sifatnya yang benci pada perhatian berlebihan membuatnya tak berhenti mengomeli pria yang dalam hal ini tidak bersalah sedikitpun.
memiliki wajah menawan bukanlah kesalahannya karena pada dasarnya itu pemberian tuhan dan mengenai kecerdasannya hingga memiliki gelar tinggi itupun karena anugerah tuhan. Untuk sikap dermawannya, itu tuntutan sosial yang membuatnya nyaman jika bisa berbagi dengan sesama.
"gayamu saat ini seperti sengaja ingin membuat mereka gila" meri masih terus mengomel sepanjang jalan.
"sayang, aku tidak salah dalam hal ini. aku setiap hari seperti ini bahkan saat ini aku tidak mengenakan jas ataupun rompi. ini sudah cukup sederhana" kilah ilham.
walau ia merasa di sudutkan tapi di dalam hatinya ia cukup terhibur dengan sikap impulsif istrinya itu. meri bahkan memaksa ia melepas jaketnya dan hanya menyisakan pakaian kaos.
"kau mengenakan jaket justru membuat penampilanmu terlihat muda apa kau sadar itu?" meri semakin kesal melihat senyum jahil di wajah ilham.
"kau sudah melepasnya kan. ayolah sayang, mengapa kita harus mempermasalahkan hal sepele seperti ini"
"hal sepele katamu?" meri menghela nafas untuk meredakan sedikit emosinya yang seakan siap membuat kepalanya berasap. "jika aku yang digilai para pria, apa kau juga akan mengatakan ini hal sepele?"
"tentu saja tidak. tapi aku tidak akan marah pada istriku, aku justru akan menyerang para pria itu hingga mereka tidak bisa mengucapkan namamu atau ku cungkil bolamata mereka agar tidak bisa menatap istriku lagi" ujar ilham percaya diri.
hal itu benar, ia tidak hanya mengatakan omong kosong dan sungguh akan melakukan ucapannya jika ada pria yang berani mengganggu istrinya bahkan jika hanya menatapnya lekat. baginya, memandang istrinya dengan tatapan dalam sama dengan melecehkannya. jika ada yang ingin buta seketika maka mereka boleh mencobanya.
meri menatap nanar suaminya "tidakkah perkataanmu terlalu sadis?"
"memarahi suami, berteriak, mengomelinya bahkan hampir menelanjanginya dengan mengambil jaketnya untuk sesuatu yang bukan kesalahannya, itu jauh lebih sadis"
tidak merasa di posisi benar setelah mempertimbangkan ucapan suaminya, meri akhirnya hanya bisa tertunduk lesu dan berujar "maaf, aku salah"
"tidak masalah. aku memahamimu dengan baik. kau tidak mungkin melabrak mereka dengan dandanan dan moralmu. tapi meri, orang lain menyukai kita itu adalah hak mereka. hanya kita menanggapi atau tidak itu adalah hak kita"
Dikondisi apapun, ilham selalu bisa menjadi pria bijak dengan metode penenangan yang tepat. istrinya bukanlah wanita liar dengan sikap barbar, semua tindakannya selalu penuh pertimbangan jadi bukan salahnya jika ia hanya bisa kesal pada suaminya.