Di pelataran bangunan terbesar tiga puluh orang berlajar kanuragan dipimpin seorang Guru, wajahnya memancarkan kharisma.
dia adalah ki Ageng Gedhe seorang jenderal perang yang membangun desa Mulyasari.
"nuwun ki, ada yang mau menemui anda". ujar penjaga palang pintu menunduk.
"suruh masuk" jawab ki Ageng Gedhe kemudian menendang paha muridnya memeriksa apakah sudah kuat kuda-kuda muridnya.
"Ki Ageng Gedhe" Sadali membungkuk hormat serta menangkup tangan didepan dadanya. dia sekarang berhadapan dengan seorang yang dikaguminya. seorang musuh dalam peperangan yang tak pernah dikalahkannya.
sepuluh tahun yang lalu dalam sebuah peperangan yang besar antar dua kerajaan.
ki Ageng Gedhe adalah jendral perang yang memiliki seribu lima ratus yang berani mati, namanya sudah terkenal sebagai Jendral Sapu Jagat. sesuai sebutannya hampir semua perang dia menangkan. Sadali pun ingat saat dirinya melawan ki Ageng Gedhe dia bagaikan anak kecil yang dipermainkan. hanya bisa bertahan dan dipermainkan.
"hm, kau kapten yang pernah melawan ku diperang? " ki ageng Gedhe mengingat perang besar sepuluh tahun yang lalu.
"ya, ki mohon maaf sudah menganggu. bisakah kita bicara sebentar? " sudah putus urat takutnya Sadali yang dipikirkan bagaimana caranya agar penduduk desa bisa diamankan dan untuk membunuh Yanto.
"silakan, sudah lama kita tidak bertemu. ku dengar engkau jadi kapten tentara di Kerajaan mu." ki Ageng Gedhe mengingat berita setelah perang bahwa seseorang yang dia lawan diangkat menjadi kapten karena bisa seimbang saat bertarung dengannya. walaupun aslinya cuma dipermainkannya.
"hm, aku sudah lama melepaskan semua atribut ketentaraan ki. sekarang cuma menjadi kepala desa". berjalan menuju ke sebuah bangunan besar Sadali berfikir bagaimana caranya agar bisa membujuk ki Ageng Gedhe agar menerima sisa penduduk desanya. 'semoga aku tidak salah menemuinya' Sadali mencoba keberuntungannya.
"oh, kadang apa yang kita kejar tidak sesuai keinginan kita". ki ageng Gedhe pun berfikiran sama. 'kadang kebanggaan cuma beban bukan jadi kebebasan' sambil melepas nafas panjang.
" ugh.. ". Sadali terjatuh dari mulut dan punggung nya keluar darah segar. tak sadarkan diri.
ki Ageng Gedhe dan beberapa murid membopong tubuh Sadali kedalam pendopo. dibukanya baju 'berapa lama dia bertarung dan siapa musuhnya' ki Ageng Gedhe merasa kasihan banyak luka lebam membiru disekujur tubuh dan luka punggung mengeluarkan banyak darah walaupun sudah ada perban. dilepaskan perban dan dibersihkan semua darah. 'lukanya cukup dalam menganga. pasti ada alasan yang kuat membuatnya dalam keadaan seperti ini'. ki Ageng Gedhe bergumam dalam hati.
senja di ufuk barat. matahari akhirnya pergi meninggalkan desa yang disambut oleh nyanyian jangkrik. Sadali sadar.
'dimana aku sekarang' Sadali kebingungan. dilihatnya seluruh ruangan. diingatnya tadi siang dirinya bertemu dengan ki Ageng Gedhe. tubuhnya penuh perban dan rasa sakit mulai mereda.
" kau sudah bangun? istirahat lah kau berada di dalam pendopo ". ki Ageng Gedhe mengetahui dengan jelas kebingungan diwajah Sadali.
" maaf merepotkan ki ageng Gedhe". Sadali malu sudah merepotkan ki ageng Gedhe.
"kalau boleh tahu, apa yang telah kamu alami sehingga tubuhmu begitu parah? ". tanya ki Ageng Gedhe merasa simpati.
" baiklah ki akan aku ceritakan semuanya ". Sadali ambil nafas panjang. Sadali menceritakan tentang akhir Perang dimana dia dianggap sebagai pahlawan dan diangkat jadi senopati. tinggal dalam gemerlap, nikmat dan busuknya ibu kota kerajaan. tidak ada namanya kejujuran, kebenaran dan budi luhur. membuatnya meninggalkan ibu kota. raja memberikan wilayah yang akan dipimpinnya untuk dijadikan desa bagi orang miskin di ibukota. desa lambat laun berkembang baik ekonomi, pertanian dan kekuatan tempur. banyak pandai besi dan Perguruan silat yang terkenal.
" silat harimau itu dari desamu? ". ki Ageng Gedhe penasaran.
" ya, ki. kalau boleh tahu ki Ageng Gedhe tahu darimana? ". tanya Sadali khawatir takut kalau ada muridnya membuat masalah didesa ini.
" aku cuma mendengar desas desus diantara penduduk desa akan terkenalnya silat harimau ". jawab ki Ageng Gedhe.
Sadali tersenyum menutupi hatinya yang sempat khawatir.
"akhirnya kerajaan meminta para pemuda untuk menjadi prajurit kerajaan, sudah dua tahun ini kami mengantarkan para pemuda desa yang sudah dibekali dengan silat dan senjata. tepatnya kemarin malam desa kami di serbu pihak kerajaan yang mengatakan kalau desa kami sebagai basis para penghianat". wajah Sadali memerah marah mengingat kejadian pembantaian penduduk desa.
Sadali tidak menceritakan kalau penyerangan desanya adalah seseorang yang telah dibantu nya dulu.
" maaf ki, kalau boleh saya meminta ijin supaya penduduk desa bisa tinggal didesa ini!! ". Sadali menangis menutup muka. terdengar suara tangisan menggema diruangan. tangis rasa sakit seluruh tubuh dan hatinya. melukai hati melebihi luka ditubuhnya.