02 Oktober 1274 AG - 11:40 Pm
Southforest Dungeon - Stage 2
—————
"Huff ... Kalian baik-baik saja?"
Simian mengambil nafas panjang. Dia ngos-ngosan karena stage dua ternyata lebih sulit dari yang dia kira. Stage itu sangat melelahkan sekalipun hanya lorong tunggal sepanjang tiga kilometer.
Apa karena ada jebakan?
Tidak sama sekali.
Apa karena dihuni omegra kelas tinggi?
Tidak juga. Yang ada justru omegra jenis rendahan yang petualang rank-G pun tidak akan kesulitan. Namun karena omegra itulah Simian harus bekerja ganda karena seorang anggota party yang tidak mau lepas dari punggungnya
"Turun, Mascara."
"Enggak mau."
Mascara justru mempererat pelukannya dari belakang. Sejak meter pertama stage dua tadi dia tidak melakukan apapun selain minta gendong dan teriak-teriak seperti gadis betulan. Simian sangat memahaminya karena omegra itu adalah jenis serangga yang sangat dibenci Mascara.
"Dasar penakut!" Conna meledek.
"Aku tidak takut. Aku cuma tidak mau bajuku bau."
"Ah, yang benar?"
"Kyaaa! Jauhkan itu! Jauhkan!" Mascara langsung histeris ketika Conna menyodorkan kecoa seukuran telapak tangannya.
Blattodeax, itulah omegra yang paling menakutkan di mata Mascara. Jika kecoa biasa bisa membuatnya salto ke belakang, apalagi kecoa raksasa yang sengaja mendatangi manusia sebagai makanan. Setelah Vodi membongkar tembok tadi, kecoa-kecoa itu langsung berjatuhan dari langit-langit lorong seperti hujan. Sebagian ada yang terbang sehingga Mascara pucat pasi seperti sekarang.
"Ini mimpi buruk! Aku tidak mau kesini lagi! Bawa aku pergi, Simian, hiks."
"Merepotkan sekali. Ayo berangkat." Simian sebal. Maskipun sudah tidak ada kecoa, Mascara masih belum mau turun dari gendongannya. "Cih, padahal stage tadi hanya jalan lurus dan rata. Seharusnya strategi dada—
"Jangan sebut strategi terkutuk itu lagi, jangan pernah!" potong Mascara cepat-cepat.
"Sudahlah, toh mereka sudah tidak bergerak setelah Vodi menemukan kecoa raja."
"Vodi hebat sekali, kecoa ini langka sekali loh." Conna langsung menimpali ucapan Simian. Dia terlihat gembira saat menimang kecoa ungu yang tadi Vodi temukan.
"Memangnya buat apa? Penelitianmu?"
"Kamu belum tahu, ya? Coba lihat baik-baik."
Tiba-tiba Conna menyodorkan kecoa itu ke hadapan Simian hingga dia merasa gendongannya semakin berat.
"Huh? Dia pingsan?"
"Gara-gara kamu!"
Mascara hampir terjatuh. Simian mempererat gendongannya dengan dua tangan setelah pedangnya dia titipkan ke Vodi. Di tengah kepanikannya, jemari Simian sesekali meremas-remas pantat Mascara karena gadis itu pasti tidak akan menyadarinya. Tapi tangan nakal itu justru merasakan sesuatu yang lain.
"Huh? Bau apa ini?" Conna bertanya keheranan.
Simian tidak mau menjawab karena tahu kenapa tangannya terasa hangat. Dia bersikap sewajarnya saat merasakan punggungnya mulai basah. Dia berjalan secepatnya sebelum nama baik Mascara dihancurkan seorang gadis imut.
***
"Aku malu sekali, hiks. Aku mau mati saja."
Mascara sesegukan. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan dan membelakangi Simian yang duduk di tepian kolam. Tragedi ngompol itu pasti membebaninya sampai-sampai dia tidak berani membuka wajahnya. Untung saja Simian segera menyuruhnya berendam sebelum Conna punya bahan pemerasan untuk eksperimennya yang aneh-aneh.
"Jangan bilang siapa-siapa!"
"Iya, cerewet sekali."
Simian melirik Mascara penuh senyum. Sikap manis gadis itu menyadarkannya bahwa Mascara semakin lama semakin mirip gadis-gadis normal. Simian menatap terlena gadis itu sambil sesekali buang muka ketika Mascara menolehnya.
Dulu Mascara tidak seheboh sekarang. Andaikata ada kecoa di sebuah rumah, Mascara adalah jenis-jenis perempuan yang lebih memilih membakar rumah itu daripada teriak-teriak tidak jelas. Gadis itu sangat mandiri dan tidak suka menunjukan banyak ekspresi.
Namun saat ini, Mascara seperti sosok lain. Simian juga merasa gadis itu tidak malu-malu menunjukan ekspresinya. Ada pesona berbeda di wajah manyun Mascara yang menggoda hasrat Simian gemas memeluknya.
Apa sih yang mengubah Mascara?
Simian masih bertanya-tanya.
"Itu tandanya dia sudah mempercayai seseorang sebagai lawan jenisnya, Simian."
"Hmm ... masuk akal juga," balas Simian mengangguk-angguk, sebelum kaget dengan sosok imut yang menegurnya. "Sejak kapan kamu di sini?"
"Sejak mascara pura-pura berendam untuk mencuci celananya yang bekas pipis."
"Aku mau mati saja!"
"Huahahaha!"
***
"Sepertinya dungeon ini hanya ada tiga stage saja, Conna." Mascara bertanya saat menjelajahi ruangan aneh itu.
Conna hanya mengangguk. Mascara kembali memindai ruangan itu yang ternyata semakin mirip interior gua.
Mungkin ada jarak 400 meter dari lorong rahasia jalan buntu tadi hingga lokasi mereka saat ini. Terdapat air bening yang mengalir di kanan kiri setapak yang party-nya lalui, terdapat pula batuan kerucut di langit-langit yang ujungnya meneteskan air. Fitur-fitur itu menjadikan ruangan selebar 20 meter itu tidak jauh berbeda dari gua-gua biasa. Di ruangan itu juga terdapat sumber cahaya yang ternyata dari jamur-jamur berukuran besar.
Sesekali Mascara bertanya pada Conna saat mengamati setiap obyek yang ada. Seperti perpustakaan berjalan, tidak ada satu obyekpun yang tidak dikenali si gadis pirang.
"Kamu lihat jamur itu? Beberapa dari mereka menjadi omegra. Mereka menempel di kepala omegra binatang dan mengendalikannya." Conna menunjuk beberapa jamur yang menempel di langit-langit. "Aku pernah menelitinya, Mascara. Jamur-jamur itu langka."
Mascara mengangguk. Dia menegadah dan melihat omegra jamur yang Conna maksud.
"Jamur itu hanya mengendalikan omegra binatang, kan?"
"Iya, itu cara mereka membunuh manusia."
"Hmm..."
Mascara melihat ke kanan kiri sambil berjalan. Di tiap sisi dinding ruangan itu, dia melihat beberapa lubang setinggi satu meter. Lubang-lubang itu ternyata juga menggoda rasa penasaran Simian untuk bertanya pada anggotanya yang paling berwawasan.
"Lubang-lubang itu pintu lorong Apodesylvax, bukan? Aneh sekali ruangan ini tak ada satupun tikus itu."
"Mungkin boss monster-nya spesies musuh alami tikus, Simian," jawab Conna mengamati tiap obyek lebih rinci. "Jamur yang berwarna-warni itu beracun dan yang berwarna pucat itu punya efek halusinasi. Kamu punya rencana, Simian?"
"Kita gunakan itu untuk plan-C. Kamu tahu cara aman menggunakan jamur itu?"
Conna menjentikkan jari kelingkingnya sebagai jawaban.
"Cih, belagu!" Mascara mendengus dan memajukan bibir bawah.
Si galak itu menjalankan perannya sebagai pathfinder setelah melihat lubang gua yang jauhnya kira-kira 50 meter. Dia yakin bahwa pintu gua selebar dua meter itu pasti pintu masuk menuju singgasana boss terakhir. Dia pimpin semua anggota untuk mengendap-endap di tepian pintunya.
Simian yang ada di belakangnya, menghunuskan pedangnya perlahan dan membisikan sebuah pesan.
"Kalau omegra ini berbahaya, segera lari di belakangku."