Télécharger l’application
59.25% Autumn in My Heart / Chapter 16: Pertemuan di waktu yang salah

Chapitre 16: Pertemuan di waktu yang salah

Hari ini cuaca begitu cerah. Zia baru sampai dikantor ketika matahari bersinar sudah cukup menyengat. Dia harus bertemu kliennya pagi ini untuk membahas proyek yang sudah akan berakhir.

Zia memarkirkan mobilnya yang tampak berkilau, sepertinya mobil tersebut baru keluar dari "salon". Perempuan itu tak punya banyak waktu untuk mengurus mobilnya itu.

Suasana kantor seperti biasa, para pegawai sibuk dengan pekerjaan mereka. Bahkan tak ada yang menyadari kehadiran Zia.

Wanita itu melangkahkan kaki menuju ke ruangannya yang minimalis namun tertata rapi. Dia menyibakkan kain tipis yang masih menutupi jendela ruangannya serta mendorong jendela agar terbuka. Udara segar dengan cepat masuk memenuhi ruangan itu.

Zia cukup bersyukur dengan letak kantor yang tidak berada di pusat kota, sehingga dia masih bisa menghirup udara segar.

Dia menjatuhkan diri di sofa berwarna hijau tosca yang terdapat di ruangan itu. Entah mengapa rasa pusing masih sering menghampirinya. Mungkin karena dia masih sering melewatkan sarapan, tapi bukankah hari ini dia sarapan dengan kliennya? Apalagi yang salah dengan kepalanya? Zia terdengar menggerutu. Rasa pusing yang dialaminya memang terkadang sangat menganggu, apalagi saat ini ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu dekat.

Zia memejamkan matanya, mungkin dengan sedikit istirahat rasa pusing yang kerap datang akan menghilang. Baru saja dia menutup matanya, handphone yang berada di saku celananya berbunyi. Zia mengernyitkan keningnya, itu bukan nada panggilan telepon ataupun sms. Dia merogoh kantongnya dan mendapatkan handphonenya yang terus berdering.

Astagaaaa, mengapa bisa lupa? Hari ini dia punya janji dengan temannya, seorang dokter ternama di salah satu rumah sakit di ibukota tersebut.

Mungkin aku naik taksi saja, guman Zia pada dirinya sendiri. Keadaannya sekarang tidak memungkinkan untuk menyetir.

Sudah hampir tiga puluh menit Zia berdiri di depan kantornya. Dari raut wajah serta tingkahnya, dia kelihatan ragu untuk pergi. Bukankah pertemuan ini bisa ditundah? Pasti temannya bisa mengerti jika dia mengatakan ada begitu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan sekarang.

Dia masih larut dalam keraguannya, tanpa dia sadari seorang laki-laki sedang memperhatikan tingkahnya.

Laki-laki itu berjalan mendekati Zia, dia membuang puntung rokok yang hampir habis dari tangannya.

"Hari ini kamu terlihat bego." Suara lelaki itu menyadarkan Zia dari lamunannya.

"Aldo? Sejak kapan kamu disini?" Zia terlihat kaget dengan kehadiran Aldo yang kini sudah disampingnya.

"Sejak kamu memasang tampang kayak anak ingusan yang hamil dan ditinggal pergi kekasihnya." Jawab Aldo enteng. Zia hanya mendaratkan cubitan dilengan lelaki yang menurut Zia selalu terlihat menawan tersebut. Aldo meringis dan berusaha menjauhkan diri dari Zia. Mereka kemudian tertawa, seakan mereka lupa kalau mereka tidak pernah sedekat ini.

"Temani aku makan siang yuk." Aldo berkata sambil menarik tangan Zia menuju kedai kecil di seberang kantor mereka.

"Ide bagus, aku memang membutuhkan karbohidrat saat ini." Jawab Zia dan membiarkan Aldo menarik tangannya. Dia hanya menurut dan mengikuti langkah lelaki berbadan tegap tersebut.

"Good, kamu yang traktir karena aku ngak bawah dompet." Aldo berkata santai dan memainkan mata pada Zia. Refleks sebuah pukulan mendarat dipunggungnya.

"Apaan sih ngajakin makan tapi yang bayar aku." Protes Zia dengan mata melotot.

"Yah karena aku ngak bawah dompet." Kata Aldo tanpa rasa bersalah.

"Hari ini kamu menang." Zia menatap lelaki itu dan kemudian masuk ke kedai yang masih sepi. Masih sekitar dua puluh menit jam makan siang.

Mereka menyantap makanan tanpa banyak bicara. Aldo hanya memperhatikan wanita yang sedang asik menyantap makanan di depannya itu.

Ada yang harus ditanyakan namun Aldo berpikir sekarang bukan waktu yang tepat. Pertanyaan itu disimpan kembali ketika tiba-tiba Zia menatapnya.

Aldo dengan cepat menyambar sendok dan memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

"Emang ngak masalah jam segini kamu keluar makan siang? Ini kan masih jam kerja." Tanya Zia pada Aldo.

"Bagaimana dengan kamu?"

"Yahh karena pekerjaan aku ngak harus menuntut aku untuk selalu stay di kantor. Lumayan enak sih, ngak harus nunggu jam makan siang baru bisa makan siang. Selama kerjaan aku beres, bos aku ngak akan protes." Jelas Zia panjang lebar.

"Begitu juga dengan pekerjaanku." Zia hanya memangutkan kepala mendengar jawaban Aldo. Dia mengurungkan kembali niatnya untuk bertanya, sepertinya akan tidak nyaman untuk mereka.

"Maaf aku harus kembali duluan, aku ada janji dengan temanku." Aldo hanya menatap Zia dan menganggukkan kepalanya. Zia berdiri berjalan ke arah kasir untuk membayar tagihan mereka.

"Terima kasih traktirannya." Teriak Aldo dari meja tempat mereka makan.

"Lain waktu kamu wajib membalasnya." Ucap Zia sambil melambaikan tangannya.

Suasana rumah sakit ini begitu tenang, terlihat beberapa perawat lalu lalang dengan mulut terkatup rapat. Di taman rumah sakit yang terletak di tengah gedung ini, beberapa pasien nampak sedang duduk santai. Ada yang membaca buku dan ada yang sekedar mengobrol dengan orang disampingnya.

Setelah bertanya pada salah satu perawat yang ada, Zia kemudian melangkahkan kaki menuju ke ruangan temannya yang ditunjuk perawat tersebut.

Di depan ruangan, terlihat seorang perawat yang duduk berjaga dan beberapa pasien yang mengantri. Zia mendekati perawat tersebut dan berbicara dengan pelan.

Nampak perawat itu meminta Zia untuk menunggu sebentar dan mempersilahkan Zia duduk.

Baru saja dia duduk, tiba-tiba sesosok laki-laki yang berdiri di depannya hampir membuat dia pingsan.

"Zia??? Kamu ngapain disini?" Adrian kelihatan terkejut bisa bertemu dengan Zia disini.

"Aku lagi nunggu Tere, cuman dia belum nyampe, kayaknya terjebak macet." Jawab Zia tenang.

Wanita disamping Adrian hanya menatap mereka sambil tersenyum dan mengelus perutnya yang buncit.


Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C16
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous