BUK!!!
Sepatu berhak tinggi itu melayang tepat di sebuah mobil sedan terbuka yang didalamnya duduk seseorang berkaca mata hitam dan berwajah khas Eropa.
"Rasain Tuh! Dasar pemilik mobil jahanam, bisanya main tabrak aja, untung aja aku tidak sampai terluka." Gerutu Sefia dengan wajah ketus dan masam.
Sedangkan laki - laki yang ada di dalam mobil itu hanya terdiam dan melihat ke arah sepatu berwarna hitam yang kini berada di tangannya.
"Dasar wanita aneh, sudah ketahuan dia yang menyebrang jalan tapi ga lihat - lihat, malah aku yang disalah kan."
Laki - laki tersenyum licik, lalu segera menjalankan mobilnya dengan membawa sepatu milik Sefia.
"Eh! Sepatuku! Dasar Pencuri! laki - laki sialan! kurang ajar!" Teriak Sefia sambil berlari tapi akhirnya berhenti karena merasa sakit pada kakinya.
"Ya Allah Gusti, bodohnya aku kenapa mesti sepatu yang harus aku lempar sih, kalau kayak gini kan jadi susah aku jalan, Haduh!" Ucap Sefia sambil menepuk jidatnya.
"Mbak Sef, Kok disini?" Tanya Aryo kurir di kantornya.
Sefia menoleh, ternyata Aryo salah satu kurir dikantornya sedang menatapnya dengan wajah keheranan.
"Iya nih Mas, habis makan siang. Mas Aryo mau kemana?"
"Mau balik ke kantor, mbak. Mau nebeng?"
"Boleh deh." Sefia berjalan dengan sedikit pincang menahan nyeri di kakinya.
"Lho! Sepatu mbak Sefia dimana? kok nyeker yang satu."
" Tuh tadi aku lempar sama orang yang nabrak aku."
"Nabrak?! Tapi mbak Sef tidak apa - apa kan?" Tanya Aryo yang langsung mendeteksi tubuh Sefia mencari keberadaan luka atau apa lah akibat aksi 'nabrak' yang Sefia katakan tadi.
"Ora Popo kok, cuma telapak kakiku jadi lecet."
jawab Sefia tesenyum kecil pada Aryo yang sedang menatapnya.
"Yowes ayo mbak naik, nanti saya bantu jalan."
" Makasih ya Mas Aryo."
"Iyo mbak Podo - Podo, sama - sama orang Jawa wajib saling bantu."
Sepeda motor yang dikendarai oleh Aryo tiba di gedung perkantoran di Jakarta Pusat.
Dengan sedikit tertatih, Sefia turun dari motor yang dikendarai Aryo tanpa menggunakan alas kaki.
"Tunggu mbak!" Cegah Aryo. Sefia seketika menghentikan langkahnya lalu menoleh pada Aryo yang sedang melepas helm.
"Ada apa Mas Aryo?" Tanya Sefia.
"Saya ada sendal jepit, mbak. Apa mbak mau pakai sendal saya, dari pada mbak nyeker?" Kata Aryo setelah memarkirkan motor yang tadi ia kendarai.
"Em.. boleh deh." Jawab Sefia sementara Aryo tersenyum lebar lalu berjalan ke arah pos satpam di pintu gerbang. Sefia hanya menatap Aryo yang sedang berlari kecil ke arah pos satpam.
Sebentar kemudian terlihat Aryo keluar dari pos satpam sambil membawa sepasang sendal jepit miliknya yang memang sering di titipkan di pos satpam.
"Ini mbak." Ucap Aryo sambil meletakkan sepasang sendal jepit di depan Sefia.
Sefia tersenyum, " Terima kasih, mas Aryo."
"Sama - Sama mbak." Sahut Aryo.
Sefia masuk kembali ke dalam gedung kantornya, namun baru satu langkah Ia dikejutkan dengan suara klakson yang keras dari arah samping.
Sefia belum lupa bagai mana bentuk mobil yang tadi membawa sepatu miliknya.
Sefia menatap laki - laki berkaca mata hitam yang duduk di belakang kemudi sambil menampilkan senyum smirk.
Hampir saja Sefia melontarkan amarahnya namun terhenti saat Satpam kantor membukakan pintu untuk laki - laki itu dengan sopan.
"Sialan!siapa si brengsek itu sebenarnya." Gumamnya sambil melangkah meninggalkan halaman kantornya.
"Mbak Sef!"
Sefia memutar tubuhnya hingga kini terlihat seseorang bertubuh tambun tersenyum padanya.
"Apa pak Sapto?" Tanya Sefia dengan wajah juteknya.
"Itu Mbak, tadi di cari sama pak bos. katanya selesai makan siang suruh langsung ke ruangannya." Ucap Sapto salah satu OB yang bertugas di lantai 38 lantai tertinggi dimana sang bos berada.
"Ya, terima kasih pak Sapto. saya langsung ke sana sekarang juga."
Sefia lalu berjalan ke arah lift untuk menuju ke meja kerjanya yang berada di depan ruangan Presdir.
"Awas aja! Dasar laki - laki brengsek main embat sepatu orang." Kebetulan di dalam lift hanya ada Sefia seorang diri jadi Ia bebas mengutarakan kedumelan dalam hatinya.
TING!
Bunyi pintu lift terbuka lalu segera ia melangkah ke ruangannya untuk mengganti sendal jepit yang tadi ia kenakan dengan sepatu miliknya yang sengaja ia simpan di bawah meja kerja sebagi cadangan.
Sefia segera masuk kedalam ruangan Presdir setelah mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Permisi Pak, ada yang bisa saya bantu?" Tanya Sefia. ya Sefia adalah sekertaris dari Bratasena yang merupakan pimpinan tertinggi di dalam perusahaan tersebut.
"Duduk dulu Sefia, saya sedang menghubungi seseorang."
"Baik Pak."
Sefia lalu duduk di depan meja kerja Bratasena. Presdir yang terkenal ramah dan royal pada karyawannya.
Terlihat Pak Brata sedang menghubungi seseorang namun sepertinya panggilannya pun tak terjawab.
Sefia masih setia duduk dihadapan sang bos saat pintu diketuk dari luar.
"Pah..."
Seorang laki - laki tinggi besar dengan kaca mata bertengger menutupi mata indahnya.
" Hai Son, papa senang akhirnya kamu datang, sedari tadi papa menghubungi mu mengapa tidak kau angkat?" Ucap Pak Brata sambil melangkah mendekati sang putra lalu memeluknya erat.
"Bima tak mungkin tidak datang dan mengingkari janji Bima pada papah."
Brata tersenyum lalu menyuruh anaknya duduk di sofa, sedangkan Sefia hanya diam tak berani menoleh ataupun mengeluarkan suaranya hingga Pak Brata memanggilnya.
"Sefia..." Panggil Pak Brata.
"Iya Pak." Sahut Sefia seraya bangkit dari duduk nya menghadap Pak Brata yang duduk di salah satu sofa single.
Bima mengerutkan alis, sepertinya Ia tak asing dengan wajah yang kini tertunduk di hadapannya itu.
"Sefia, ini anak saya Bima. dia yang akan mengantikan saya untuk menjabat sebagai presdir. dengan demikian sekarang kamu menjadi sekertaris Bima."
Sefia mengangguk lalu sedikit mendongak untuk melihat wajah dari bos barunya itu, lagi pula tak mungkin jika Ia tak mengenali wajah bosnya nanti kan?
Namun kedua matanya membulat setelah melihat sosok Bos barunya itu.
'Laki - laki brengsek itu, Bos baruku? ya Allah mimpi apa aku semalam...' Keluh Sefia sambil mengigit bibir bawah nya
.Bima hanya terkekeh, rupanya gadis yang melemparinya sepatu adalah sekertaris papanya yang mulai sekarang akan berganti menjadi sekertaris pribadinya.
"Ya sudah kamu boleh kembali ke ruang kerja kamu." Titah Pak Brata yang langsung diangguki oleh Sefia yang memang ingin secepatnya pergi dari hadapan Bima 'Sang laki - laki brengsek' versi Sefia.
Baru saja Sefia memegang hendel pintu, tiba - tba Ia mendengar suara yang langsung menghentikan langkahnya.
"Tunggu!"
Jantung Sefia berdetak kencang walau baru saja bertemu dengan sosok laki - laki itu tapi Sefia cukup hafal suara milik siapa yang baru saja menghentikan langkahnya.
Sefia membalikkan tubuhnya dan terlihat laki - laki itu sedang berdiri sambil tersenyum ke arahnya.
'Ya Allah kenapa laki - laki brengsek bisa punya senyum semanis itu sih?' Gumam Sefia dalam hati.