"Saya paling tidak suka dilawan dan teman kamu malah melawan saya. Yasudah, imbasnya di kamu saja," ucap Siska dengan santai, tanpa peduli pada Alexa yang hampir menangis.
Alexa menghalang abad kemudian mengusap air matanya yang tidak disadarinya telah menetes. Gadis itu mencoba untuk bersabar dan tersenyum dengan tenang. "Baiklah jika itu ketentuan yang harus saya terima. Tidak apa-apa. Anda memang yang berkuasa, dan saya hanya seorang karyawan. Semoga waktu berlalu dengan cepat hingga saya bisa mendapat gaji yang akan selalu dipotong untuk melunasi hutang itu, dan saya akan segera hengkang dari perusahaan ini," ucapnya pedas.
"Ya ... Terserah kamu mau bilang apa. Yang pasti, lunasi hutangmu terlebih dahulu jika ingin cepat hengkang dari perusahaan ini," sahut Siska dengan sinis, menyandarkan punggungnya pada bahu kursi kebesarannya. "Tapi sepertinya itu tidak mungkin. Butuh waktu berbulan-bulan untuk membuat hutang itu lunas dari potongan gajimu."
"Ya ...anda selalu menang dalam segala hal, tapi sesungguhnya anda sudah kalah pada suatu hal tapi anda tidak menyadarinya," ucap Alexa kemudian beranjak dari kursi dan segera meninggalkan ruangan itu tanpa menunggu tanggapan dari Siska. Dia merasa lelah bersikap sopan, karena pada akhirnya bosnya itu hanya akan terus merendahkannya dengan seenak jidat.
'Kamu memang menang dalam hal kekayaan, tapi kamu tidak bisa memenangkan hati suamimu hingga lebih memilih temanku,' batin Alexa mengingat perselingkuhan Bastian dengan Gea. 'Aku tidak akan pernah memberitahukan tentang hal ini, biar waktu yang menjawab dan hatimu pasti akan sangat terluka. Dasar bos sialan!'
Siska terdiam menatapi Alexa yang berjalan keluar dari ruangannya dengan langkah cepat seolah menunjukkan kekesalannya. Dia mengingat bahwa sekretarisnya itu mengatakan bahwa dia telah kalah pada suatu hal.
"Kenapa dia mengatakan itu? Apa maksudnya mengatakan aku telah kala?" Wanita itupun bertanya-tanya, mencoba mengubah apa yang telah terlewatkan dalam dirinya hingga sekretarisnya mengatakan bahwa dia telah kalah.
___
Setelah Alexa berangkat kerja, Gea kembali tidur dan belum sempat sarapan. Saat inilah dia terbangun saat mendengar suara getar ponselnya yang terletak di atas meja sampingnya. Dia meraih ponsel itu dan ternyata dia mendapat pesan via WhatsApp dari Alexa.
___Gea ...Aku tidak tau harus bagaimana ... Tolong aku. Biarkan aku tinggal di apartemen hingga aku bisa melunasi hutangku pada Bu Siska, lalu resign dari perusahaannya. Dia baru saja membuat keputusan yang gila. Dia akan mengambil gajiku 80 persen untuk mencicil hutang. Itu membuatku tidak bisa menyewa kontrakan lagi. Dan lebih baik sisa gaji aku kirim ke orangtuaku, mereka pasti selalu menunggu gajiku___
Gea menghela napas, meletakkan ponselnya tepat di samping tubuhnya, kemudian menatap langit-langit kamar. "Dia baru saja merasa senang karena mendapat pacar baru. Sekarang malah mendapat masalah baru dari wanita bar-bar itu," ucapnya kesal mengingat wajah Siska.
Pandangan Gea teralihkan ke arah pintu kamar yang perlahan terbuka. Gadis bukan perawan itu memicingkan matanya, menatap sosok yang datang dan langsung duduk di tepi ranjang tepat di sampingnya.
"Bastian. Tumben kamu ke sini saat jam ..." Gea beralih melirik jam dinding yang menunjukkan waktu pukul 10:20 pagi. "ini saat jam kerja "
Bastian menghela napas sambil melepas tuxedo nya yang berwarna abu-abu hingga menyisakan kemeja putih. "Aku paham tidak mungkin datang ke sini saat malam karena ada temanmu. Jadi, aku menyempatkan diri untuk datang saat ini selagi tidak terlalu sibuk," ucapnya.
"Bagaimana jika ada yang curiga?" tanya Gea.
"Tidak akan ada yang curiga, apalagi istriku sedang sibuk. Dia tidak akan mencariku saat ini," jawab Bastian kemudian berbaring di samping Gea. Dia memeluk gadis itu dari samping, memberikan lengannya sebagai bantalan kepalanya, kemudian menciumi keningnya dan pipinya.
"Istrimu sangat menyiksa temanku," gumam Gea.
"Apa yang dia lakukan?" tanya Bastian mengusap-usap rambut Gea.
"Ya ... Kamu sendiri tau temanku memiliki hutang pada perusahaan istrimu. Dia sudah tidak betah tapi harus tetap bekerja untuk mencicil hutang itu dan barusan dia mengirim pesan padaku," ucap Gea dengan semburat kesedihan di wajahnya.
"Pesan apa?" tanya Bastian.
"Gajinya akan dipotong sebesar 80 persen. Itu membuatnya tidak akan memiliki uang lagi untuk menyewa kontrakan. Sisa gaji 20 persen mungkin hanya akan dia bagi untuk uang makan dan dikirim kepada orangtuanya di Jogja," jelas Gea bernada manja, berharap kekasihnya itu akan menolong sahabatnya.
"Kalau begitu aku akan sering-sering memberinya uang sebagai sogokan supaya tidak memberitahu tetapi hubungan kita pada istriku dan ...." Bastian berpikir sebentar dengan tatapan kosong seakan membayangkan sesuatu. "Bagiku tidak masalah jika dia tetap tinggal di sini. Aku akan membayar orang untuk membersihkan kamar lain untuk dipakai sebagai kamarnya dan ... mungkin aku akan datang ke sini saat siang saja supaya dia tidak tau bagaiman kita bermesraan."
"Benarkah kamu tidak masalah jika dia akan menetap di sini?" tanya Gea dengan matanya yang berbinar-binar menatap Bastian.
Bastian tersenyum dan mengangguk. "Asalkan itu membuatmu nyaman dan senang. Aku akan melakukannya."
Gea tersenyum gembira dan segera mendudukkan dirinya, bahkan kemudian naik ke atas perut Bastian. Dia menatap pria itu dengan gemas kemudian menciuminya, mencubit pipinya. "Ugh ..kamu sangat baikk!"
Bastian terkekeh dengan suara rendahnya kemudian memegangi Gea, berguling membuatnya beralih posisi di atas dan menciumi gadis selingkuhannya itu dengan agresif. Mereka tertawa dalam kemesraan dan berlanjut pada keintiman dan ... mungkin saja mereka ... em, kalian pasti tau.
____
Melvin telah tiba di perusahaan Siska yang tentunya juga tempat Alexa bekerja. Dia keluar dari mobil, kemudian melepas kacamata hitam yang dikenakannya dan meletakkannya di saku kemeja putihnya yang dipadu dengan tuxedo hitam tanpa dikancingkan dan tidak memakai dasi. Pria itu terlihat cool dengan style yang tidak begitu rapi namun tetap terlihat berkelas hingga beberapa karyawan menatapinya seolah tidak berkedip.
Melvin berjalan dengan tatapan datar menyusuri koridor dengan diikuti oleh seorang gadis yang mungkin saja adalah sekretarisnya yang datang dengan membawa mobil lain. Dia langsung disambut oleh salah satu staf perusahaan yang langsung mengantarnya menuju lift khusus para petinggi dan klien. Pria dan sekretaris itu diantar oleh staf yang sangat segan padanya, menuju lantai Nomor 10 tempat ruangan Siska berada.
Setibanya di lantai nomor 10, Melvin lanjut berjalan bersama staf dan sekretarisnya, hingga senyum mengembang di bibirnya saat melihat ruang sekretaris yang berada di depan ruang bos. "Dia sangat fokus bekerja."
Melvin berhenti sebentar di depan ruangan Alexa yang merupakan dinding kaca transparan. "Ehmmm."
Alexa yang sedang fokus mengetik sesuatu di laptopnya pun agak terkejut. Dia menegakkan kepalanya hingga matanya menemukan Melvin yang tersenyum di ambang pintu. Gadis itu tersenyum malu-malu dan tidak tau harus berkata apa. Ah, dia belum terbiasa dengan pacarnya yang tampan itu.
"Tunggu sebentar, setelah aku meeting ... Aku akan bersamamu," ucap Melvin dengan tersenyum hangat kemudian pergi menuju ruangan Siska.
Alexa hanya mengangguk, menatap Melvin yang kini semakin berlalu dari pandangannya. 'Tampan,. senyum yang memabukkan ... sepertinya aku sudah jatuh cinta atau memang aku yang terlalu mudah jatuh cinta? Bagaimana jika ini hanya sebuah kepalsuan seperti yang dikatakan Lisa?'