Eric menyuapkan kembali satu sendok bubur untuk Tyra. Luka lebam di sekujur tubuh itu akhirnya membuat Tyra demam. Lalu yang membuat Eric heran adalah Tyra yang tak tahu kenapa dan dari mana Ia mendapatkan luka itu.
"Apa Kau menyakiti dirimu sendiri?" tanya Eric kemudian, menatap mata sayu nan cekung Tyra sedih.
Trya menggeleng, mengeratkan selimutnya, "Aku tidak tahu, Ric. Berapa kali Aku harus mengatakannya?" rengeknya, persis seperti anak kecil yang tengah sakit.
"Pasti ada penyebabnya. Tidak mungkin tidak apa-apa. Ayolah, jangan takut bercerita padaku," desak Eric, namun Tyra malah memeluk pinggangnya, "Jangan bertanya terus, Aku bosan. Luka-luka ini juga akan hilang."
Eric menghela nafas panjang, "Baiklah, maaf. Lanjutkan makanmu, ya. Kau harus pergi ke Dokter setelah ini ..."
"Bagaimana mungkin Aku pergi keluar? Aku masih takut bertemu mereka, Ric."
"Mereka siapa maksudmu? Jurnalis dan paparazzi?"
Tyra mengangguk-ngangguk lucu, membuat Eric tersenyum gemas, "Tenang saja, selama Kau bersamaku, tidak akan ada yang berani menyentuhmu. Ayah juga telah berhasil meredam pemberitaan soal dirimu di media, dan ... Kau menghilang. Orang-orang mungkin sudah lupa."
Tyra mendonggakkan kepalanya sedikit, "Apa yang terjadi selama sebulan terakhir? Apa Aku ... membuat kekacauan lagi?"
Eric merapikan rambut Tyra yang agak acak-acakan, khas seorang Ibu yang meninabobokan anak perempuannya. Oh, inilah yang membuat Tyra jatuh cinta setiap hari padanya.
"Hampir saja. Beruntung sekali ... Varischa mengambil alih pekerjaanmu di perusahaan dengan baik sehingga agenda besar Kita masih bisa berjalan."
"Maaf ..."
Eric menggeleng, "Kau tidak bersalah. Justru ... Aku yang perlu minta maaf karena sempat membela Dira."
Ekpresi Tyra berubah drastis begitu mendengar nama 'musuhnya' disebut, "Kenapa Kau membelanya?"
"Karena Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi."
"Jadi sekarang Kau sudah paham?"
Eric mengangguk, "Sudah, Aku yang akan membelamu sekarang dan seterusnya."
Tyra tersenyum penuh arti, mengeratkan pelukannya pada Eric, "Aku menyayangimu, Ric."
"Jika Kau sayang padaku, habiskan makanannya dan Kita pergi ke rumah sakit. Bagaimana, Sayang?" goda Eric memanfaatkan kesempatan.
Tyra mengangguk saja, "Baiklah, Aku tidak takut lagi karena Kau bersamaku."
****
Levostoc Forest, Eurixus
Dunia Ambang dari Ambang Batas
Perapian kecil dibuat Noah ditengah-tengah hutan pinus dingin. Pria itu mengikuti Chalany yang mencari herbal, bahan makanan, dan kayu bakar. Rupanya disini sumber penghidupan pria tua peramal itu. Hutan yang terbilang cukup layak ditumbuhi oleh lebih dari satu vegetasi.
Chalany belum kembali, ada sesuatu yang lupa Ia cari di dalam hutan. Noah tidak kembali ikut, hanya memilih menunggu. Pria itu melamun, pikirannya bergejolak seiring api yang membakar gahar kayu pinus setengah basah.
Bimbang, Noah tak tahu apa yang harus Ia lakukan, baik di Eurixus, Lyminael, apalagi di dunia manusia. Kembali Ia teringat perkataan Ghent akan misinya; gadis itu, harus dibawanya ke Lyminael. Tapi bagaimana caranya?
"Dia adalah seorang Ieves yang tak terlatih ..."
Noah terperangah, Chalany membaca pikirannya lagi, pun sekaligus sebuah jawaban kali ini. "Ieves? Bagaimana bisa? Dia manusia."
"Dia bukan manusia biasa. Itu alasannya kenapa Ghent memberimu misi untuk membawanya ke Lyminael. Dia satu-satunya pengendali keseimbangan yang tersisa."
"Satu-satunya? Apakah dulu ada yang lain?"
"Ada, itu adalah Ayahnya. Dia telah lenyap."
Noah mengerutkan dahi, terkejut sekaligus membenarkan bahwasanya salah satu cara menjadi Ieves adalah lewat garis keturunan. Pernikahan antara manusia dan Ieves hampir dipastikan menghasilkan keturunan campuran dengan ekspresi genetik Ieves lebih kuat meski awalnya tak terlihat.
"Kalian berdua sama-sama keturunan campuran, bedanya Kau adalah keturunan Aire dan Ieves. Makhluk seperti kalian sangat langka, pun sangat kuat. Karenanya, Lyminael menaruh harapan besar," lanjut Chalany.
Noah mengangguk-ngangguk, mengangkat ceret berisi air yang sudah mendidih, menaruhnya ke tanah sejenak, "Kalaupun Kami memiliki kekuatan sebagai Ieves, apakah mungkin ... Kami bisa menggabungkan empat Clairvoyance sekaligus untuk menjadikan Lyminael bukan lagi sekedar Negeri Ambang Batas?"
"Aku tidak tahu, kalian yang harus mencari tahu."
"Aku bahkan tidak tahu bagaimana berbicara benar dengan gadis itu, apalagi ... membicarakan sesuatu yang mungkin dianggapnya khayalan. Kau lihat saja kemarin bagaimana tingkahnya," ujar Noah sarkastik, Chalany hanya tersenyum miring, "Bagaimanapun caranya, Kau harus terlebih dahulu dekat dengannya. Jika kalian terus bertengkar seperti kemarin, apa boleh buat?"
"Ingatlah, Noah. Waktumu sangat singkat," peringat Chalany.
"Ya, Aku paham," ujarnya, menghembuskan nafas berat, seberat tanggungjawabnya yang menunggu di depan, "Tapi ... bisakah Aku kembali ke Lyminael barang sejenak? Aku ..."
"Portal menuju Lyminael dari Eurixus telah tertutup."
"Apa? Lalu Kau ..."
"Aku tinggal menetap disini, bertahan sebisanya, jangan khawatir. Gegaslah Kau periksa portal dari dunia manusia, Aku khawatir jika portal itu juga sudah tertutup dan Kau ..."
"Tak akan bisa kembali selamanya."