Agneta baru saja menginjakkan kakinya di lobby kantor. Ia tetap memaksakan diri untuk masuk kerja, walau kejadian kemarin malam terus menghantuinya. Mimpi buruk itu kembali datang dan menghantuinya. Entah bagaimana, Devil itu dengan mudahnya meruntuhkan pertahanan Agneta membuatnya kembali tersiksa karena kepingan kenangan itu. Kenangan yang menyakitkan sekaligus memalukan. Di dalam dirinya ia membenci kenangan itu, kenangan yang membuatnya hancur dan terpuruk, tetapi ia juga tak bisa menepis kenyataan kalau di sisi lain hatinya merindukan pria itu. Pria dengan dua kepribadiannya.
Lamunannya terusik saat mendengar suara ribut beberapa orang di sekitarnya. Ia menoleh ke belakangnya dan tatapannya langsung beradu dengan sosok yang ingin ia hindari. Davero tampak berjalan dengan wajah dingin dan elegantnya. Agneta melirik wanita di samping Dave yang tampak bergelayut manja di lengan Dave. Beberapa orang memberi hormat padanya dan tampak di acuhkan oleh Dave yang memasang wajah dingin.
Dave sempat melirik Agneta saat ia melewati wanita itu, tetapi ia mengabaikannya dan menganggap Agneta tak ada. Ia malah melangkah menuju lift dengan masih membiarkan wanita cantik itu bergelayut manja di lengannya.
Agneta menghela nafasnya, ia baru sadar kalau tadi ia menahan nafasnya. Ia tersenyum kecil, Dave masih kekanakan menurutnya tetapi di sisi lain ada rasa kesal sekaligus sakit walau hanya sekilas. Agneta berusaha mengabaikan bisik bisik karyawan di sekitarnya yang membicarakan Dave. Pasalnya ini adalah pertama kali nya Dave membawa seorang wanita ke kantor setelah cukup lama menjadi CEO di sini.
***
Ternyata gosip cepat sekali menyebar, kini di dalam ruangan divisi Agneta semua rekan kerjanya tengah membicarakan Dave dengan gadis itu. Bahkan Sonya yang masuk group para fans fanatik Dave langsung heboh dan menggosipkan apa yang di bahas di dalam groupnya itu.
"Apa kalian semua tidak ada pekerjaan lain?" tanya Agneta pada keempat gadis yang berkumpul di dekat kubikel Sonya.
"Ini lebih penting dari pekerjaan kami, Agneta."
"Kau tau Agneta, gadis yang di bawa pak Dave tadi pagi adalah seorang model yang saat ini sedang naik daun, Natalie Margaretha."
"Lalu?" tanya Agneta berusaha menampilkan wajah datarnya dan tak tertarik.
"Betapa mempesona nya pak Dave, sampai ia dengan mudah mendapatkan model secantik Natalie. Bahkan pernah ada rumor kalau Natalie selalu menolak pengusaha bahkan produser dan artis papan atas lainnya yang berusaha mendekatinya, tetapi dengan pak Dave. Wow,,," ucap Sonya tampak berlebihan.
Agneta hanya memutar bola matanya dan memilih kembali bekerja. Tetapi seketika kepinga bayangan masalalunya kembali muncul.
Flashback
"Agneta!"
"Apa sih Sel?" tanya Agneta.
"Loe tau, Kak Dave temennya Evan itu. Dia sekarang jadian dengan Wulan, anak IPA."
"Wulan? Maksudmu Wulan yang di idolakan semua cowok di sekola?" tanya Agneta dengan tatapan tak percaya.
"Ya, bahkan Wulan yang menembak kak Dave di depan umum."
"Emm benarkah? Dan cintanya di terima?" tanya Agneta menggigit bibir bawahnya. Ia berharap tak akan mendengar kabar buruk.
"Ya iyalah," ucap Sella dan itu membuat hati Agneta mendadak sendu. Ia semakin jauh saja dengan Davero, pria itu memang sulit untuk ia gapai.
"Ada apa?"
Agneta menggelengkan kepalanya.
Flashback Off
"Hey sayang," usapan lembut di pipinya mengalihkan pikirannya ke dunia nyata, ia menengadahkan kepalanya dan tatapannya langsung beradu dengan wajah lembut milik Aiden.
"Aiden, eh pak Aiden."
"Kamu melamun sejak tadi, aku berkali-kali memanggilmu," ucapnya.
"Ah maafkan aku," ucapnya memijat sedikit pelipisnya.
"Apa kamu sakit?" Agneta menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak apa-apa, ngomong-ngomong kapan kau kembali?" tanya Agneta.
"Emm itu." Aiden menggaruk tengkuknya dengan sedikit salting.
"Ada apa?" tanya Agneta.
"Bisakah kita berbicara sambil makan siang?" ajak Aiden yang di angguki Agneta.
Mereka berdua berjalan memasuki lift khusus para petinggi dan siapa sangka mereka berpapasan dengan pasangan kekasih lainnya.
"Waw," ucap Aiden tersenyum lebar yang hanya di balas dengan tatapan datar oleh Dave. Dave tampak sibuk dengan iphone nya sedangkan wanita yang bernama Natalie masih setia bergelayut manja di lengannya.
"Lama tidak bertemu Natalie," seru Aiden membuat Agneta sedikit tersentak ternyata Aidenpun mengenai gadis ini.
"Hai Aiden, sudah lama yah," ucapnya diiringi senyuman lebarnya.
"Akhirnya kau menaklukan si dingin ini," goda Aiden membuat Natalie terkekeh ringan dan terdengar begitu merdu. Sedangkan Dave, sibuk dengan dunianya tanpa memperdulikan keributan itu. Bahkan ia juga sama sekali tidak melirik ke arah Agneta yang berdiri di hadapannya.
"Ini Agneta, dia kekasihku," ucap Aiden.
"Hai Agneta, aku Natalie," ucapnya mengulurkan tangannya yang di sambut oleh Agneta dengan senyuman kecilnya. "Ah, bagaimana kalau kita makan siang bersama?" ajak Aiden.
"Ide yang bagus, sudah lama kita tidak bersama," ucap Natalie.
"Tidak!" jawab Dave dengan tegas dan menyimpan handphone nya ke dalam saku jasnya. Tatapannya sempat beradu dengan Agneta tetapi ia segera memalingkannya, dan entah kenapa itu melukai hati Agneta.
"Aku ada pertemuan dengan client, jadi kita makan siang bersamanya," ucapnya dengan tegas.
"Benarkah? Tapi kamu tadi-"
Ucapan Natalie terhenti karena pintu lift terbuka dan Dave sudah berjalan keluar terlebih dulu dan diikuti Natalie yang sedikit berlari mengejar langkah Aiden.
"Ah, dia tetap saja seperti itu," gumam Aiden.
Agneta hanya diam saja, sejak dulu Dave memang dingin pada siapapun, tetapi ia juga baik hati. Entah kenapa, saat ini Dave berubah dan malah semakin tak berperasaan, juga arogant.
***
"Agneta, maafkan aku," ucap Aiden membuat Agneta menghentikan gerakan menyuapkan makanan ke dalam makanannya.
"Untuk apa?" tanyanya.
"Sebenarnya kemarin aku tidak pergi ke Barcelona. Aku ada pergi ke rumah orangtuaku," ucap Aiden membuat Agneta terdiam. "Aku sengaja meminta Dave berbohong padamu."
"Emm, kenapa kau harus berbohong?" tanya Agneta merasa sangat kesal, kalau saja Aiden kemarin ada. Pasti kejadian itu tak akan pernah terjadi, kejadian yang membangunkan mimpi buruk untuk hidup Agneta.
"Aku hanya tidak ingin kamu berprasangka, sebenarnya aku kemarin berbicara banyak hal dengan kedua orangtuaku mengenai pernikahan kita."
"Emm begitukah?" ucap Agneta. "Aiden, aku tau kalau mereka tidak setuju denganku."
"Bukan seperti itu Agneta."
"Tidak Aiden, sudahlah jangan mengelak dan membohongiku. Aku sudah memahami segalanya, aku sadar kalau aku hanya seorang janda dengan seorang anak. Aku paham, orangtuamu menginginkan yang lebih baik dariku. Mereka begitu, karena mereka menyayangimu," ucap Agneta.
"Tidak Agneta, beri aku waktu. Aku akan meyakinkan mereka berdua."
Agneta masih diam membisu menatap Aiden dengan tatapan tak terbaca. "Aku mencintaimu, Agneta."
"Tolong bersabarlah, aku akan meyakinkan mereka berdua."
Agneta tersenyum kecil dan menganggukkan kepalanya pada Aiden membuat Aiden merasa sangat senang sekali.
"Aku berjanji, ini tidak akan lama," ucapnya penuh keyakinan.
***
Langkah Agneta terhenti saat melihat pemandangan di depannya. Regan tampak sedang bermain bola di lapangan dekat rumah mereka dengan pria yang ia benci tetapi darahnya mengalir di tubuh Regan. Sekuat apapun Agneta memisahkan mereka, kenyataannya itu sulit.
Agneta juga mendapatkan kabar dari Iren kalau pria bernama Vero selalu datang ke sekolah dan memberikan beberapa hadiah untuk Regan. Dan itu sudah berlangsung seminggu lamanya.
Agneta sempat menegur Regan, tetapi anak itu malah menangis dan membela Davero. Ikatan batin seorang Ayah dan anak memang kuat.
"Bunda...." teriak Regan menyadarkan Agneta dan ia tersenyum ke arah Regan yang berlari menghampirinya.
"Bunda, tadi Om Velo datang dan menemaniku bermain bola," ucap Regan dengan polos.
Agneta melirik Dave yang kembali memasang wajah dinginnya. Tadi Dave tampak cerah dengan senyumannya yang tampak lepas tanpa beban dan tidak misterius. Tetapi sekarang segalanya lenyap.
"Regan, Om harus pulang. Nanti Om akan datang lagi untuk bermain bola denganmu," ucap Dave mengusap kepala Regan membuat Regan menengadahkan kepalanya.
"Lho kok pulang? Kita makan malam dulu saja," ucap Regan.
"Tidak Regan, Om harus pulang. Nanti saja kita main lagi," ucapnya berlalu pergi begitu saja tanpa menyapa Agneta sedikitpun.
"Bunda, ajak om Velo makan di rumah," rengek Regan.
"Nanti yah sayang, mungkin Om nya sedang sibuk," ucapnya Agneta tersenyum kecil. Melihat sikap Dave sekarang, Agneta menjadi bingung menghadapinya.
***