Descargar la aplicación
52% The Decision / Chapter 13: Bab 10

Capítulo 13: Bab 10

Selamat membaca💙

°•°•°

"Apa Bunda baik-baik saja?"

"Aalona!" pekik gadis yang tadinya membungkungi Aalona, karena berniat menutup pintu kamar Alena. Secepatnya melingkarkan pelukan di tubuh ramping sahabat yang kini sudah ada dihadapannya. Dibalaslah pelukan Elina. Tak lupa dengan senyum cerah khas milik Putri kerajaan itu. "Ratu Alena mencarimu terus. Masuk saja sana!"

"Baiklah." dijauhkannya tubuh itu dari Elina. Dirinya yang sudah tak sabar ingin mencurahkan rasa rindu pada sang Bunda lantas membuka pintu. Sedang Elina berniat untuk memanggil Mely yang tadi ijin ke dapur sebentar.

Seketika itu juga Alena menoleh ke arah pintu. "Sayang? Kau pulang?" tak percaya bahwa salah satu orang yang dirindukan sudah datang. Gadis satu-satunya itu melangkah lebar. Semakin cepat mendekati Alena yang tengah berbaring. Di biarkannya pintu tadi terbuka lebar-lebar. Toh, mereka sebentar lagi akan keluar.

"Ya, Bunda. Ini Aalona." dihamburkannya tubuhnya itu ke dalam dekapan sang Ratu. "Aalona sudah menemukan obat yang bisa menyembuhkan Bunda. Aalona ingin Bunda kembali pulih. Bunda tahu kan? Selama Aalona hidup, hanya kali ini Aalona melihat Bunda seperti ini."

"Ya, seperti itulah bangsa kita. Itu sudah takdir kita, sayang." Aalona mengangguk. Ia pun menceritakan singkat perjalanannya untuk mencari botol plastik. Hanya garis besarnya saja. Sedang Alena yang mendengarkan kisah perjuangan anak satu-satunya itu, tersenyum bangga. Air mata bahagia, haru, dan ucapan syukur luruh begitu saja setelah Aalona selesai bercerita.

"Jadi, Bunda sudah siap?" tanya Aalona sembari mengelus pelan salah satu punggung tangan Alena. Punggung Ratu mailnera itu sudah menyender di kepala ranjang miliknya. "Bunda minum dulu." imbuhnya di saat Alena mengangguk, tanda dirinya siap meminum air terjun yang di ambil susah payah oleh anak semata wayang.

"Terimakasih sayang." ujar wanita itu sebelum meneguk aimas dari sodoran Aalona. Anaknya mengiyakan sambil membantunya memegangi gelas berisi minuman madu itu. Seperti beberapa barang lainnya, gelas berwarna hijau segar yang keduanya pegangi itupun terbuat dari daun teratai.

Deryl, Berly, Elina, dan Mely --- Bunda dari Elina--- tersenyum memandangi Ibu dan anak yang saling menebar rindu dan kepedulian di depan mata mereka. Elina yang tengah berdiri di samping kanan Mely lantas merangkul wanita yang telah melahirkannya dengan sayang. Kedekatan sahabatnya dengan sang Ratu membuatnya larut dalam suasana. Sedang Deryl memberanikan diri untuk bersuara setelah Alena menyudahi aksi minum aimas. "Maaf, sepertinya Ratu Alena harus disembuhkan secepatnya." sambil menahan rasa tak enak. "Maaf kalau saya mengganggu acara Ratu Alena dan Aalona. Saya tak bermaksud sedikitpun." tambahnya dengan kepala menunduk dalam-dalam. Sungguh tak enak menghancurkan suasana hangat ini.

Ratu mailnera lebih dulu menjawab, "kau melakukan yang benar Deryl. Tak seharusnya aku mengutamakan rasa rinduku." ditatapnya Aalona. "Tapi melihat putriku datang dengan selamat membuatku melupakan sejenak rasa sakit ditubuhku."

Aalona mengangguk. "Ya. Dan, nggak perlu ngerasa sungkan. Yang kamu lakukan memang benar Deryl...."

Ketika lidah Aalona selesai mengatakan kalimat itu, seorang mailnera yang tak lain yakni Guarly, memasuki ruangan tersebut. "Apakah Ratu Alena sudah siap?" tanyanya setelah membungkuk hormat.

"Siap Guarly." katanya dengan kaki yang menjuntai. Menyentuh lantai dari bunga teratai.

"Aku yang akan menuntun Bunda, Paman Guarly. Kurasa Bunda tak selemas saat hari pertama kutinggal," potong Aalona saat Guarly hendak berbicara. "Bibi Mely boleh istirahat atau kembali ke dapur saja. Sebelumnya, terimakasih, Bi."

Kedua pemilik nama di atas lantas mengangguk. "Terimakasih Putri Aalona. Permisi." Mely tak berniat sedikitpun untuk ke Rugadara, tempat tinggalnya sekarang yang masih di sekitar Istana ini. Ia memilih ke dapur untuk membuat rodu. Mely tahu, Aalona pasti rindu akan kue khas kerajaannya itu.

Gadis remaja yang nampak tak kesusahan menuntun sang Bunda malah berjalan cepat-cepat. Membuat Ratu Alena kelelahan dan menatap sang anak. "Sayang, Bunda kelelahan. Aalona bisa berjalan lebih pelan?"

"Apa? Oh... Em, ma-maaf Bunda. Maaf, terlalu bersemangat. Pasti kekuatan Bunda sudah menipis. Maaf."

"Ya. Bukan cuma menipis. Bunda rasa kekuatan Bunda untuk berjalan cepat sudah hilang."

Aalona berusaha untuk tersenyum. "Tak masalah. Setelah ini kekuatan Bunda akan kembali."

"Apa kami perlu menggendong Ratu Alena?" tanya Deryl yang diangguki oleh Berly dan Guarly.

"Sepertinya iya. Untuk mempersingkat waktu." diliriknya sang Bunda. "Apa Bunda keberatan?"

"Tidak. Kalau untuk kesembuhanku sendiri kenapa harus keberatan? Bunda yang seharusnya berterimakasih pada mereka."

Deryl sontak mengangguk. Diambilnya asal dan gampang, salah satu daun teratai yang terlihat masih kecil dari yang lainnya. Namun bagi mereka, ukuran itu lebih besar dari ukuran tubuh Alena. Setelahnya di letakkanlah daun itu di tempat mereka berpijak. Sadar apa yang harus ia lakukan, Alena menidurkan dirinya di atas daun itu.

"Apa aku boleh duluan ke perbatasan?" tanya Aalona. "Aku merasa tak enak dengan temanku itu. Aku takut kalau sudah terlalu merepotkannya."

"Tak apa Putri Aalona. Silahkan." ucap Gurly yang diiyakan oleh semuanya.

"Terimakasih."

🌼👑🌼

"Bakudisiasa, seka." spontan tubuh Aalona membesar. Tampilan saat ia menjadi manusia biasa kini kembali. Dari ujung rambut sampai kepala masih sama persis, tak ada yang berubah.

"Astaga!" Alvison yang akan berceloteh lagi jadi membatalkan niatnya.

"Tuang air itu di balik tutup botolnya." perintah Aalona tiba-tiba. Alvison sontak menurut. "Maaf sudah merepotkanmu."

"Sama-sama." senyum Alvison terbit, membuat gadis di depannya ikut tersenyum. Bahkan aku senang melakukannya untukmu. Entah sejak kapan perasaanku ini tumbuh, aku harap kedepannya kita masih bisa bertemu. Sambungnya dalam hati, jujur dan nyata. Tanpa disadari, Alvison menghirup napas dalam-dalam dan menghembuskannya secara kasar. Menandakan bahwa ia tak siap akan detik-detik setelah tugasnya selesai untuk menolong Aalona.

"Aku yang akan meletakkannya di dekat gerbang kerajaanku. Terimakasih banyak sudah membantu."

"Apa kamu akan pergi lagi ke dalam my Aal?"

"Ya, tentu... Senang bertemu dan berteman denganmu."

"Aku juga. Tapi, secepat ini kita berpisah? Aku masih tak ingin."

"Percayakan semua pada Sang Pencipta. Aku pergi dulu Alvison, terimakasih." dipeluknya Aalona seerat-eratnya. "Kalau kita diijinkan bertemu lagi, kita pasti bertemu," lirih Aalona menenangkan.

Salah satu tangannya tak berhenti bergerak di punggung Alvison. Ia gabungkan rasa hangat dihatinya bersama pelukan hangat Alvison yang masih mendekap tubuhnya. "Meskipun ada bagian di hatiku yang tak rela melihatmu pergi, aku tetap harus membiarkan takdir yang menentukan." Bibir Aalona membentuk senyuman. "Pertemuan dan pertemanan singkat kita akan sulit aku lupakan."

🌼👑🌼

Gimana? Masih dan terus berusaha😄😉

See You😘

Gbu😇


REFLEXIONES DE LOS CREADORES
kocakaja kocakaja

Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

next chapter
Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C13
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión