Semua gunjingan tidak di gubrisnya. Pernikahan Cempaka dan Kardiman tetap terlaksana juga, tanpa riasan tanpa pelaminan.
Yang mirisnya lagi, tanpa mas kawin dari pihak mempelai laki-laki. karena, mas kawinnya dapat minjam dari ibunya Cempaka yang entah kapan kan di bayarnya. Dengan kata lain, entah di bayar entah tidak.
Cempaka dan kedua Orangtuanya seperti orang yang linglung. Mereka itu selalu menuruti semua yang di katakan oleh Yati, anak sulungnya.
Mereka tidak tahu kalau ada udang di balik batu. Ada sesuatu yang dia incar dalam perjodohan antara Cempaka dan Kardiman.
Namun, entah apa yang jadi incarannya.
Yang jelas, Pernikahan Cempaka dan Kardiman terjadi karena rencananya Yati yang bersikeras.
Begitu juga sa'at Kardiman mau ngajak pindahan kepada Cempaka. Kini, Yati juga yang bersikeras supaya Cempaka menuruti ajakannya Kardiman.
"Kenapa kamu sepertinya antusias banget?... Sepertinya kamu ingin sekali mengatur adikmu itu" Pak Hamid berucap agak tidak setuju dengan pendapatnya Yati.
"Bukan begitu pak, Cempaka sekarang sudah jadi Isterinya Kardiman, ya harus mau dong di ajal pindah ke rumahnya Kardiman!" Yati memberikan alasan.
Memang, alasan itu bisa masuk di akal.
"Iya memang benar itu. Tapi, terus terang bapak kurang suka dengan cara pernikahannya Cempaka yang grasak-grusuk begitu. Baru kali ini ada mas kawin pinjam dulu cin-cinnya calon mertua. Ipekahnya pakai duitnya calon isteri. Aturan dari mana itu?... Hati-hati lho!... Pernikahan itu sakral!... Ini berurusan dengan aturan Allah SWT" Pak Hamid mengingatkan anak sulungnya.
"Nanti kan akan di bayar. Bapak enggak usah mempersoalkan masalah itu lagi. Toh!... Pernikahannya juga sudah terjadi, saya yakin kalau tidak karena saya grasak-grusuk seperti ini, rasanya enggak mungkin Cempaka sekarang sudah menikah. Pasti masih jadi ratu jomblo" Ujar Yati lagi, perkataannya selalu menyinggung hati Cempaka. Sungguh sangat menyebalkan.
"Iya, karena cara kamu yang terkesan sangat murahan itu, grasak-grusuk tak karuan begini, sama saja dengan menghancurkan nama baik adik kamu dan juga nama baik kedua orangtuamu. Mana ada pernikahan seperti ini. Apa ini yang namanya bagus, dapat jodoh?... Kelakuanmu itu sama dengan menghina kedua orangtuamu!... Juga Adik dan seluruh keluarga kamu sendiri. Kalau mau bertindak itu harus pakai otak" Pak Hamid nampak begitu marah.
"Iya yati!... Kamu tahu kan, bagaimana pembicaraan kerabat kita kemarin itu?...
Macam-macam perkataan negatif yang mencemooh kan adikmu itu terdengar oleh kita kan?... Kalau adikmu kemarin-kemarin itu belum dapat jodoh, ya... Itu karena Allah SWT belum mempertemukannya. Mengapa mesti malu?... " Lanjut bu Yati.
"Benar apa yang di katakan oleh ibumu itu. Bagi bapak dan ibu, pernikahan yang kamu rencanakan kemarin itu sangat membuat bapak dan ibu malu setengah mati!... Kamu itu sudah mempermalukan kami!" Bu Tini juga nampak sangat kesal dengan perlakuan anak sulungnya itu.
Mungkin, pengaruh dari agar-agar nya sudah mulai melemah.
"Sekarang lagi, sibuk maksa adikmu supaya ikut pindah ke sana?... Sedangkan adikmu sendiri belum tahu siapa dia itu sebenarnya?... Bagaimana keluarganya?... Kalau terjadi apa-apa sama adikmu bagaimana?... Kamu mau tanggung jawab?... Atau... Mungkin ini adalah termasuk rencana licikmu juga!"
Gertak pak Hamid.
Yati hanya diam tertunduk mendengar semua perkataan kedua Orangtuanya.
Bukan tertunduk karena menyesal. Tapi, menunduk karena dia geram di dalam hatinya.
Dia tidak mau di salahkan, walaupun kenyataannya dia yang salah.
Karena terjadi keributan antara kakak sulungnya dan kedua Orangtuanya. Akhirnya, Cempaka bersedia di ajak pindahan oleh Kardiman. Walaupun di dalam hati kecilnya dia tidak suka dengan kepindahan itu.
"Ya sudah!... Enggak usah ribut-ribut begini!... Biarin, aku mau di ajak pindah sama Kardiman. Jadi... Sudah!... Jangan ribut!... Teh Yati!... Sekarang saya mau menikah dengan laki-laki pilihan teteh, dengan cara pernikahan yang tidak aku bayangkan sedikitpun juga. DanTeh Yati masih kurang puas!... Dengan mas kawin pinjam cin-cinnya!ibu?... Masih kurang puas juga?... Dengan uang ipekahnya memakai uangku, masih kurang puas juga?... Baiklah sekarang juga aku mau di ajak pindah oleh Kardiman, bagaimana?... Kamu sekarang sudah merasa puas?" Cempakapun tidak mampu menahan emosinya.
Dengan deraian airmata di pipinya, Cempaka bergegas pergi ke dalam kamarnya.
Dia mengeluarkan beberapa baju yang mau di bawanya untuk di pakai di tempatnya Kardiman nanti.
"Semua gara-gara kamu!... Bapak lihat kamu itu sangat membenci adikmu itu!... Sebenarnya apa masalahnya? Jadi kakak itu bukannya jadi panutan buat adik-adiknya, ini malah menjerumuskan adiknya sendiri" Pak Hamid membentaknya dengan geram.
"Sudah!... Sudah!... Enggak usah ribut!...
Aku mau pindah sekarang!... Ayo!... Kita berangkat sekarang!" Cempaka keluar dari kamarnya sambil menenteng tas besar tempat baju dan peralatan yang biasa di gunakannya.
"Nah!... begitu. Coba dari tadi seperti ini pasti enggak bakalan ada keributan. Sudah di bawain jodoh sama saya, masih saja ngeyel!" Ucapan Yati membangkitkan amarah semua orang yang mendengarnya. Apalagi Cempaka.
"Jodoh?... Itu Jodoh?... Pernikahan yang tidak wajar, yang memalukan, yang membuat semua orang merendahkan aku, menghinaku, itu jodoh yang kamu maksud?... Coba kalau kamu yang mengalami seperti aku, apa kamu mau di perlakukan begini?" Cempaka sudah tidak mengontrol emosinya.
"Kenapa sih kamu ini?... Terus saja bikin Cempaka marah. Kamu itu masih belum puas juga? Setelah kau lihat kehidupan adikmu itu hancur?... Dimana di simpan otakmu itu?" Pak Hamid begitu geram mengungkapkan kekesalannya.
"Astaghfirulahaladziiim... Apa salahku ya Allah... Kenapa aku punya anak tidak punya perasaan seperti ini?" Ucap bu Tini setengah berteriak menghardik anak sulungnya.
"Semuanya menyalahkan aku!... Sama sekali tidak ada terima kasihnya. Sudah di bantuin di cariin jodoh juga" Kilah Yati
bersungut-sungut.
"Sudah, Cukup!... Semua yang teteh lakukan itu bagus, cuma menyakitkan hati adikmu ini!... Dan juga bapak dan ibu semua menjadi malu, terhina dan sakit hati karena kelakuan teh Yati, sekarang teteh faham? Ayo!... Kita berangkat, bukannya kamu ngajak aku pindahan?" Ucap Cempaka dengan kesal.
"Itu sudah kamu pikirkan baik-baik nak?
Jangan sampai kamu menyesal nantinya. Tapi, kalau benar kamu sudah siap pindah mengikuti suamimu. Ibu cuma titip pesan saja, supaya kamu hati-hati di sana. Terutama jangan tinggalkan shalat lima waktu, ngaji juga jangan lupa. Dan juga kamu harus selalu berdo'a mohon perlindungan dari Allah SWT, dan juga harus selalu waspada dimana pun kamu berada, dan kita selalu menghargai orang lain ya nak ya" Bu Tini menasihati Cempaka yang mencium tangan ibunya waktu Cempaka berpamitan.
"Terimakasih bu, InsyaAllah semua nasihat ibu akan aku ingat dan akan aku laksanakan semampu aku. Ibu juga di sini hati-hati ya bu, bapak juga hati-hati ya. Biar semuanya tidak ribut-ribut lagi, biarlah aku yang pergi, mungkin ini sudah jadi takdirku. Semoga saja kita semua bisa menghadapinya dan juga di beri kekuatan dalam menghadapinya"
Ujar Cempaka mencoba berkata bijak.
Perkataan Cempaka membuat kelopak matanya bu Tini nampak berkaca-kaca.
Dia merasa terharu dengan perkataannya.
"Saya juga pamit ya bu, pak" Pamit Kardiman yang dari tadi diam saja mematung, tak sedikitpun berkomentar.
Yati nampak sumringah bahagia. Entah apa yang dia pikirkan saat itu.
"Ma'afkan ibu sama bapak karena tidak bisa mengantarmu pindahan ke tempatnya Kardiman. Ibu dan bapak di sini selalu mendo'akan mu, semoga Allah SWT mengabulkannya, Amiin" Di peluknya Cempaka dengan hangat, penuh kasih sayang.
Dan... Genangan airmata yang menggenang di kelopak matanya bu Tini pun akhirnya terjatuh juga. Luruh membasahi kedua pipinya.
"Bapak juga minta ma'af ya nak ya!" Ucap pak Hamid pula.
"Saya ikut nganterin ya bi ya..." Keponakannya Cempaka rupanya.
"Baiklah.... Ayo semuanya kita berangkat sekarang" Ucap Cempaka.
Akhirnya merekapun berangkat berjalan beriringan. Ada beberapa orang saudaranya Cempaka yang mengantarkan kepindahannya Cempaka ke rumahnya Kardiman.