Descargar la aplicación
3.36% Stella : Cinta Segitiga / Chapter 7: BAB 7 : Sikap Peduli Bastian

Capítulo 7: BAB 7 : Sikap Peduli Bastian

"Kenapa harus aku yang menolongmu? Tak bisakah orang lain saja?" tanya Bastian masih dengan nada cueknya, seakan-akan ia tak peduli dengan masalah yang dihadapi Cesi. Namun sayangnya Bastian belum mengetahui apa masalah Cesi. Bagaimana respon Bastian jika ia mengetahuinya? Apakah Bastian akan tetap bersikap secuek itu?

"Tidak bisa Bastian, hanya kamu yang bisa menolongku. Ayolah! Jangan bersikap cuek begitu seakan-akan kamu tidak peduli." ucap Cesi tak mau menyerah membujuk Bastian. Ia harus tahan banting dengan sikap Bastian yang sangat cuek itu, ini semua ia lakukan tak lain dan tak bukan adalah demi Luna. Karena Luna sedang membutuhkan bantuan Bastian, tentunya.

"Aku memang tidak peduli dengan apapun itu masalahmu." ucap Bastian dengan sikap tak peduli dan tak lupa stay cool di depan Cesi.

"Kenapa begitu? Bukankah kita sebagai manusia harus tolong menolong?" tanya Cesi masih tak menyerah membujuk Bastian agar mau membantunya dan mengikutinya untuk mencari Luna.

"Tapi aku tak pernah membutuhkan bantuanmu. Apa keuntunganku jika membantumu?" tanya Bastian mulai tertarik dan tersenyum miring, sungguh picik otaknya kali ini.

"Tidak ada keuntungannya sih. Tapi Bastian aku benar-benar butuh bantuanmu, Tolong bantu aku kali ini saja. Setelah ini aku tidak akan mengganggumu lagi." ucap Cesi dengan nada memohon dan hampir menangis. Apakah Bastian memang se-tidak peduli ini dengan teman-temannya? Kenapa Bastian se-cuek ini? namun ia tak boleh menyerah, ini semua demi Luna.

"Jika tidak ada, aku tidak peduli." sahut Bastian dengan nada cueknya dan sikap yang tidak peduli sama sekali. Untuk apa ia memperdulikan perempuan seperti Cesi? Toh masalah Cesi bukanlah masalahnya kan? Jadi apa untungnya ia membantu Cesi? Tak ada!

"Tapi Bastian… ini tentang Luna." ucap Cesi kehabisan kata-kata. Ia tak tahu lagi harus bagaimana membujuk Bastian agar mau membantunya. Karena hanya Bastian yang bisa membantunya, yang lain tidak bisa, kenapa? Karena yang lain tidak ada kegiatan khusus dengan Luna seperti Bastian yang sekelompok dengan Luna.

"Luna?" tanya Bastian langsung menolehkan wajahnya menatap Cesi dengan raut wajah serius.

"Iya… Luna belum kembali dari toilet sejak tadi. Aku tidak tahu dia kemana." ucap Cesi hampir menangis karena sepertinya Bastian hatinya beku dan tidak mau membantunya. Kepada siapa lagi ia harus meminta tolong? Mungkin jika Bastian benar-benar tidak mau, ia akan meminta petugas kebersihan untuk mengantarnya ke toilet. Semoga saja Luna memang berada di sana.

Baru mendengar itu, rasa iba dihati Bastian muncul. Ia lalu langsung berniat membantu Cesi. Ia sendiri tak tahu apa alasannya, yang jelas ia ingin menolong Cesi. Tidak seperti tadi yang bersikap cuek dan tidak peduli.

"Ayo kita ke toilet Gedung IPA." ujar Bastian tiba-tiba dan itu membuat Cesi terkejut sekaligus senang. Bagaimana tidak? Bastian tiba-tiba mau membantunya. Harapannya terkabulkan. Sekarang yang terpenting adalah Bastian mau membantunya. Itu saja sudah cukup bagi Cesi.

***

-Depan Toilet Gedung IPA-

Tok… tok… tok… tok…

"Apakah ada orang di dalam?" tanya Bastian menempelkan telinganya di pintu toilet gedung IPA.

Hening, tak ada jawaban…

Cesi semakin panik ketika tak ada sahutan apapun dari dalam. Kemana Luna jika bukan di toilet? Pikirnya dalam hatinya. Hatinya semakin tidak tenang dan was-was memikirkan dimana Luna sebenarnya.

"Aku dobrak saja pintunya ya?" tanya Bastian bersiap-siap mendobrak pintu toilet yang ia ketahui terkunci. Siapa yang menguncinya? Tak mungkin jika pintu toilet gedung IPA ini rusak kan?

"Boleh Bastian. Atau aku minta kunci cadangan di petugas kebersihan atau di petugas keamanan sekolah ya? Sebentar aku ke pos satpam dulu." ucap Cesi langsung berlalu dari hadapan Bastian.

"Tunggu Cesi! Tidak usah. Dobrak saja biar cepat, firasatku tidak enak." ucap Bastian mengutarakan apa yang ia rasakan. Ia benar-benar memiliki firasat yang tidak enak tentang Luna. Ia menebak bahwa Luna ada di dalam. Namun apa yang terjadi? Kenapa tidak ada jawaban?

"Hah? Baiklah…" ucap Cesi mengalah dan mengiyakan keinginan Bastian.

"Satu… Dua… Tiga… BRUKKK!"

Berhasil dalam sekali coba, Pintu pun terbuka. Namun yang dilihat membuat kedua pasang mata itu terkejut.

Di dalam ternyata ada seorang perempuan, namun tidak tahu itu siapa. Wajahnya tertutup oleh rambutnya sendiri. Dan yang lebih mengejutkannya lagi ada beberapa tetes darah di lantai tak jauh dari seorang perempuan itu tertidur telungkup, persis seperti orang yang sedang pingsan.

"Luna! Itu Luna, Bastian." ucap Cesi berteriak histeris. Ia sangat khawatir melihat keadaan sahabatnya dalam kondisi seperti ini. Ia tak menyangka jika Luna akan pingsan dan mimisan di dalam toilet.

Bastian tak tahu harus apa melihat kondisi teman sekelasnya yang terlihat tak berdaya dalam keadaan pingsan. Yang pasti ia harus menolong Luna.

"Ayo kita bawa ke UKS. Biar aku yang gendong Luna di punggungku." Ucap Bastian dengan sigap langsung mengangkat Luna dan menempatkannya di punggungnya. Untung saja Luna langsing bak model jadi Bastian tidak keberatan menggendong Luna.

"Memangnya tidak apa-apa jika Bastian yang gendong Luna? Bagaimana jika kita papah saja biar Bastian tidak berat gendong Luna?" tanya Cesi tidak yakin dan merasa tidak enak, entah kenapa ia merasa tidak enak padahal ia tidak bersalah.

"Tidak apa, biar aku saja, Luna tidak berat kok, ringan!" ucap Bastian meyakinkan Cesi. Entah kenapa ia merasa bersalah karena tadi tidakmau membantu Cesi. Waktunya habis karena berdebat dengan Cesi, harusnya ia langsung mau membantu Cesi, mungkin jika begitu Luna masih sadarkan diri.

Mereka berdua pergi dari toilet gedung IPA dan menuju UKS.

Diperjalanan menuju UKS banyak pasang mata yang melihat adegan itu disaat Bastian menggendong Luna di punggungnya dengan gagah dan mempesona. Pesona Bastian selalu saja membuat seisi sekolah terlalihkan. Bastian memang tampan dari lahir, tak dapat dipungkiri bahwa banyak yang menginginkannya, dan juga tak dapat dipungkiri jika banyak yang ingin di posisi Luna sekarang, digendong oleh Bastian.

"Luna bangun!" ucap Cesi dengan lirih mengusap pelan lengan Luna sambil berjalan mengikuti Bastian. Ia benar-benar takut terjadi sesuatu dengan Luna. Ia takut Luna harus masuk rumah sakit lagi karena mimisan. Karena Luna paling sering masuk rumah sakit karena sakit mimisannya, Luna sering di opname di rumah sakit.

"Sudah Cesi, percayalah semuanya akan baik-baik saja." ucap Bastian menoleh sekilas menatap Cesi dan berusaha menenangkannya. Ia tak peduli jika banyak pasang mata yang sedang memeprhatikan mereka bertiga. Ia tak peduli, yang ia pedulikan sekarang hanyalah Luna. Ia tak ingin terjadi sesuatu yang buruk dengan Luna.

Namun tanpa Bastian sadari ada empat pasang mata yang sedang memperhatikannya dari kejauhan, mereka belum kembali ke Gedung Bahasa. Ya, benar sekali mereka adalah The Angel Wings.

"Sialan! Jadi perempuan itu tidak kapok juga? Dia pikir dengan dia berpura-pura pingsan bisa merebut Bastian dari genggamanku?" desis perempuan yang memperhatikan Bastian dari kejauhan yang tak lain dan tak bukan adalah ketua dari The Angel Wings, siapa lagi juga bukan Stella Devani Clarissa?


next chapter
Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C7
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión