Setiap musim panas adalah musim sepi di studio.
Kota film dan pertelevisian tanpa film seperti pasar yang terlantar; bangunannya masih ada, tapi tidak ada yang tertinggal dan dibiarkan dingin.
Dikatakan bahwa kota film dan televisi yang diperluas juga akan memiliki tempat-tempat wisata. Tapi ini tidak ada hubungannya dengan Andi, atau bahkan sebagian besar aktor kecil di kota film dan televisi itu. Terlebih lagi, ekspansi ini baru saja dimulai, dan entahlah, mungkin sampai lebaran monyet, barulah ekspansi itu selesai.
Banyak aktor muda mencari pekerjaan sampingan, atau mengambil kesempatan untuk memanjakan diri dan bersantai. Lagipula, kalau dalam beberapa bulan ke depan akan ada banyak drama baru, tidak akan ada waktu untuk menggila di luar. Meski begitu, Andi juga memiliki karir menyanyi, meskipun karir ini telah mati di tengah-tengah hanya dalam waktu setengah bulan.
Setelah menyelesaikan shift kerjanya di bar dan menerima dua ratus ribunya. Andi mengendarai mobil bekasnya yang berknalpot berisik itu dan pulang.
Setelah menaiki tangga, dia melihat tetangganya, Johan, ragu-ragu di depan rumahnya.
Andi menepuk bahu temannya itu. "Ada apa, Pak Jo?"
Johan juga seorang artis senior. Setelah lulus dari perguruan tinggi, dia melakukan pertunjukan kelompok, dan dalam waktu kurang dari lima tahun, dia telah mencapai kemampuan untuk ikut dengan tim produksi dan memainkan peran utama. Terlebih lagi, setelah dirinya menerima pengangkatan jabatan, dia mendapatkan beberapa staff sendiri.
Aneh kalau mengingat bahwa mereka berdua berusia 20-an, tetapi mereka memanggil satu sama lain Pak Andi dan Pak Johan, dengan suasana seperti pensiunan kader.
"Membuat istrimu marah lagi?"
Johan memalingkan wajahnya ke samping dan mengangguk karena malu.
"Tidak apa-apa, saya punya pengalaman dalam hal ini!" Andi pun dengan terampil mencari papan cuci dan rotan di lorong.
"Ah, tapi ini agak buruk. Aku belum menceritakan intinya, 'kan?" Johan ragu-ragu.
"Kenapa malu-malu? Katakan saja. Ketika istriku membentakku, aku memperlakukannya seperti ini."
"Tapi memukul wanita? Bukankah itu tidak pantas?" Johan mengingatkan.
"Siapa yang menyuruhmu memukuli seorang wanita?" Andi bertanya dengan heran.
"Apa maksudmu?" Johan tiba-tiba terlihat waspada.
"Minta maaf dan beritahu Rani kau mengakui kesalahanmu." Andi menerima begitu saja. "Bukankah aku sudah memberitahumu? Saat istriku marah dan berteriak, aku menghadapinya seperti ini, coba bujuk dia."
"Main kasar?" Johan yang mulai mengerti terkejut.
"Omong kosong. Ini namanya bersikap tegas di masa sulit, jadi kau bisa mempertahankan posisimu. Apakah kamu masih ingin meminta nasihat dan tawar-menawar selangkah demi selangkah? Kalau begitu, kamu benar-benar berpikir masalahnya tidak cukup besar."
Johan merenung, mengangguk setuju, tetapi masih menatap ke tangan Andi ragu-ragu. Dia pun berkata, "Apakah ini tidak apa-apa?"
"Coba kau bayangkan hati wanita terbuat dari jeli. Kita tidak perlu mencubitnya untuk mengetahui bahwa itu lembut. Aku menggunakan perumpamaan itu untuk menangani istriku. Trik ini bekerja dengan baik setiap saat. Kau tidak pernah tahu?"
Setelah beberapa saat, Andi melihat Johan bersiap-siap.
Andi mengetuk pintu.
"Yenny, buka pintunya."
Yenny segera membuka pintu dengan perlahan. Rumah itu tidak besar, dan Andi tidak merendahkan suaranya.
Melihat Johan, Yenny langsung menggigit bibirnya. Raut wajahnya lantas membeku, dan pintu dibuka lebar-lebar sehingga dia bisa langsung melihat tempat tidur.
Di sisi ranjang, seorang gadis cantik dengan senang hati menggendong seorang anak dan menimangnya. Tidak menanggapi Johan yang berwajah memelas, dia terus berbicara dengan Yenny, "Yenny, jangan minta ibumu untuk menjaga bayimu. Aku akan membantumu menjaganya."
Ini Kiki, istri Johan yang juga merupakan aktris dari rumah produksi yang terkenal. Dia selalu menginginkan seorang anak untuk menyentuh hati Johan sang aktor laga, tetapi Johan lebih peduli tentang membela diri dari pencuri. Keduanya telah hidup bersama selama lima atau enam tahun, dan mereka melewatkan satu kesempatan. Kiki mengeluh selama tiga hari dua malam, dan sekarang melihat anak Yenny, rasa keibuannya meluap. Sepanjang hari, jika tidak ada yang bisa dilakukan, dia datang untuk menggendong anak itu dan bersenang-senang.
=
"Apa yang terjadi hari ini?" Mengabaikan pasangan yang tercengang itu, Andi pergi bertanya kepada istrinya.
"Seorang pria muda baru saja datang ke Johan untuk mengajaknya pergi dan minum, tetapi di tengah perjalanan, dua gadis cantik datang. Mereka semua duduk di samping Johan dan dilihat oleh Kiki."
Andi turut bersimpati atas Johan di dalam hatinya. Sedih mengingat laki-laki di bar itu, yang memprovokasi pertunjukan sebelum Andi mengambil alih.
=
Tidak butuh waktu lama bagi Andi dan Johan untuk mulai mengobrol di koridor, dan suasana kembali tenang.
Entah apakah Kiki terlalu berpikiran sempit atau tidak marah sama sekali. Bagaimanapun juga, setelah beberapa saat, dia meluruskan alis dan tersenyum. Benar saja, rambut panjang dan pikiran sempit? Andi pun bergumam di dalam hati.
Tetapi melihat rambut panjang istrinya serta pakaian longgar yang dikenakannya, dia tiba-tiba merasa bahwa orang yang membuat kata-kata "rambut panjang dan pikiran sempit" pasti bukan orang yang baik. Kutuk saja orang itu karena menikahi biksu wanita dengan kecerdasan tinggi.
Pasangan tetangga sebelah pergi dengan senyum bahagia, dan bahkan tidak mengucapkan terima kasih. Andi kesal dan mengutuk beberapa hewan di dalam hati.
Tapi Johan, yang tidak lantas keluar. Dia berbalik dan berkata, "Pak Andi, setelah mandi, datanglah ke tempatku untuk minum."
Andi menoleh pada istrinya. Yenny berkata dengan kesal, "Pergi saja kalau kamu mau, dan lihat apa yang akan aku lakukan!"
Ini berarti ibu negara menyetujui. Andi segera tersenyum dan berkata kepada Johan, "Oke, tidak apa-apa."
=
Berbeda dengan Andi yang masih berjuang untuk mencari uang, Johan sudah menjadi orang sukses dalam lingkup aktor kecil di kota film dan televisi.
Di lantai pertama rumah susun ini, ada sebuah kedai kecil.
Jika tidak ada yang bisa dilakukan, Johan membawa asisten sutradara yang terkenal dan produser kecil untuk minum.
Dalam hal hubungan, ini jauh lebih baik daripada Andi.
Setelah mandi, Andi berganti pakaian longgar dan turun.
=
Seperti yang disebutkan sebelumnya, Johan memiliki beberapa orang staff, yang membuatnya mudah untuk mendapatkan banyak pekerjaan saat proses pencarian pemeran.
=
Lutfi, pendatang baru yang menganggap Johan sebagai idola dan bermimpi sukses sebagai aktor, dan lulus dari perguruan tinggi yang sama dengan Johan.
Karl. Seorang pendatang baru yang dapat menghafal baris dialog terkenal dari berbagai film dan televisi.
Yongki dan Malik. Aktor tipe antagonis, tetapi keduanya ingin menjadi karakter protagonis. Berteriak "Bersikaplah baik kepada orang lain" sepanjang hari. Sering membantu di restoran-restoran kecil.
Oh, dan ada beberapa pelanggan tetap lainnya di restoran.
Juniar, yang memasuki kota film dan televisi bersama Johan, menjadi aktor spesial. Membintangi film independen berbiaya rendah. Dia adalah seorang pemuda dengan tujuan dan cita-cita. Sekarang tujuan utamanya adalah untuk melampaui Johan.
Suci, pacar Juniar, seorang aktris.
Niki, seorang pengembara, memiliki jaringan yang luas, tapi sayangnya dia selalu berpindah-pindah di antara dua posisi, yaitu ikut dengan tim produksi, atau menandatangani kontrak khusus. Dia punya slogan, yaitu "Kawan memberi manfaat." Penghasilannya besar, dan upah untuk mempekerjakannya besar.
Tristan, Feri, Bara, dan Nanda, aktor seni bela diri, sering datang ke sini untuk menanyakan berita, menjalin hubungan, dan berakting dalam drama.
Bisa dibilang di sinilah Johan berkegiatan di studio. Ada jaringan hubungan yang baik dan buruk, tetapi hubungan-hubungan itu memberi informasi dengan baik, yang dapat membantu beberapa kru film baru memecahkan banyak masalah.
Para kru bersedia mempekerjakan Johan, tetapi juga merasa orang ini dapat diandalkan. Bagaimanapun juga, seseorang yang baik tidak akan pernah jauh dari kebaikan.