Si Romen
Si Romen
Dia di panggil Romen
Nama aslinya adalah Rahman. Dipanggil Romen karena penampilannya Urakan. Rambutnya gimbal. Sering mengenakan jaket berwarna hitam celana jeans kaos pendek polos yang sok Cool. Jelas sekali si Romen tak suka kaos kupu-kupu...
Bagaimana mungkin para cewek mau padanya,meski pakai motor Gede si Romen suka sekali merayu beberapa wanita. Rayuan sok penuh cinta dan berlagak paling tau soal asmara.
Di kampus dia paling suka duduk di bawah pohon. Rokok adalah teman mengisi waktunya setiap hari. Ternyata usut punya usut si Romen dulu pernah ditanya Dosen pada saat kelas berlangsung. Betapa Romen tak mampu lagi menahan malu tak punya muka. Di ketahui dia jurusan jahit saat duduk di bangku sekolah menengah kejuruan.
Julukan komunitas anak jalanan sudah hangus terbawa tajamnya jarum dan halusnya benang. Duh Romen kasiaaaaannnnn dech Luuu!!!!
Ada sebuah fakta mengagumkan darinya. Selepas pulang kuliah dia bukan lagi Romen si penampilan urakan. Dia bekerja membiayai tiap semester kuliahnya. Dia si rambut gimbal dan suka menggombal ternyata memiliki hati selembut kapas....
**********
Akhirnya terlipatlah sajadah meski belum lama tergelar. Rupanya Romen terburu-buru ingin membayar uang kuliah. Uang hasil pinjaman. Sholat lima waktu tak pernah tertinggal. Bagi Romen ibadah tetap diutamakan
_Saat di pertengahan jalan_
Romen dihadang tiga preman. Akhirnya dengan penampilan sok gagah dan pemberani, Romen menurunkan gas sepeda dan berhenti di bahu kiri jalan. Romen memainkan alis kirinya dan telunjuk jari tanda sepakat siap perlawanan.
Satu tangan kekar preman mendarat di pipi Romen. Belum dua kali jotos Romen sudah tersungkur ambruk. Mencoba melakukan perlawanan namun lagi-lagi Romen tak mampu mengelak. Dorongan kecil menghantam hidungnya. Duh... Romen sudah tau badanmu kurus masih belagu melawan preman yang ototnya super GEDE!!! Darah segar mengalir dari hidungnya.
Marah, kecewa, terluka, pedih dan entah apalagi yang dirasakan Romen ketika preman hanya menertawakannya dan mengatakan...
"Anak masih bau curut sudah berani melawan !!! Ayoo capcus tinggalkan dia..."
Uang hasil pinjaman ludes di bawa preman..
Satu kata buat Romen, Apes !!!
*******
Usai dihajar preman nampak sekali wajah Romen begitu lusuh dan sedikit lebam di pipi. Di sebuah gedung perpustakaan Romen duduk diam merindukan sesosok teman. Teman yang sering membantu tiap kesulitan. Teman yang mengerti dirinya. Teman yang sering membantu mengerjakan seabrek tugas kuliah.
"Oh... Mitha mengapa kau wisuda duluan tak ingatkah kau pada temanmu ini?? Ditelfon berulang kali tak diangkat. Sibuk masak semur jengkol dan pete gosong kali ya"
********
Romen diambang putus asa. Sulit sekali menghempaskan dari lintasan pikirannya ketika mengingat uang kuliah hasil pinjamannya itu.
"Sakit melilit sampe ke ulu hati mas bro!!! Ah .... dunia mengapa kau tak berpihak padaku.. apa iya harus ku gadeikan motor Gede satu-satunya milikku???" Menyakitkan bisik hatinya perih...
Akhirnya Romen berusaha menghibur dengan berbagai tumpukan buku (masih di perpus) rupanya Romen hampir terlelap di pojok ruang perpus
"Aduh...!" Romen terbelalak tak terkontrol. Seorang perempuan berbuasana syar'i hampir jatuh tersandung kakinya yang melebihi meja perpus.
Hati Romen luruh seketika bagai tak menginjak bumi. Uang pinjaman hangus dalam memorinya sementara waktu. Romen betul-betul mengalami virus merah jambu. Rasa ini telah menggurita saat ia mengetahui perempuan yang dihadapannya ini seorang tahfidz dua bulan yang lalu. Meski demikian batin Romen terkadang berkata
"Ah... yasin saja aku kaga' hapal berani suka sama ni cewek hafal Al-Qur'an" bisik Romen dalam hatinya yang tak mampu terucap dari bibirnya tatkala melihat sesosok dambaan hati dihadapannya....
"Maaf saya tidak sengaja". Timpalnya kembali begitu santun....
"Maaf juga telah tersandung kakiku". Jawab Romen kegirangan. Begitu antusias meski hanya karena tersandung kaki Zaskia. Sebuah nama yang tanpa sengaja diketahui Romen saat Zaskia dipanggil temannya.
Baru kali ini Romen tak sanggup merayu wanita. Seringkali Romen bertemu Zaskia meski hanya diparkir sepeda dan kantin namun Romen tak berani menyapa apalagi merayunya...
Terkadang begitulah sifat cinta jika sebuah ketulusan telah di sematkan dalam rasa,maka kalimat mesra dalam bingkai gejolak asmara tak lagi bermakna kecuali "jika kau bahagia,akupun bahagia. Meski bahagiamu bukan karena aku dan bersamaku..."
Sebuah dalil cinta tanpa pamrih !!!
*********
Kali ini Romen dalam persoalan genting. Tiga hari kedepan liburan semester akan berakhir. Si Romen wajib segera melunasi pembayaran UKT di kampusnya. Demi sebuah cita-cita tahun depan Romen ingin memakai dress panjang hitam eh... salah baju Toga mengikuti prosesi wisuda.
Malang sekali nasib Romen kali ini. Selembar uang sepuluh ribu adalah sisa terahir di dompetnya setelah makan di warung mbok Ijah...
"Sungguh aku berharap sesuatu terjadi lebih keren dari yang kupikirkan. Yakni setumpuk uang turun dari langit.." Sambil tertawa Romen menggaruk-garuk kepalanya yang pura-pura gatal.
*******
Romen melamun di pojok kamar sembari menatap poster-poster artis Hollywood seperti Beonce,Kate Winslet,dan Ema Watson. Romen begitu mengidolakan mereka. Kegilaannya ini terkadang harus mempoles penampilannya ala kebarat-baratan.
Dulu Romen pernah menyicil sebuah jaket hitam persis yang di kenakan Daniel Radcliffe pemeran tokoh utama Harry Poter. Tentunya demi menarik perhatian cewek-cewek di kampus. Na'asnya tak satupun cewek mau menjalin asmara dengannya. Alasanya sederhana jaket Romen bau asap rokok. Dua bulan belum di cuci. Nasibmu malang betul. Jaket cicilan tidak di cuci nunggu lunas katanya....
Arah tatapan Romen terhenti pada bingkai foto warna abu-abu yang mulai lusuh. Bingkai ini sengaja di sejajarkan dengan kaligrafi bertuliskan 'Bismillahirromanirrohim'..
Nyessek!!!!
Jantungnya berdebar. Segera Romen melangkah menuju pintu menghindari sedih berlebihan. Namun ia masih terpaku diambang pintu kamar. Tiba-tiba isak tangisnya histeris. Tetesan air membanjiri siangnya yang kalut. Romen mendesah kecewa. Berusaha mengakhiri air matanya. Mengingat terakhir kali memakai seragam merah putih duduk di bangku kelas tiga SD.
Perempuan berjilbab merah mengatakan
"Anak ibu jadilah pemberani dan rajinlah belajar". Sembari mengeluarkan uang receh dari dompetnya untuk uang saku sekolah.
"Duhai ibu mengapa kau harus pergi begitu cepat???"
Rindu pelukan ibu membuat Romen mandiri. Berusaha kuliah meski kerja serabutan. Jaga toko baju, percetakan foto copyan bahkan pernah diberhentikan gara-gara sering telat jaga toko bunga (pantas saja Romen mampu mengonsep cinta dengan berbagai bunga,meski cintanya berkali-kali ditolak)
Itulah hari terakhir Romen menatap ibunya permen jahe sisa jajan sekolah sengaja disimpan untuk ibu,masih ia genggam sebelum jatuh ambruk ke lantai mendapati lemari ibunya sudah kosong dan bersih...
"Kemanakah kau ibu???" Kaulah sosok yang dirindukan. Lirihnya kembali....
"Nak...!!!" Tiba-tiba ada yang menepuk pundak Romen hingga membuyarkan lamunan kesedihannya. Romen menyeka air mata
"Sang pengagum motor Gede pantang menangis!!!. Tegas bapak Romen meyakinkan putranya...
"Saya sudah ikhlas dengan kepergiannya pak" jawab Romen meski segudang tanya kepergian ibu masih menjadi rahasia bapaknya...
"Sudah kau pikirkan tentang perjodohan itu?". Ah... lagi-lagi perjodohan tidakkah ada rasa iba padaku tentang kuliah yang belum usai. Lirih Romen dalam hati.
"Tolong jangan membebani saya dengan masalah itu. Uang semester saja Bapak masih berselisih dengan Ibu".
Hati Romen memanas. Sebelumnya tak ada keberanian menjawab hal paling menyakitkan. Apalagi menyebut hal tentang ibu tirinya. Seorang ibu tiri yang hadir dengan kondisi hamil besar setelah kepergian ibunya. Apalah arti berontak bagi anak kelas tiga SD sepertinya. Dulu.
Kisah Siti Nurbaya masih diminati di kalangan masyarakat awam, masyarakat pedalaman. Rupanya jaman modern tanpa perjodohan hanya dimiliki para orang tua tertentu...
******
____Puisimu terbelah dua____
(Demi dirimu aku rela menahan perih, menahan segudang air mata, menahan kecewa. Demi dirimu pula aku belajar kuat dan karena kau pula aku telah patah).... Menangkap makna terdalam dari sebuah kisah hidup. Makna ketulusan dalam bingkai ribuan kata terekam menjadi bait puisi. Semoga puisimu tak terbelah dua.
Panas menyengat. Terik matahari tak lagi bersahabat. Ditambah hawa panas suhu tinggi berasal dari aspal yang dipanaskan. Sebuah proyek pengerjaan jalan. Begitu fleksibel, perpaduan sempurna dan eksotis. Rupanya saraf mulai mendidih cukup membangunkan otot akibat suhu panas aspal.
Tak jauh dari proyek jalan sebuah mobil nangkring akibat nerobos pembatas jalan. Tumpahan keringat tak lagi dapat di bendung. Keringat membanjiri kaos putih bertuliskan "Aku masih jomblo".
Otomatis jalanan macet. Romen mengeluh dan menggerutu..
"Sungguh jika aku boleh memilih. Aku memilih naik angkot daripada mendorongmu. Banmu kempes pada saat tidak tepat. Terutama saat papasan dengan Zaskia. Oh.. Tuhan semoga dia tidak menganggap ini lucu" Sambil menyeka keringatnya...
"Sial sekali!!! Namun tak apalah kau teman suka dukaku selama ini" terlihat Romen sambil mengelus sepedanya
"Woii.!!!!!! Jika dibawah matahari dan jalan macet begini kamu masih sanggup mengelus. Bagaimana ketika dibawah atap??? Kamu sakit ya !!! Romantis ada tempatnya kawan"
Teriak pengendara. Merasa kesal pada Romen ditengah hawa panas dan debu berterbangan serta asap aspal, roda duanya susah bergerak. Romen mendorong sepedanya seperti ciput. Tau ciput kan??? Hewan sok seksi berjalan seperti model tapi malu-malu kucing ketika disapa bahkan ngumpet di istana bajunya.
Tak kuasa menahan haus Romen berhenti disebuah Indomart membeli satu botol air dingin dan satu kaleng teh dingin. Seteguk dua teguk air dingin serasa menyegarkan tubuhnya namun apa yang terjadi pada Romen kali ini dia tersendak hampir tak percaya. Sebuah mobil Maybach Exelero. Mobil termewah di dunia dengan harga mencapai 8 juta dolar Amerika. Turunlah seorang wanita kaya dibalut busana brand mahal ternama. Berkulit putih dan begitu elegan. Sudah tentu bisa dapat dibayangkan bagaimana kaya rayanya perempuan satu ini
"Wajahnya??? Cara dia memandang??? Cara dia berjalan??? Mungkinkah ini??? Tidak tidak jangan dulu aku pasti sedang pusing".
Urusan 5 meter dari arah Romen ini membuat ia kacau balau. Romen rela menunggu hingga perempuan ini usai berbelanja.
Akhirnya yang ditunggu keluar dari Indomart.....
Perempuan ini membawa dua bungkus plastik. Rupanya turunlah seorang lelaki ber jas hitam. Dari cara dia berjalan nampak sekali dia seorang pengusaha. Terburu-buru menghampiri perempuan yang dicintainya membawakan bungkus plastik dan menggandeng mesra perempuan ini. Hati Romen bergetar
"Tidak salah lagi wanita ini ibuku. Tapi mengapa ini terjadi apa yang ada di hadapanku ini??? Ibu yang dulu berpenampilan sederhana sangat berbeda dengan yang kulihat bahkan dia dengan lelaki lain bukan dengan ayahku".
Romen menahan degup jantungnya yang makin berdebar kencang seolah tak percaya "Demi dirimu aku rela menahan perih, menahan segudang air mata, menahan kecewa. Demi dirimu pula aku belajar kuat dan karena kau pula aku telah patah".....
Duhaii ibu....
Ibu melaju dengan mobil mewahnya..
*********
Puisi Romen untuk Ibu...
__Tak kuduga padang rumput nan hijau tiba-tiba gersang...
Asap mengepul dan terik matahari mengepung,meluluh lantahkan hingga ke dasar akar...
Mendung di langit seakan memberiku kesempatan berteduh dalam pengembaraan yang menyesakkan dada
Merampas mahkota yang dulu kubina
Merampas senyumku seperti permainan layang-layang yang terputus dari satu tarikan senar....!!!!!
Jangan bertanya tentang kesetiaannku!!!
Pertapaanku menunggumu tak menemukan penawar hati yang lara
Dibandingkan keserakahanmu memilih meninggalkanku,dulu...
Jangan sejajarkan aku denganmu
Pengembaraanku telah begitu sempurna merobek bahkan mencabik batinku
Hingga aku telah lupa kapan dan dimana aku tinggalkan senyumku...
Duhaii.... laraaaaa....
Setiap lukaa ada harganya____
********
Romen terdiam dalam suasana hati yang jauh dari ketentraman dan jauh dari kelapangan. Romen ingin berteriak mengingat dulu dimana kebahagiaan masa kecilnya telah diramps paksa
Betapa sulit dia ingin bangkit menegakkan hati meski terseok-seok. Romen mendengus dan menatap nanar figura lusuh berwarna abu-abu itu
"Kaulah wanita itu. Wanita tak berperasaan!!!. Meninggalkanku dengan segudang hampa. Meninggalkanku dengan sejurat perih di hati ini".
Puluhan buku-buku belajarnya ia lempar satu persatu hingga mengena pada figura lusuh ibunya....
"Lihat ini!!! Aku sibuk dengan kuliahku. Aku sibuk bekerja untuk uang semesterku,tapi itu sudah tak penting bagimu. Kau lebih memilih lelaki kaya,lelaki dambaanmu hingga kau melupakanku. Lalu apa yang harus aku katakan pada dunia??? Aku terlahir dari rahim Ibu sepertimu???".
Romen meraung menarik-narik gorden jendelanya hingga lepas....
"Setiap pagi senyum hambar kupasakan. Telor ceplok dalam piring sarapan pagiku terasa pahit. Bukan perkara mudah hingga aku sampai pada almamaterku. Sungguh aku malu memangilmu Ibu".
Kali ini Romen mengambil sebuah Asbak di pinggirnya. Ia lempar sekeras-kerasnya hingga figura lusuh itu jatuh pecah berkeping-keping. Seperti hatinya yang telah hancur. Pecahan kaca itu rupanya terdengar oleh orang tua Romen.
Kemudian terdengar langkah kaki terburu-buru dan mengedor-ngedor pintu kamar Romen. Pintu kamar itu di kunci...
"Nak.... ini Bapak,buka pintunya..!!!"
Tak ada sahutan hanya suara tangis Romen yang makin menjerit.
"Nak.... Ayolah... jangan seperti ini. Apa yang kamu lakukan?? Bapak menghawatirkanmu..."
Cekreek !!!
Terdengar bunyi buka pintu. Bapak Romen terperanjat. Romen tiba-tiba bersimpuh dan memeluk erat Bapaknya yang ringkih. Bapak Romen hanya terdiam. Suasana haru itu rupanya dirasakan oleh tetangga dekatnya. Tanpa sengaja melihat seraya berkata
"Ya Robb engkau memberikan kelapangan dan menjernihkan hati Romen. Sebuah pemandangan hangat. Telah begitu lama aku tidak melihat kearaban seorang Bapak dan putranya. Semenjak kepergian mbk Marni Ibu Romen"..
Pandangan mereka bertemu, antara seorang bapak dan anak. Seorang lelaki berkumis tebal dengan mata sebelah kirinya yang sudah tidak berfungsi itu merangkul anaknya.
Sebuah kerinduan yang telah begitu lama. Sebuah rindu sederhana. Sebuah cinta istimewa seorang bapak pada anaknya. Air mata itu menetes tak tertahan kemudian meraung sejadi-jadinya. Terbayar sudah selama ini.
Betapa sulit selama ini demi memeluk anaknya seperti berjalan kaki tersaruk di sebuah lereng terjal. Setelah kepergian ibunya Romen menjauh apalagi pada ibu tirinya.
"Marilah duduk kita bicara baik-baik".
Sambil merangkul Romen yang masih dibanjiri air mata
"Maafkan aku selama ini sering melawan bapak, ternyata bapak tidak meninggalkanku"
Bapak Romen mengernyitkan dahi, segudang tanda tanya melingkar di otaknya
"Apa yang membuatmu seperti ini?"
"Ibu"
"Ada apalagi dengan ibumu, bukankah kamu tidak suka dengan ibu tirimu???" Kemudian nampak jelas sorot mata romen memanas
"Bukan dia, tapi ibu yang melahirkanku"
Bapaknya terdiam beberapa detik tak berani mengangkat muka apalagi berbicara...
"Ceritakan rahasia sebenarnya. Beranilah menceritakan semuanya. Mengapa ibu telah pergi dan bapak menikah kembali. Aku sudah siap dan sanggup menahan sakit hati dan perih telinga".
Tuntutan Romen seperti menghidupkan kembali luka lama. Bapak Romen masih terdiam
Keduanya masih saling bertatapan...
********
(Mimpi itu berbisik menenangkanku. Di penuhi tawa kecil nan riang. Meneruskan catatan emasku dalam gerimis hati yang mulai menderas. Kini... aku tak butuh payung. Jika sudah bersamamu dan keluargamu aku berani basah kuyup____ Sebuah mimpi Romen untuk Zazkia...)
Romen terdiam menatap dirinya di cermin. Seolah masih seperti mimpi. Sudah seperti sereal telenovela. Misteri kisah ibunya telah terkuak. Hanya kedengkian yang terpatri dalam hatinya. Entah benar atau tidak bahwa ibunya lebih memilih pergi bersama lelaki kaya. Kenyataannya disebuah Indomart saat beberapa hari yang lalu memanglah benar.....
"Ibumu sudah lama tidak bahagia bersama bapak"
Ucapnya tiga jam yang lalu penuh rona kesedihan..
"Dia pergi mungkin karena bapak hanya kerja serabutan bahkan kadang tidak mendapatkan pekerjaan. Bapak-pun sudah tau jika ibumu bersama lelaki pilihannya". Sambil menatap jauh kedepan dan sesekali melirik Romen yang masih tersedu...
"Mengenai ibu tirimu dia bukan wanita pilihan bapak. Dia hadir atas permintaan kakekmu. Sebuah permintaan dari orang yang sulit bapak acuhkan. Apalagi saat situasi rumit ibumu meninggalkan bapak". Lanjutnya kembali dengan kelopak mata seperti siklus musim penghujan...
Romen terperanjat kala itu. Selama ini Romen terkesan manjauh. Bahkan berambisi untuk tidak berbicara bahkan menyapanya..
"Berdosalah aku selama ini. Tidak terhitung ribuan kali aku tak acuh padanya. Berulang kali takku makan bahkan kucicipi masakannya".
Tetes air mata Romen mengenai lengan seorang bapak yang ringkih itu. Berusaha membenarkan rambut gimbal hampir mengenai mata Romen...
"Mengapa bapak menyembunyikan ini dariku selama ini??? Bahkan aku mengira ibu tirilah penyebab kepergian ibuku"
"Nak... maafkan kelemahan bapak. Bapak saja tidak sanggup dengan semua ini. Apalagi kamu..!!!"
Perbincangan haru itu kemudian berahir tiga jam yang lalu....
*******
Romen masih di depan kaca. Meski telah berulangkali membersihkan wajahnya dengan sabun dan air,tetap saja tidak bisa menghilangkan sembab dimatanya yang mulai membengkak.
Romen mengambil sebuah kaca mata hitam. Lalu mengenakannya. Berusaha menutupi masalah yang sedemikian getir. Dia tidak ingin terlihat menderita di depan teman-temannya apalagi dihadapan Zazkia. Romen juga merapikan rambut gimbal yang lusuh dengan keringat. Dipoles sedikit minyak rambut. Cukup terlihat seperti mandi padahal agak apek. Romen sedang ingin ke kampus mencoba menghibur hatinya dan ingin menganggap hari kemarin tak lebih dari sebuah mimpi.
Rupa-rupanya ada faktor lain dia gigih hari ini karena beberapa lembar uang dari bapak untuk uang semesternya yang kemarin sempat di rampok preman...
"Ah... Romantis sekali kau pak. Kenapa tidak dari dulu kau baik seperti ini. Aku tak susah-susah cari kerja. Nunggu diriku frustasi dulu kali ya!!". Romen tertawa menyeringai sambil lalu berpose ala "Mickle Jacson" di depan kaca. Ah... kau Romen tak berubah nyatanya qiqiqiqiiqqiiq...
********
Tiga bulan kemudian...
Sungguh ini bukan hanya dalam hitungan jari. Juga tidak semudah membuat nasi goreng bahkan membuat semur jengkol (hahahha). Ini adalah sebuah tantangan. Tantangan waktu dan energi. Sebuah tantangan dimana Romen tidak bisa terlepas dari sosok wanita yang telah mengikatnya dalam rindu. Dia Zazkia yang telah mampu diam-diam menyeka air di ujung matanya,karena Zazkia pula Romen mampu tertawa lebar....
Ngomong-ngomong bicara soal zazkia...
Bermimpi mendapat cinta dari Zazkia sama saja bermimpi manaklukan badai salju. Bahkan sesekali menelpon dia basa basi menanyakan kabarnya sama saja melawan sekerumunan Srigala. Itulah sebabnya Romen begitu hati-hati dengan sikapnya di depan Zazkia. Jangan sampai jebakan pemburu malah mengenai dirinya sendiri. Begitulah Zazkia perempuan solihah bermata bening. Seorang perempuan yang mengutamakan ibadah dari pada sosok pendamping hidup. Wah... ini keren untuk mengurek-urek dari mana Zazkia dan siapa orang tuanya bahkan latar belakang hidupnya...
Baiklah Romen kali ini mampu menaklukkan hati Zazkia berkunjung kerumahnya.....
"Zaz... celanaku sobek..!!!"
Zazkia terheran-heran dan mengelus dada. Menyadari ekspresi Zazkia Romen tersadar mengapa harus celana yang ia jadikan alasan...
"Duh... maaf Zaz aku dengar ibumu bisa jahit. Maksudku celana dibagian lutut sobek aku ingin menjahitnya pada ibumu". Bujuk Romen meyakinkan Zazkia
"Oh... gitu taa boleh kok. Titip saja padaku. Aku akan memberikannya pada ibu" jawab Zazkia
"Jangan nanti malah merepotkanmu. Lagipula celana ini mau segera kupakai. Biarlah aku yang mengantarnya. Tidak perlu ragu. Kita tidak boncengan. Aku akan mengikuti arah sepedamu dari belakang". Berusaha meyakinkan Zazkia agar hatinya luluh. Zazkia-pun mengangguk tanda setuju.
*****
Sepanjang arah jalan Romen begitu menikmati. Meski sesak memikirkan ibu kerap kali hadir. Romen berusaha mengusirnya pelan-pelan. Memikirkannpun tidak akan merubah keadaan. . .
Pemandangan indah dihadapannya seperti magic,tiba-tiba....
"GUBRAAAK"
Ah.... roda depan Romen mengenai lubang menganga di jalan saking konsentrasi pada makhluk tercantik di depannya. Betul sekali jika cinta sudah melekat tai kucing rasa coklat....
******
Sampailah di rumah Zazkia....
Sebuah rumah besar dengan halaman rumah begitu luas. Bahkan tanaman-tanaman bunga dari rerumputan rapi dan segar. Permainan air mancur di tengah-tengah halaman dihiasi kolam ikan di sekelilingnya. Dua ayunan kayu yang begitu minimalis dengan ukiran Realife...
Beberapa mobil mewah terparkir rapi. Romen merasa gugup...
"Apa iyaa ini rumah Zazkia??????"
Sebuah ukuran rumah yang menurutnya terlalu besar untuk seorang Zazkia. Melihat penampilannya yang begitu sederhana. Bahkan ke kampus dia hanya mengendarai sepeda. Harusnya dia diantar supir...
Zazkia dengan entengnya mempersilahkan masuk....
************
(Sebuah pagar bergaris merah, dikelilingi tembok menjulang tinggi. Aku berbaris bersama bayangan. Seakan riang seperti kelinci yang melompat. Namun faktanya aku hanya berdiri dan gerimis membasahi seluruh tubuhku. Berharap segenggam uluran tangan mengajakku pergi sebelum hujan terlanjur membesar______ Ikhlas....)
**********
Dalam seketika fakta rumah megah masih menjadi pertanyaan hebat. Berharap terjawab dengan segala sisi terbaik. Masih ragu Romen tak berani melangkah hanya saja dia termotivasi oleh langkah dan senyum Zaskia yang mengulang kembali kalimat dengan nada perintah cukup tinggi...
"Lho... kok masih berdiri ayo masuk!!!"
Begitu ucap Zaskia sambil lalu menggerakkan tangan kirinya tanda ajakan. Romen dengan langkah gontai berusaha menapaki lantai keramik mewah. Sebuah keramik dengan desain mawar pink menghadirkan permukaan lantai begitu mengkilat hingga rona wajah Romen dengan ekspresi kebingunganpun nampak bagai mengaca di cermin.
"Zas... Ibumu bisa jahit beneran kan ??"
"Sekarang beri satu alasan padaku apa ada tampang pembohong dalam diriku???". Sebuah kalimat tegas dari Zaskia
"Ooo... berarti ini rumah pengusaha jahit, atau memiliki industri bisnis jahit". Gumamnya dengan volume suara kecil menghindari Zaskia mendengar pernyataan aneh bergumul dalam hatinya
Tentu saja kali ini Romen cukup yakin masuk dan duduk dalam ruang tamu mewah. Jawaban Zaskia meyakinkan keraguannya...
"Tunggu sebentar aku panggil ibuku ya". Pinta Zaskia sembari meletakkan tas beserta jaket di meja hingga berhasil mengenai vas bunga dan hampir terjatuh. Keduanya sama-sama kaget meraih vas bunga bersamaan
Sudah dapat diduga adegan romantis bersentuhan tangan layaknya film percintaan terjadi pada mereka berdua. Bagi Romen tentu ini bukan hal sederhana melainkan seperti laju kereta api yang berpotensi berhenti mendadak sebelum waktunya. Begitulah degup jantung Romen semoga dia tidak semapot (Duh.... qiqiqiqi)
Berbeda dengan Zaskia adegan tanpa kesengajaan itu seperti tragedi jemari penuh bengkak dalam medan tempur. Zaskia tak banyak bicara dia langsung masuk kedalam tanpa sepatah katapun.
Beberapa menit kemudian datanglah seorang ibu dengan sopan menyapa "teman Zaskia ya? Silahkan duduk ibu bikinkan minum". Romen mengangguk.
"Oiya nak sampean ya yang ingin menjahit celana?"
Sebuah pertanyaan terlontar kembali setelah dia urungkan berbalik badan masuk kedalam.
"Iya bu". Romen mengetnyitkan dahi
" Inikah ibu Zaskia??" Sebuah pertanyaan dalam hatinya seorang ibu memakai kebaya beserta sarung. Rasa-rasanya tidak sepadan dengan megahnya rumah.
" Mungkin dia pembantu rumah". Lirih Romen kembali....
Romen menepuk pipinya. Sebuah gigitan nyamuk membuatnya jengkel. Semakin dikejar semakin lari.
"Ah... aku pikir nyamuk hanya suka pada rumah kawasan pedesaan. Rupanya nyamuk ada juga yang materialistis".
Manggut-manggut sambil lalu menatap bentuk lengkung megah desain interior rumah. Lalu tiba-tiba seperti ada angin kencang siap merobohkan pohon besar yang begitu kokoh. Campur aduk dengan hati yang seolah dikipasi bara Romen seakan berdiri di bibir jurang tatkala tanpa sengaja melihat sebuh potret foto keluarga tarpajang di dinding.
Romen melihat ibu dan suami tercintanya tersenyum mesra. Sepasang dua kekasih yang dimabuk asmara tangannya melingkar pada bahu ibu, sungguh pemandangan diluar dugaan. Benar-benar seorang ibu yang lupa tanggung jawab. Sungguh Romen tak sudi menginjakkan kaki di rumah megah itu lalu Romen pergi tanpa pamit pada Zaskia....
****
Dua hari kemudian...
Bayangan ibu tetap melekat. Melekat seperti bulu mata yang erat dengan kelopak. Jika sudah berbicara antara ibu dan anak maka seperti derasnya air yang tak pernah surut.
Beberapa hari ini Romen menjadi sangat pendiam. Bahkan sakit ketika nama Zaskia selalu merasuk relung hatinya. Seperti anak panah menancap degup jantungnya.
"Zas... mengapa kamu berasal dari keluarga ibuku. Apakah kamu terlahir dari rahim ibuku??? Ataukah kamu anak tiri ibuku??? Jika bukan kenapa kamu dengan leluasa masuk dalam rumah megah itu?".
Suara Romen sangat tersengal menahan api kemarahan...
"Tak cukupkah kau menyakitiku ibu? Kenapa Tuhan kenapa harus Zaskia yang kau pilih sebagai dambaan hatiku???".
Romen tertunduk lunglai bersimpuh diatas lantai tak berdaya...
"Ibu... kau telah merampas segalnya dariku!!!"
Sambil terisak Romen berusaha bangkit belajar tegar. Entah ada angin segar dari mana tiba-tiba dia ingat bahwa dalam foto keluarga yang terpampang di dinding kala itu tidak ada foto Zaskia tentu saja tidak bijak menilai sesuatu secara terburu-buru.
*******
(Menatap mentari pagi. Cahayanya membangunkanku. Aku-pun tertegun. Kemudian terdiam. Lalu hanya meremas ujung jemariku. Mencoba meyakinkan hati meski berontak. Menatap kembali setiap catatan langkah yang berseberangan dengan nuraniku. Berharap lahir suatu pandangan hidup dengan sebuah kesederhanaan,karena bahagia bukan ditunggu tapi diciptakan_____ Sebuah definisi bahagia)
*******
Malam ini Romen sedikit menggigil. Dia perlu istirahat. Demamnya tidak terlalu tinggi. Ibu tirinya merawat Romen dengan baik. Pasca tragedi cerita ibu kandungnya terungkap Romen berusaha menjadi anak yang baik. Keduanya kian akrab meski masih saling gugup
Nampan berisi segelas air putih, sepiring nasi dan lauk sekadarnya serta obat penurun demam disajikan di meja. Sengaja diantar ke kamar Romen.
"Terimakasih Bu". Ucap Romen pada bu Rusmi (ibu tirinya) sebelum beberapa detik dia akan berlalu. Bu Rusmi mengangguk ramah dan berbalik badan menuju keluar.
"Tunggu...!!!". Romen menghentikan langkah bu Rusmi
"Jika boleh saya ingin menanyakan sesuatu".
Ragu untuk mendekati Romen namun beberapa langkah dipaksakan hingga duduk pada ranjang tua mendekati Romen...
"Saya ingin bertanya apa yang ibu lakukan jika sedang bingung tidak tau harus berbuat apa???"
"Satu hal nak... berdamailah dengan hatimu dan tataplah kehidupan sesederhana mungkin". Bu Rusmi menatap Romen
"Mengapa harus sesederhana itu?". Jemari Romen kini menggenggam pergelangan tangan bu Rusmi seperti seorang anak kecil yang membujuk beli ice cream.
"Jika kamu memandang terlalu tinggi maka akan sangat sulit untuk meraih". Romen termenung sejenak dan mengangguk tanda sepakat. . .
********
Dua hari berlalu...
Romen memutuskan pergi kerumah mewah itu kembali. Saran bu Rusmi melunakkan hatinya. Namun kali ini tidak hanya demi Zaskia namun demi bu Marni ibu kandung Romen.
"Bismillah aku akan berangkat, menemuimu bu. Aku ingin mendengar semua perihal darimu. Tidak hanya mendengar cerita bapak".
Kekuatan untuk berani melangkah harus dia coba. Dalam perjalanan, bayangan ibu kian semakin susah di hempaskan. Seperti ikan yang liar berenang di tengah birunya lautan. Tangan Romen berkali-kali menyeka air matanya. Bayangan Ibu dan senyumnya saat hari pertama mengantar sekolah semakin menggurita dan bergejolak ...
*********
Sesampainya di rumah megah....
Sungguh rencana ini sudah terlalu meyakinkan untuk di gagalkan. Romen sudah di pagar rumah namun was-was kembali mendera. Hingga akhirnya...
"Nak.... Romen ya!!!!"... Dikagetkan oleh pembantu rumah Bi' Surti...
"Nak... empat hari yang lalu ibu sudah bikinkan minum tapi sampeyan malah pergi,mari masuk". Bi' Surti menurunkan dua keranjang belanjaan dari sebuah becak.
" Nak Romen bisa bantu saya bawa keranjang ini???". Romen mengangguk..
"Maklum nak majikan saya baru pindah dari luar negri jadi belanjaannya banyak".
Ucapan bi' Surti serasa menohok jantung Romen..
"Mungkinkah majikan itu ibuku???".
Hela Romen dalam hati sambil mengangkat keranjang....
********
Dalam ruang tamu....
Romen masih menatap nanar sebuah figura mesra. Rasa kecewa kembali menyelimuti. Melihat pasangan romantis seakan menertawai Romen seperti kucing nyasar di tinggal ibunya. Romen menggeleng dan berseru geram. Foto itu nyaris seperti mencekek lehernya. Tak kuasa menahan perih dan luka. Saat bi' Surti menyajikan minum Romen berkata
"Bi'.. boleh saya numpang kamar mandi??"
"Sampeyan lurus kebelakang. Kamar mandinya di pojok kiri"...
Romen beranjak dari tempat duduk dan sibuk memandangi figura-figura terpajang di setiap dinding. Mencoba mencari jawaban dari sebuah teka-teki. Mencari foto Zaskia....!!!!
Ragu-ragu setiap foto dia selidiki...
"Aneh... tidak kutemukan satu foto Zaskia di rumah ini,yang ada hanya kemesraan mereka berdua,sebenarnya kamu ini siapa Zaz???"..
Romen masuk dalam kamar mandi...
******
Usai dari kamar mandi Romen tidak melihat dan mencari Zaskia kembali. Raut wajahnya kembali bersahabat. Menatap masa depan bersama Zaskia. Secercah harapan bahwa Zaskia mungkin bukan adik tirinya.
Beberapa langkah kemudian.....
Romen tegang seperti melihat anjing yang galak. Menggerung siap menggigit dirinya. Ada celah pintu kamar terbuka. Foto berukuran agak lebar,yang jelas sebuah foto anak laki-laki. Berambut gimbal mengenakan seragam. Meski foto itu sudah lusuh dan pudar warnya namun terbingkai rapi dalam figura merah jambu. Sebuah lambang warna atas nama cinta.
"Oh... ibu kau masih mengingatku" Desah Romen tak percaya...
"Nak.. jangan berdiri di situ,itu kamar nyonya". Bi' Surti kembali mengagetkan..
"Siapa bi'????" Terdengar suara dari dalam...
"Teman Zaskia nyonya". Kemudian pintu di buka lebar...
Romen seperti kehilangan akal. Ingin membuang muka namun hatinya menangis ingin memeluk erat ibu yang selama ini telah lama tidak dijumpai sosok wanita begitu cantik berkulit putih Romen meremas tangannya penuh ketegangan. Ia putuskan berbalik arah, namun...
"Tunggu!". Marni, nyonya besar rumah menghentikan.
"Siapa namamu?" Pertanyaan penuh selidik mengamati Romen berkali-kali terutama rambut gimbalnya.
"Saya Romen apa nyonya mengenal saya?". Sebuah pertanyaan tegas
"Ternyata saya salah. Rambut gimbalmu mengingatkan pada seseorang". Romen tertunduk menghela nafas panjang kehilangan komentar.
"Mungkin sekarang dia sebesar dirimu nak".
Sebuah getaran rasa memancar deras. Inilah kesempatan Romen untuk berusaha berbicara lebih dekat membuka semua tabir rahasia empat belas tahun silam.
"Mungkin kita bisa bicara lebih dekat sambil duduk santai" pinta Romen.
Dalam sekejab nyonya rumah mengiyakan tanpa pikir panjang...
*********
Keduanya seperti maghnet yang memiliki daya tarik luar biasa. Keduanya saling bercerita menciptakan sebuah keakraban. Dalam hitungan menit si Romen lupa tentang luka oleh perempuan dihadapannya. Bahagia seperti burung bersenandung riang berkicau bebas terbang menghiasi angkasa.
Tiba-tiba perbincangan riang itu tersela oleh sebuah hp berdering. Nyonya rumah mendapat telpon dari suaminya memberi kabar bahwa akan pulang larut karena suatu pekerjaan. Hati Romen terkoyak kembali...
*****
"Sedari tadi ibu memperhatikanmu,dari caramu berbicara ibu semakin mengingat seseorang"
"Siapa yang ibu ingat"
"Anak lelaki ibu"
"Dimana dia sekarang????"
"Entahlah.. ibu tidak tau"
"Mengapa bisa tidak tau????"
"Karena sebuah persoalan"
"Sampai ibu meninggalkannya???"
"Sebenarnya bukan begitu"
"Lalu apa??"
Keduanya saling tegang tanpa sadar dengan sebuah permainan diskusi yang mereka ciptakan sendiri
"Ada sesuatu yang membuat ibu meninggalkannya"
"Apakah ibu tidak memikirkannya??"
"Tentu saja ibu memikirkannya"
"Jika ibu memikirkannya maka ia tidak akan ditinggalkan"
"Siapa kamu berhak sekali menayakan hal itu????"
Hawa panas mulai menguap,bi' Surti sampai-sampai ngintip keruang tengah
"Aku mengenal anak itu,malang sekali nasibnya menjadi korban perasaan dua orang yang sedang dalam peristiwa berkutat dengan emosi"
Nyonya rumah terbelalak. Sesak dadanya. Matanya mendadak buram penuh genangan air mata. Nafasnya tersengal seperti habis berlari kencang. Tangannya tiba-tiba mencengkram erat lengan Romen.
"Nak.. kamu siapa??"
Terisak menangis mendesak Romen cengkraman tangannya menggoyang bahu Romen.
"Bukankah sudah ku katakan namaku Romen!"
"Tapi mengapa kamu mengenal anak ibu"
"Karena dia adalah Rahman"
Nyonya rumah bergegas memeluk Romen. Persis seperti memeluk bocah kecil yang menjerit terkena luka bakar. Romen tidak bergeming bahkan tidak menoleh. Meski pelukan itu menarik-narik urat tubuhnya. Dialah bocah kecil itu yang menahan segudang perih. Menahan luapan rindu yang pada ahirnya terbayar menyesakkan dada. Bukan tidak ingin memeluk dan menangis bersama. Namun air mata itu telah kering menjadi batu yang sulit mencair
"Nak ini ibu... tolonglah pandang ibu sekali saja maafkan ibu sayang". Air matanya masih menderas
"Aku sudah bilang bahwa aku Romen. Rahman telah tiada saat si kerudung merah pergi tanpa pamit"
Nyonya rumah tak perduli. Berkali-kali mengecup tangan dan membelai jari Romen. Namun reaksi Romen dibawah nol derajat.
"Kenapa menangis? Ada apa ini?"
Ucap Zaskia yang tiba-tiba telah berdiri di ambang pintu. Ketiganya kaget secara bersamaan. Masih dalam keadaan tragis dan memilukan.
*************
(Layang-layang raksasa itu seperti telah menguasai angin. Betapa riangnya tangan-tangan kecil mengharap senarnya akan putus. Gundah menduduki posisi paling genting. Saat layang-layang raksasa tak jua sedikit goyah. Angin seakan makin memberi kesempatan membuatnya meliuk-liuk indah, sedang tangan-tangan kecil itu hanya mampu menatap tergoda meski tak dapat memiliki. Namun ia tetap setia meski hanya terus menerus memandangi tanpa sempat memiliki. Dan berharap jalan itu pasti"------- Sebuah Takdir....)
*********
Ketiganya saling menatap sendu. Tak ada yang menoleh ke kanan dan ke kiri. Kencang degup jantung mereka mengisyaratkan sesuatu yang berbeda seperti menara hampir roboh. Terlebih reaksi ibu Romen sesenggukan tak berani mendongak. Berbeda dengan Romen yang masih bersungut-sungut. Penjelasan panjang lebar ibunya masih membuatnya kaku. Masih tak menyangka semua penjelasan Bapak Romen tak meleset sedikitpun. Segunung keraguan bertengger di otak Romen...
"Ibu memang salah. Ibu ingin membawamu tapi bapakmu melarang hingga pergi seorang diri. Dengan segenap dosa telah meninggalkanmu. Jangan hukum ibu dengan berkata Rahman telah tiada. Kau tetap Rahman putra ibu".
Kini seorang ibu berusia empat puluh dua tahun itu bersimpuh di kaki Romen. Perasaan haru melihat adegan menyedihkan itu Zazkia merasa terpanggil. Rasa haru menyayat hati seolah menerobos tajam hatinya. Tangannya merengkuh bu Marni..
"Tak adakah jalan tengah untuk permasalahan ini???"
Zazkia menatap Romen seperti melihat seorang penjahat,wajah bundar bersih itu berubah memerah...
"Menurutmu apa yang harus aku lakukan???"
"Apa pantas seorang anak bertanya perihal ibunya pada orang lain"
"Berarti kau-pun tak pandai mencari solusi"
"Pandai sekali kau berucap,bahkan kau belum mengenalku lebih jauh"
Romen menghampiri Zaskia tatapannya penuh selidik. Tangannya dilipat setinggi dada lalu berkata
"Siapa yang tidak mengenalmu, seorang putri kaya raya dirumah megah ini".
Sebuah statement Romen yang reflek didapat saat Bu Marni begitu nyaman dengan pelukan Zaskia..
"Rupanya kau tidak pandai melihat sebuah ketulusan dari berbagai sisi".
Zaskia membawa Bu Marni duduk dan melanjutkan kalimatnya...
"Memangnya kau pernah menanyakan nama Ibu dan Ayahku? dimana dia dan kerja apa dia. Adakah tampang aku anak orang kaya?"
Romen melirik Bu Marni dia gugup memikirkan sebuah jawaban yang rumit.
"Ayo jawab?? Ataukah nama bu Marni telah begitu melekat pada diriku? Bahwa aku anaknya?? Bersyukurlah kau masih memiliki ibu seperti dirinya".
Kali ini Romen seperti patung berdiri tegak tak bisa duduk bahkan bergerak. Zazkia telah menohoknya dengan seribu pertanyaan hebat. Romen kembali melirik bu Marni. Entah rahasia apalagi yang ingin dilontarkan Zazkia..
"Setelah kepulangan bu Marni dari luar negri,beliau hanya bercerita anaknya,anaknya dan anaknya. Mungkin sudah tak lagi memikirkan dirinya. Dia ingin menemuimu meski tak berani. Akulah sahabatnya berkeluh kesah. Hadirku membuat bebannya berkurang,akupun menikmatinya seperti seekor ayam kehilangan induknya".
Kali ini Romen tidak hanya seperti patung namun sudah seperti tiang listrik..
"Anak ayam kehilangan induknya???"
Romen bertanya tak percaya lalu melirik bu Marni kembali. Mencari kejelasan Zaskia
"Zaskia tidak punya orang tua. Orang tuanya meninggal dalam kecelakaan truk. Saat dia berusia dua tahun dia diasuh Bi'Surti. Bi'Surti adik kandung Ayahnya".
Pernyataan Bu Marni membuat hati Romen tergetar seakan ingin terjatuh namun ditahan hingga duduk di kursi lunglai.
"Berilah kesempatan pada Bu Marni. Untuk memperbaiki kesalahannya. Setiap orang memiliki kesalahan namun setiap orang berhak diberi kesempatan untuk memperbaiki sebuah kesalahan".
Tegas Zaskia penuh harap
Romen tertunduk begitu lama. Penjelasan panjang lebar Zaskia tentang Ibunya yang begitu masih mencintainya berhasil meluluhkan hati Romen. Kini senyumnya seolah tak lagi dipaksakan sebuah getaran rasa kembali tercipta setelah beberapa saat bersitegang dengan Bu Marni. Kini Romen mau membuka kesempatan kedua dengan menciptakan hal-hal bermanfaat bagi hubungan mereka.
Namun berbeda dengan belahan jiwanya, Zaskia. Romen memilih menjauh. Zaskia telah terluka dengan kepergian kedua orang tuanya. Zaskia anak yang baik dan sholeha sudah sepantasnya dia mendapat jodoh lelaki baik bukan lelaki seperti Romen. Melihat kondisi orant tuanya telah terpisah.
"Cinta tak harus selalu dapat saling memiliki. Ada saatnya kita bahagia melihat belahan jiwa bahagia meski dengan orang lain".
Gumam Romen dalam hati penuh lara....
Kini.....
Romen mengambil sebuah keputusan besar. Sebuah keputusan berat namun akan dilalui dengan penuh cinta. Tentang sebuah perjodohan permintaan mulia seorang bapaknya. Mungkin akan sangat sulit menjalani sebuah hubungan tanpa dasar cinta. Namun disitulah letak sebuah balasan tanpa pamrih.
Perjodohan atas dasar menghargai namun akan dilaksanakan dengan sepenuh hati....
END....
— Un nuevo capítulo llegará pronto — Escribe una reseña