Descargar la aplicación
4.02% PICK LOVE [INDONESIA] / Chapter 13: TAKDIR MEREKA BURUK KARENA MEREKA

Capítulo 13: TAKDIR MEREKA BURUK KARENA MEREKA

Aldi terbangun dari tidur siangnya di jam istirahat. Bastian menelfonnya, Aldi mengangkat panggilan itu lalu merenggangkan ototnya pelan. "Kenapa?" Bastian mengangkat bahunya acuh, dia masih diam saja dan melirik Aldi dari kejauhan.

"Jangan matiin sambungan telfon ini, gue ada perlu sama lo," Aldi menganggukan kepala meletakkan pada telinganya. Dia berjalan keluar kelas dan duduk di kursi koridor sebelah kelasnya. "Hm,"

"Gue mau lo dengar apa yang akan gue bicarakan sama Salsha, dengar aja. Gue enggak minta lo buat buka suara atau justru ngerusak pembicaraan gue sama dia," Bastian berbicara melewati sambungan telefon. "Iya-iya," Bastian memasukan asal ponselnya pada saku sebelah kanan atas.

Lalu terjadilah perbincangan Bastian dengan Salsha, Aldi mendengarkan semuanya. Aldi mematikan sambungan telefonnya secara sepihak, dia mendengarkan semuanya. Dari A sampai B. Apa yang dikatakan Salsha ada benarnya juga. Tidak ada cewek yang mau didekati sahabatnya dan dja mempunyai perasaan lebih lebih tapi dipaksa seolah-olah mereka ada apa-apa walaupun tidak ada hubungan.

Tidak semua cewek mau untuk menjalani hubungan tanpa status sangat lama. Terkadang, memilih orang baru, menjalaninya dan berkomitmen justru yang diharapkan cewek itu walaupun merugikan cowok sebelumnya.

Aldi berdiri, dia berjalan untuk ke kantin. Dipersingpangan dia melihat Tania menatapnya serius. "Dari mana aja? Gue nunggu lo lumayan lama, katanya mau ke kantin bareng?" tanya Tania memasang wajah cemberut, Aldi tersenyum tipis.

"Sorry, gue ada urusan tadi," Aldi kembali tersenyum manis sekarang, dia membohongi dirinya sendiri dan perasaannya. Semenjak Bastian masuk ke kehidupan Aldi lagi, akhir-akhir ini membuat Aldi sedikit tertekan.

Dia dipaksa menentukan satu diantara dua, kenapa harus? Aldi bisa mempunyai dua-duanya daripada satu kan?

"Udah ayo," ajak Tania merengek seperti anak kecil, Aldi mengelus puncak kepala Tania pelan. "Kok lo lucu banget," komentar Aldi dengan merangkul pinggang Tania.

"Ayo ke kantin, gue yang bayar makanan lo," Tania menganggukan kepalanya semangat, mereka berdua pergi ke kantin dengan senyuman lebar. Aldi melupakan Salsha dan melupakan semua masalahnya.

Tania adalah mood bosternya sekarang, saat perasaannya sedang membuatnya sangat sensitif, Aldi akan bingung dan merasa bersalah pada mereka berdua. Tapi jika Aldi bersama dengan Tania semuanya hilang.

"Sebelum pulang, gue mau ajak lo ke suatu tempat," Tania menganggukan kepalanya antusias. "Siap,"

°°°

"Tadi siapa? Gue cemburu loh," ucap Iqbal yang menghilangkan keheningan di meja mereka bertiga.

Catat, bertiga. Salsha mengangkat bahunya dan kembali memakan makan siangnya dengan lahap.

"Yang lo peluk itu," sambung Rio yang mendapat anggukkan kepala dari Iqbal, Salsha yang merasa risih mendapat tatapan seperti itu mengambil air mineralnya dan meneguknya pelan.

"Teman gue," jawab Salsha seadaanya kemudian dia kembali mengambil sendok untuk melanjutkan makannya, namun kembali terhenti. "Jangan lanjut makan, sebelum masalah ini selesai," perintah Iqbal tegas, dia memegang tangan Salsha dengan kasar.

"Lepas Bal, gue masih laper," protes kesal saat Iqbal mulai kekanak-kanakan, Salsha tidak suka jika Iqbal mulai mengatur hidupnya.

"Gue cuma mau tau, lo udah jadi tanggung jawab gue mulai dari dua hari yang lalu," Salsha menghela nafasnya pelan, dia menyerahkan tangannya pada Iqbal. Kemudian dia duduk menghadap Iqbal.

"Gue pacar Rio, yang rese malah lo. Kan aneh," celetuk Salsha justru mendapat pelototan mata dari Iqbal dan itu membuat Salsha tertawa pelan. "Jawab," tekan Iqbal meminta jawaban, jika seperti ini bercanda dengan Iqbal membuatnya selalu kalah.

Akhir-akhir ini Iqbal sangat posesive padanya, anehnya lagi semenjak mendapat perintah dari papa Salsha Iqbal lebih leluasa melakukan apapun pada Salsha.

Nyatanya, jika mereka berteman tidak mungkin Salsha oke-oke saja dengan apa yang Iqbal lakukan padanya. Sayangnya, Salsha oke-oke saja. Dan matanya masih bisa melihat Aldi masuk dengan memeluk pinggang Tania. 'Aish,'

"Dia kakak kelas waktu SMP," jawab Salsha yang malas saat ditatap serius oleh Iqbal, dan moodnya tiba-tiba menjadi tidak nafsu makan karena Aldi masih tidak fokus dengan keberadaannya. Kenapa mata Aldi tidak melihat pada Salsha lagi? "Terus kenapa peluk-peluk?"

"Kan gue sama dia udah Tiga tahun lebih enggak ketemu, ya wajar lah gue peluk dia. Rio aja fine-fine aja kenapa lo sewot," Salsha melirik Rio yang sedang mengangkat bahunya kembali memakan somay yang ia pesan tadi dengan snatai.

"Karena hubungan kalian juga cuma rekayasa, status kalian masih abu-abu, tapi status gue sama lo tertulis jelas. Persis pulpen yang tertulis jelas dikertas putih, Sal!" Iqbal menjelaskannya dengan penekanan setiap katanya, Salsha memutar bola matanya malas.

"Iyain aja Sal, takut tambah berisik," sahut Rio malas meladeni Iqbal. Rio juga tahu jika statusnya dengan Salsha memang pura-pura, terkadang Rio juga malas mengakuinya.

"Lo diam aja, yang mau ujian harusnya banyak-banyak berdoa biar nilai enggak jelek kaya nasib lo sekarang. Kalau lo mau dengar saran gue, perbanyak belajar. Jangan sampai lo juga lulus pakai jalur pura-pura,"

"Aduh," Iqbal meringis saat Salsha memukul kepalanya cukup keras. "Besok-besok kalau ngomong disaring dulu, biar enggak salah keluar dan nyakitin perasaan orang," omel Salsha kesal.

"Gigi lo kuning, nafas lo bau, hidup enggak punya status, tapi sok romantis," balas Rio membuat Iqbal mengerutkan keningnya. Keduanya tertawa, tapi tidak dengan Iqbal yang sedang memperhatikan Salsha tertawa karena makian yang diberikannya.

"Gue masih punya Salsha disamping gue sebelum gue punya status resmi sama dia,"

°°°

"Ngapain ngomong berdua harus sama gue," protes Iqbal tidak terima saat Aldi meminta Salsha untuk berbicara empat mata dan Salsha justru membawa empat mata miliknya.

"Sal, kenapa harus bawa Iqbal?" tanya Aldi meminta penjelasan, Salsha mengehela nafasnya pelan. "Iqbal harus jagain gue 24 jam, dan gue cuma mematuhi apa yang papa fasilitasikan sama gue," Aldi terkejut mendengarnya.

"Papa lo yang minta Iqbal sama lo 24 jam?" Salsha menganggukan kepalanya polos. "Dari dua hari yang lalu, ralat," sambung Iqbal melihat pada Aldi sombong. 'Aish,'

"Bisa tinggalin gue sama Salsha limabelas menit aja? Gue mau ngomong serius sama Salsha," Salsha menggelengkan kepalanya menolak. "Iqbal harus ada disebelah gue sebagai orang suruhan papa,"

"Kenapa kaya gini? Biasanya lo lebih suka sama gue berdua aja, ada apa sama Iqbal?" tanya Aldi bingung. "Kenapa? Gue nyaman aja sama dia,"

"Mulut lo akhir-akhir ini berani banget ngomong secara terang-terangan kalau lo suka sama seseorang," Salsha berpikir sangat serius sekarang. "Apa gue berubah?" Aldi menganggukan kepalanya cepat.

"Kita udah mulai dewasa sekarang, gue udah bukan anak kecil lagi yang harus nurut dan ngikutin apa kata orang yang perintahin gue ini itu tapi orang itu enggak lakukan ke dirinya sendiri," Aldi dibuat terdiam oleh Salsha.

"Gue mau ngomong serius sama lo," ucap Aldi ingin memberitahu hal penting pada Salsha. "Tapi sebelum itu apa gue boleh tanya sama lo?" Salsha menganggukkan kepalanya sedikit ragu.

"Apa lo benar-benar nyaman sama Iqbal?" tanya Aldi membuat Salsha diam tidak bisa menjawabnya. "Gue suka sama lo udah dari lama," Salsha menggigit bibirnya gugup.

"Apa selama ini kita sahabatan, lo enggak menyimpan perasaan yang sama ke gue?" Iqbal membuang wajahnya malas mendengarkan, bahkan matanya mulai panas saat melihat interaksi keduanya.

"Kenapa lo baru tanya sekarang?" Salsha melempar pertanyaannya kembali. "Kenapa, Al?" Aldi mengerutkan keningnya bingung.

"Maksud lo?" Salsha menggelengkan kepalanya. "Gue juga suka sama lo," Iqbal menutup kedua matanya saat Salsha mengatakannya. Perasaannya mulai ingin meledak sekarang. "Tapi itu dulu, sebelum lo ketemu sama cewek yang lebih sempurna dari gue," Senyum percaya diri Aldi hilang begitu saja setelahnya. "Maksud lo?"

"Gue suka sama lo jauh-jauh hari sebelum lo kenal sama Tania, saat itu gue berpikir kalau gue udah mulai masuk ke level 'cinta sendirian',"

"Mungkin untuk sekarang, gue enggak bisa berpikir sampai kenapa gue harus pertahanin perasaan gue ke lo kalau lo udah enggak suka sama gue," Salsha tersenyum tipis. "Perasaan gue mulai sedikit-sedikit pudar semenjak lo dekat sama Tania dan ninggalin gue di taman kota malem-malem,"

"Gue minta maaf soal itu, gue tahu gue salah," Salsha menganggukan kepalanya setuju. "Gue tahu lo salah, dan gue juga inget lo minta maaf ke gue besoknya. Anehnya lagi setelah lo ninggalin gue di taman kota lo pergi berdua sama Tania dimalam yang sama setelah lo ninggalin gue," Salsha sedikit terkekeh.

"Gue tahu semuanya kok, tapi selama ini gue cuma pura-pura enggak ngerti kalau ternyata lo lagi deketin Tania sampai berambisi itu," Aldi menggelengkan kepalanya tidak setuju.

"Waktu itu gue cuma nolongin dia, gue enggak bermaksud buat jauhin lo atau semacamnya," ucap Aldi memberi penjelasan sangat lembut. "Gue tahu Al, gue maksa diri gue sendiri buat percaya, tadi dia enggak mau percaya," jawab Salsha tidak kalah lembut menjelaskannya.

"Yang gue tangkap dari lo sama Tania memang lo lagi bantu dia karena dia enggak punya supir pribadi, dan gue juga lihat kalau lo lagi ngenalin sekolah kita ke dia sebagai murid baru, tapi perasaan gue menolak tahu kalau itu cuma sekedar membantu teman, sampai-sampai gue juga enggak tahu harus seperti apa nasihatin diri gue sendiri lihat lo mulai dekat banget sama dia,"

Salsha berjalan mendekat pada Aldi lagi. "Lo mau tahu kenapa gue nyaman sama Iqbal?" tanya Salsha masih dengan suara lembut dan pelan. "Dia yang mengulurkan tangan dia disaat gue benar-benar enggak tahu harus percaya sama siapa, dia datang pertama kali di mata gue sebagai orang yang cuma bisa merugikan gue,"

"Lo yang ngajarin gue kalau semua cowok cuma mau manfaatin gue," sambung Salsha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. "Gue minta maaf," Salsha menganggukan kepalanya antusias. "Gue udah maafin lo jauh-jauh hari, Iqbal yang ngajarin gue biar enggak menyimpan dendam berlebihan. Maksud awal lo gitu karena lo takut kehilangan gue kan? Itu dasar gue maafin lo,"

"Kalau lo sayang sama Salsha lo enggak akan deketin Tania sampai selengket ini," ucap Iqbal mendekati keduanya. "Al, gue udah pernah bilang sama lo beberapa kali. Pilih salah satu dari mereka, gue minta salah satu dari yang lo punya baik-baik. Saat waktu berjalan sejauh ini dan mereka berdua sama-sama nyaman, apa lo benar-benar akan membelah diri lo jadi dua?" sambung Iqbal mendapat lirikan marah dari Aldi.

"Kenapa? Ini kan yang lo mau? Dicintai dua cewek dan lo bisa dapat dua-duanya tanpa mau pilih yang mana?" Aldi melihat Iqbal dengan mata marah.

"Lo pikir gampang diposisi gue?" Iqbal tertawa mendengarnya. "Lo pikir mereka mau diposisi mereka?"

"Kalau mereka bisa milih lebih baik mereka sayang sama orang yang mau membalas perasaan mereka, sayangnya takdir mereka buruk karena yang mereka suka, sayang sama dua orang yang mereka enggak harapkan jawabannya,"


REFLEXIONES DE LOS CREADORES
sakasaf_story sakasaf_story

Sulit memilih, tapi lebih sulit lagi menerima kenyataan yang tidak sesuai ekspetasi yang diharapkan.

next chapter
Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C13
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión