"kamu butuh ini...." suara berat seorang pria memaksa Zara untuk mengangkat wajah, pria itu menyodorkan sebuah sapu tangan bewarna marun untuk menyeka air mata yang membasahi pipi halus sang gadis.
"terimakasih,, kak Tristan...kamu disini...," Zara menyambut sapu tangan marun itu, lalu menyeka air matanya.
.
.
***
"bagaimana apa perasaan mu sudah jauh lebih baik?" tanya Tristan hangat, sehangat secangkir kopi expresso yang baru diseruput oleh Zara. Gadis itu mengangguk pelan.
"ya.. aku sudah merasa lebih baik,, terimakasih kasih kak.." Sahut Zara mengulas senyum terpaksa.
Tristan menyeruput kopi miliknya, meletakkan pelan ke atas meja. Ia ingin bertanya tentang apa yang terjadi antara dirinya dan Aura,, karena dia sempat memergoki mereka tadi, setelah itu Zara mulai menangis.
"Zara.. sebenernya apa yang terjadi antara kamu dan Aura?? maaf aku sempat melihat seperti nya kalian tidak akur.."
Zara menunduk lalu kembali menyeruput kopi, dia tidak ingin menyudutkan siapa pun, terlebih hal itu ada hubungan dengan Aldi,, dia tidak ingin orang lain tahu tentang pernikahan mereka.
"ahhh.. itu bukan hal yang besar.. hanya sebuah kesalahpahaman sedikit.." Zara menjawab sambil tersenyum dibuat-buat,, lawan bicara nya bisa menangkap sesuatu yang tidak baik disana, binar mata sendu itu mengisyaratkan bahwa kini hati nya tengah terluka, tapi bibir mungil itu terus menutupi dengan mengulas senyum,, meskipun senyuman itu hambar.
Tristan tidak ingin mendesak,, cukup ia tahu bahwa semua tidak baik-baik saja!!
"by the way.. kak Tristan ngapain Disini??" pencuri hati sang CEO mengerjabkan mata beberapa kali untuk menunggu jawaban.
"ah.. ya.. aku sedang mengantar Oma Diana??"
"Oma Diana?? apa Oma sedang sakit..,"
"tidak..." sahut Tristan "biasa.. Oma hanya sedang mengecek kondisinya saja.."
Bibir Zara membentuk bulatan 'O' tanda ia memahami sesuatu meskipun pikiran nya agak kacau.
"bagaimana kondisi suami kamu??"
"sudah membaik.. hari ini sudah boleh pulang"
deg!
Oh astaga... Zara melupakan sesuatu sejak tadi dia pergi ke kantin tanpa pamit,, ponselnya tertinggal di kamar.
"syukurlah kalau kondisi Aldi sudah membaik.."
"terimakasih Kak.. tapi maaf ya aku duluan.. aku harus balik ke kamar,, Aldi pasti nyariin" Zara segera bangkit dari duduknya,.lalu melirik pada jam tangan.
"ya.. baiklah,, " Tristan mempersilakan,, lalu membiarkan gadis manis pemilik nama Zara itu menghilang dikejauhan. Dalam hati dia masih berfikir mungkin benar hubungan antara Aura dan Zara memang tidak baik!
Ah! sudahlah.. mungkin keputusan dirinya hendak mengajak Aura bertunangan adalah keputusan yang tepat.
***
Aldi menggenggam erat ponsel ditangan,, ada perasaan kesal, marah dan cemas bercampur jadi satu. Entahlah dia sama sekali tidak tahu kemana Zara pergi. Sejak sepeninggalan Aura,, Zara tidak kembali lagi untuk menemuinya. Ponsel gadis itu pun tertinggal.
Apa terjadi sesuatu??
atau Zara mendengar percakapan antara dia dan Aura??
bagaimana kalau Zara sampai salah paham??
Ya Tuhan... semua pertanyaan itu mendesak otaknya untuk segera mendapatkan jawaban!
.
Pintu kamar VVIP terkuak,, seseorang yang dinanti akhirnya datang juga!! Zara melangkah dengan ragu, ia tidak mau Aldi melihat dirinya dengan mata sembab.
"kau darimana saja??" bentak Aldi dengan tidak sabar, ada perasaan lega namun masih diselimuti oleh sedikit kesal. "kenapa kau tidak beritahu mau kemana?? lain kali kalau mau pergi kau harus beritahu aku!!"
Zara tertunduk.
"maaf.. tadi aku pikir lebih baik aku kekantin saja sambil menunggu pembicaraan Mu dan kak Aura selesai.. maaf aku merepotkan.." jawab Zara segera memalingkan wajah takut Aldi benar-benar tahu bahwa dia habis menangis. "apa kita bisa pulang sekarang??" Zara berbalik untuk mengambil koper.
.
Belum selesai Zara meraih koper milik Aldi.. tangannya terlanjur ditarik lalu tubuh kekar itu memeluk tubuh mungil milik Zara...
Ada kehangatan dalam pelukan itu.. namun juga ada kepedihan disana. Entahlah, pelukan macam apa yang bisa ia artikan,, cinta kah?? atau hanya sekedar persinggahan semata??
Tentang ucapan Aura dan sikap Aldi padanya sungguh membuat dirinya sulit memposisikan diri, antara harus bertahan dengan luka, atau melepaskan dengan bahagia??
"maaf aku tadi membentak mu.. aku.. aku hanya cemas, aku takut terjadi sesuatu padamu..."lirih Aldi merasa menyesal sudah membentak si wajah sendu barusan.
Hening...
Zara hanya tertegun, tidak menyahuti ucapan Aldi,, jika ia lakukan itu yang terjadi adalah dia tidak akan pernah sanggup untuk tidak berderai air mata, bukan bentakan Aldi yang membuat ia nelangsa.. tapi ucapan Aura yang menyentil perasaan terdalamnya.
.
"pak bos... nona.. Za.. ra...," Dimas datang mendadak, membuka pintunya tanpa mengetuk hingga dia memergoki suami istri yang tadi tengah berpelukan segera memisahkan diri lalu salah tingkah. Dimas heran padahal dua orang itu pasangan suami istri tapi kepergok begini wajah mereka merona merah bak kepiting rebus!!!
.
.