Descargar la aplicación
5.4% PENDEKAR DATARAN TENGAH / Chapter 2: Cinta Segitiga

Capítulo 2: Cinta Segitiga

"Aku harus cepat memberitahu guru Rombongan itu pasti beristirahat di hutan karena tidak mungkin menempuh perjalanan malam. Jadi aku punya banyak waktu mendahului mereka," katanya dalam hati.

Keesokan siang, dia tiba di Partai Naga Emas. Seorang murid di pintu gerbang menyapanya, tetapi dia nyaris tak bisa bicara lantaran nafasnya yang sengal-sengaL Di pekarangan dia bertemu seorang murid lain yang menghadang jalannya. "Hai, Guo Jia, kamu habis mandi lumpur, ada apa? Kelihatannya kamu habis berlari jauh, apakah ada kejadian penting?"

"Gawat! Celaka, paman Xun Yu. Aku tadi bertemu serombongan pendekar, tampaknya mereka punya niatan menyerang perguruan kita, aku mendengar pembicaraan di antara mereka."

Xun Yu, usia tigapuluh tahun, tampan dengan kumis tipis, berewokan, rambut panjang digelung di atas kepala, tegap dan kekar. "Jumlahnya banyak? Dimana kamu bertemu dan apakah kamu mengenal mereka?" Mimik Xun Yu sangat serius memberondong keponakan muridnya dengan pertanyaan beruntun.

"Aku melihat mereka di hutan dekat desa, satu hari jalan kaki dari sini. Jumlahnya lima puluhan, dan semuanya dan golongan pendekar. Aku mendengar diantara mereka ada yang dipanggil Ma Chao, Pang Tong, Mi Fang, hanya itu yang kuingat"

Xun Yu mengibas tangannya. "Kamu cepat-cepat menghadap guru besar, ceritakan semua yang kamu ketahui, aku akan memeriksa sekitar perguruan."

Xun Yu menoleh sekeliling, tak ada orang yang memerhatikan. Dia berbalik arah menuju gudang tempat penyimpanan air minum dan bahan makanan. Ada beberapa guci besar penuh berisi air minum. Hati-hati ia membuka tutup guci dan menabur bubuk. Semua guci dan kendi sudah dicampurnya dengan racun pelemas.

"Sekarang masih sore jika diminum saat makan malam maka racun akan bereaksi tengah malam. Nah, rasakan balas dendam atas kematian keluargaku", gumamnya disertai senyum licik.

Hari masih pagi matahari baru saja terbit. Embun dan kabut masih bergayut di pekarangan bagian belakang istana Kerajaan Wei, Seorang lelaki berusia sekitar tiga puluh limaan sedang bermain-main dengan anak laki-laki yang berusia sekitar delapan tahun. Lelaki itu, Sima Yi pendekar yang memiliki ilmu ringan tubuh paling hebat di dunia persilatan.

Sima Yi adalah murid tunggal pendekar gunung Huang Yue Jin yang di rimba persilatan tidak tertandingi ilmu ringan tubuhnya.

Sima Yi tidak hanya terkenal ilmu ringan tubuh Jejak Kilat tapi juga ketampanannya. Tubuhnya jangkung, tegap meskipun agak kurus sangat padu dengan wajahnya yang bulat telur dan rambutnya yang panjang.

Saat itu muncul ibu Jiu Cien, Zsu Mei, wanita cantik seksi berusia tigapuluhan. Dia tidak tinggi, dada montok dan rambut panjang ikal terurai di bahunya yang putih mulus. Kecantikannya sungguh menggoda hasrat lelaki. Dia mengenakan celana longgar sebatas lutut memperlihatkan betisnya yang memadi bunting dan pakaian ketat tanpa lengan menonjolkan kemontokan lengan dan buah dadanya.

Sambil tertawa kecil Zsu Mei ikut bermain dan mengejar putranya yang berlompatan dari satu pohon ke pohon lain. Sima Yi pun ikut mengejar. Jiu Cien berlari sambil tertawa. Setelah merasa cukup bermain ketiganya berhenti.

"Jiu Cien, ayahmu sudah menunggumu untuk latihan tenaga dalam, pergilah." Berkata demikian dia melirik dan tersenyum pada Sima Yi.

Sepeninggal putranya, Zsu Mei melangkah menghampiri lelaki itu. Perempuan itu mengulum senyum menggoda. Dia menatap lelaki itu. Keduanya bertatapan. Sima Yi melihat keliling, sepi tak ada orang. Ia memegang tangan wanita. "Zsu Mei, hari-hari belakangan ini aku melihat kamu semakin cantik."

Zsu Mei menengadah menatap lelaki itu yang lebih jangkung. Sepasang mata wanita itu berkedip-kedip dan berbinar macam kemilau bintang di malam purnama. "Benarkah aku cantik ?"

Laki-laki itu tak menjawab, dia gugup. Sekali lagi dia melihat sekeliling. Mendadak dia menggenggam tangan wanita itu. Keduanya berkelebat melompati pagar istana. Mereka menuju hutan yang berada tidak jauh di arah timur istana.

Mereka tiba di goa tersembunyi yang berada di balik pohon besar. Setelah menyingkirkan batu dan ranting pohon yang menutup pintu, mereka masuk. Goa itu bersih, tampaknya sering dibersihkan karena selama ini menjadi tempat pertemuan kedua kekasih itu memadu cinta. Keduanya tak kuasa menahan birahi lagi, mereka bergumul dengan liar, panas dan bernafsu. Cinta terlarang memang penuh nafsu yang panasnya selalu membara dan menimbulkan rasa ketagihan.

Pada saat bersamaan di halaman belakang dekat pendopo, Jiu Shan sedang melatih Jiu Cien. Dia berusia empatpuluhan. Tetapi kesannya tampak lebih tua.

Cambangnya hitam lebat, rambutnya yang panjang dikonde di atas kepala. Ia mengenakan celana sebatas lutut, tubuh bagian atas telanjang. "Anakku, jurus Naga Emas itu semakin dahsyat jika kamu menguasai tenaga dalam yang sangat mumpuni. Itu sebab kamu harus melatih tenaga batinmu lebih rajin lagi."

Mereka berlatih semedi dari pagi hari sampai matahari berada di titik palingtinggi. Udara panas. Keringat membasahi tubuh keduanya. Jiu Shan membuka matanya ketika merasa tangan yang lembut mengusap keringat di dahinya.

Dia melihat isterinya. Zsu Mei duduk di sampingnya. Jiu Shan berkata pada putranya, "Jiu Cien, sudah cukup latihan hari ini, pergilah istirahat ke kamarmu"

Dia kemudian merangkul pundak isterinya. "Tubuhmu panas dan keringatan, kamu dari mana, sejak pagi aku tidak melihatmu?"

Isterinya mengangguk, memeluk dan mencium leher suaminya yang masih berkeringat. "Aku tadi berlatih kejar-kejaran sejenak dengan Jiu Cien kemudian pergi berkeliling ke desa, mencari-cari udara segar."

Jiu Shan melonjorkan kaki. Dia menarik nafas panjang. "Zsu Mei, hari-hari belakangan ini hatiku tidak tenteram, aku memikirkan Jiu Cien. Aku kawatir mimpiku itu menjadi nyata." Dia memandang isterinya dengan penuh rasa cinta. Keduanya berpelukan. "Aku kawatir akan nasib Jiu Cien, jika sampai kita kalah atau kita mati terbunuh dalam perang."

"Kakak, kita tidak mungkin kalah. Sehebat apa pun pasukan Kerajaan Shu, kita tetap akan memenangkan perang," tukas wanita itu dengan semangat berapi-api.

Dia mengerutkan kening dan menatap isterinya. "Dalam perang apa saja bisa terjadi. Sulit meramalkan siapa lebih kuat dan siapa bakal menang. Terkadang pasukan yang menang pun banyak kehilangan prajurit dan punggawa. Jika kita kalah perang, kamu harus pergi meninggalkan medan perang, selamatkan dirimu dan kembalilah ke istana menyelamatkan Jiu Cien. Jangan biarkan dia terluka atau menjadi tawanan musuh."

Zsu Mei merenggangkan tubuhnya, memandang mesra suaminya. Matanya bersinar cinta. "Aku sudah bersumpah setia. Hidup dan mati selalu bersamamu. Kak, jika aku mati dalam perang, maka kau yang harus selamatkan dirimu, pergi ke istana dan selamatkan anak kita. Tetapi jika kamu yang mati maka aku ikut mati bersamamu, membela suami adalah darma kesetiaan dan kehormatanku sebagai isteri."

"Zsu Mei kekasihku, aku tidak mungkin melarikan diri dari medan perang," tegas laki-laki itu.

Mendadak Zsu Mei ingat seseorang, ia tersenyum "Kenapa kamu tidak meminta Kakak Sima Yi menolong Jiu Cien. Di antara semua pendekar yang berkumpul di sini, dialah yang paling tinggi ilmu ringan tubuhnya. Amat mudah baginya meloloskan diri untuk kembali ke istana menyelamatkan Jiu Cien."

"Dia laki-laki sejati, dia tidak akan mau lari dari medan perang." Mendadak laki-laki itu tersenyum, dia teringat sesuatu. Sambil memeluk isterinya dia berbisik. "Tetapi Sima Yi pasti mau melakukan itu jika kamu yang membujuknya. Aku rasa tak akan ada seorang laki-laki pun yang bisa menolak permintaanmu apalagi jika kau membujuk dan merayunya."

Dia mencubit suaminya.


next chapter
Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C2
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión