Descargar la aplicación
11.11% Patah Paling Parah / Chapter 4: Ayah Berubah Baik

Capítulo 4: Ayah Berubah Baik

Hari ini Miko berkunjung ke rumah kekasihnya tanpa memberitahu lebih dulu. Sontak kaget melihat ayah Ndari di teras, menikmat kopi.

"Ndarinya ada, Om?" tanya Miko agak canggung dan membuat Atmaji kaget. Sebelum menjawab, pria berkaca mata itu mengamati tamunya dari ujung rambut hingga sepatu.

"Ada apa mencari anak saya?"

"Maaf sebelumnya Om. Saya ingin mengajak Ndari main, boleh?" Tanpa ragu langsung menyampaikan tujuan.

Masih dengan tatapan tak suka, Atmaji mengamati pemuda rapi itu. Tentu tak sembarangan melepas anak perempuannya dengan seorang pria. Apalagi kalo pemuda itu macam-macam, tentu tidak akan dibiarkan. Kopi kembali diseruput, "Kamu temen sekelasnya Ndari?"

Miko mengelengkan kepala, dia memang bukan teman sekelas tetapi satu sekolah. Pandangan Atmaji mata mulai menyipit merasa curiga. Mengingat, pemuda itu pernah kemari.

"Bisa jelaskan tentang dirimu?"

"Baik," sahut Miko. Langsung memberitahu perihal hubungan keduanya.

"Sejak kapan pacaran?"

"Kebetulan belum lama, Om."

"Kamu serius sama anak saya? Awas nanti kalo kamu sampai macem-macem sama dia."

Atmaji menujukkan kepalan tangan. Hal ini sengaja dilakukannya untuk menakut-nakuti. Miko menganggukan kepala, mengerti maksdunya. "Saya sangat menyukai Ndari dan berjanji untuk menjaganya."

"Janji?"

"Janji Om."

"Apa hukuman yang akan kamu terima jika melanggar apa yang kamu katakan?"

Sepertinya ayah Ndari bukanlah orang yang mudah percaya begitu saja. Miko mencoba santai. Pria berkaca mata itu tampak mengembuskan napas meremehkan. Matanya menyelidik tajam, mencari omongan yang dapat dijadikan pegangan.

"Saya siap menerima hukuman apa saja yang akan diberikan." Miko meyakinkan.

Sejenak diam. Mulai menimang-nimang dan memikirkan sesuatu, "Baiklah. Jangan coba main-main denganku!"

Anggukan dengan tatapan serius terlihat seperti prajurit yang patuh dengan perintah. Memang begitulah resiko dari mencintai anak orang, apalagi jika langsung berhadapan dengan ayah perempuan. Kemeja yang dikenakannya saja sampai terasa seperti mencengkram leher sendiri. Miko benar-benar dibuat mati kutu.

"Ndariiii!" panggil Atmaji.

Tak ada sahutan, Atmaji menyuruh Miko untuk masuk mencarinya sendiri. "Masuk cari sendiri saja."

"Yakin, Om?"

Miko mengamati mata pria itu dengan penuh perhatian. Setelah mendapatkan anggukan ia langsung memberanikan diri melangkah masuk. Tentunya dengan hati yang was-was dan degup jatung yang tak beraturan.

"Ndari … Ndar," panggil Miko lirih.

Matanya mengamati ke sana seluruh sisi, memperhatikan sekeliling. Langkah demi langkah berjalan menuju kamar yang bertulisan Ndari di bagian atas pintu kamar. Perlahan tangannya mengetuk tetapi tak mendapat sahutan.

"Ndar," panggilnya lagi.

Ndari masih asik menyelesaikan cucian yang sebentar lagi akan selesai. Bingsing suara mesin cuci membuatnya tak mendengar jika ada yang memanggil.

"Ndari kamu nyuci?"

Mendengar suara itu spontan menoleh, "Astaga, Miko. Ngapain kamu ke sini?"

"Kamu sibuk?" Miko memutus jarak untuk mendekatinya.

Sigap tangannya membersihkan busa yang masih menempel.Mendekati Miko yang juga melangkah mendekat. Hatinya was-was dan langsung menarik lengan tangan pacarnya untuk sembunyi. Bisa mati jika ketahuan ayah. "Kamu kok bisa masuk, sih?"

"Tenang aja, Ayahmu tadi sudah memberiku izin." Miko tersenyum lebar dengan wajah penuh ketenangan tetapi tidak dengan hati Ndari yang semakin gelisah. Harus disembunyikan di mana anak ini? Ndari bingung dan kesal karena pacarnya malah senyum-senyum.

"Ihhh, kamu ini! Mau cari mati, kenapa masuk ke sini? Ayo sembunyi." Miko malah menahan tangan pacarnya dan menjelaskan jika dirinya mendapat izin masuk.

"Serius! Di mana Ayah sekarang?"

Ndari melepaskan tangan Miko meinggalkan dan mencari keberadaan ayah. "Yah … ayah!"

Atmaji berada di depan anaknya, cukup membuat dirinya kaget karena muncul tiba-tiba. Mata galak itu melihat ke arah putrinya dengan sedikit menyipit dan tanda tanya.

"Eee, ayah …."

Miko mucul, suasana semakin tegang saat dua orang itu kembali bertemu. Ndari mengaruk tenggorakan yang tak gatal. Ia juga bingung apa yang akan dikatakan. Sorot matanya langsung beralih menatap Miko yang tampak tenang.

"Aaa … ayah. Ini Miko mau e-"

"Iya, Ayah tahu."

"Oohhhh … jadi, Ayah sudah tahu kalo Miko ada di sini?" Rasa panik mulai sedikit hilang.

Atmaji mencoba tak perduli, kakinya kembali melangkah memilih meninggalkan. Tetapi sebelum pergi malah menyuruh putrinya bersiap-siap agar Miko tak menunggu lama.

"Nyucinya masih lama?" tanya Miko.

"Aneh …. "

Kok ayah beda banget sih, hari ini. Biasanya jutek dan galak. Ada apa, ya? Apa jangan-jangan Miko menyogok dengan uang? Tetapi untuk apa ayah menerima uang? Sebab beliau sendiri sudah banyak uang. "Bagaimana kamu bisa masuk ke sini?"

Spontan menarik baju Miko dan berbisik tepat di telinganya, "Kamu merasa aneh enggak sih sama ayahku?"

"Aneh? Malah hari ini Ayahmu baik!" jawab Miko dengan senang.

"Tapi aku curiga," sahut Ndari lirih.

"Sudahlah jangan berpikiran buruk. Ayo selesaikan nyucimu dan kita berangkat," ucapnya semangat.

"Kira-kira apa yang direncanakan oleh Ayah?"

Miko jadi heran dengan kekasihnya, bukankah seharusnya senang mendapatkan izin? Tetapi malah berprasangka buruk. "Sudah janganlah berpikiran buruk. Lebih baik selesaikan nyucimu."

"Kamu mau ajak ke mana?"

"Rahasia."

Ndari mengembuskan napas. Pikirannya tak lepas dari keanehan ayah. Seseorang yang sering kali bersikap kasar dan kejam, tiba-tiba berubah lunak tanpa sebab. Setelah selesai menjemurnya pakaian kemudian mandi. Miko malah diajak Atmaji duduk di teras depan.

Banyak sekali pertanyaan yang dilontarkan dari ayah Ndari. Membuat Miko sedikit ragu dan takut salah saat menjawab.

"Ndari sudah sejauh mana menceritakan masalah pribadinya padamu?"

Deg! Pertanyaan itu layaknya seperti bom yang meledak di hatinya. Tak mungkin mengatakan jika Ndari akhir-akhir ini sangatlah terbuka. Untuk itu dirinya mencoba tersenyum, menghilangkan kegugupan.

"Ndari, … terkadang saya juga bingung Om. Dia sangat tertutup jika masalah pribadi. Bahkan, saat dia menangis saya tanya ada apa. Malah tak dijawab dan mempertegas tangisnya."

"Kamu enggak bohongkan sama, Om?"

Deg! Rasanya hati ini seperti terguncang untuk yang kedua kalinya. Bibir Miko menarik senyum menghilangkan rasa canggung. "Untuk apa saya bohong, Om?"

"Baguslah. Om harap kamu jangan pernah mengores hati Ndari. Untuk hidup saja baginya sudah terasa sulit," lirihnya sembari mengembuskan napas.

Ndari yang hendak keluar mendengar ucapan kalimat terakhir. Jujur, ia tak menyangka jika ayah akan berpesan demikian. Berarti selama diam-diam dirinya juga diperhatikan. Tubuh yang sudah lama tegang di balik tembok itu langsung melangkah keluar, menemui Miko. Keduanya berpamitan.

"Ayah bener memberi izin Ndari buat jalan sama cowok?"

"Iya. Yang penting kamu bisa jaga diri! Dan Miko, anak Om harus kembali cantik seperti semula. Mengerti!"

"Baik, Om. Siap dimengerti hehe."

Ndari melirik ayah menaruh curiga. Sikap baiknya itu seperti menunujukan ada sesuatu yang disembunyikan. Padangan mata keduanya sempat bertemu untuk sesaat. Tetapi Atmaji bersikap datar, seolah-olah tak terjadi apa-apa.

"Ayah … a-yah enggak pa-"

"Kenapa Ndari?" tanya Atmaji tegas memotong pembicaraan.

"Enggak papa, Yah." Ndari langsung mengelengkan kepala mengurungkan niat bertanya, padahal hatinya sangat penasaran.


next chapter
Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C4
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión