Descargar la aplicación
5.88% Not a Classic Wedding / Chapter 19: Chapter 18

Capítulo 19: Chapter 18

Bandara Ngurah Rai, Bali

Briena benar-benar menepati ucapannya beberapa hari yang lalu saat di rumah Vian. Perempuan itu sekarang berada di Bandara International pulau Dewasta, Bali. Merealisasikan rencana liburannya bersama dengan para sahabat. Tentu saja sesama sosialita yang mempunyai karir yang cemerlang seperti dirinya. Dua sahabatnya telah lebih dulu tiba di Bali, mereka mengambil penerbangan malam sedangkan Briena memilih penerbangan pagi karena ada beberapa hal yang perlu diurus. Briena melangkah dengan anggun melewati puluhan orang yang berjalan di sepanjang koridor Bandara International Bali. Masih dengan gaya fashionable, perempuan itu melenggak-lenggokkan badannya layaknnya berjalan di panggung catwalk.

Bersiap untuk me-refresh otaknya setelah sekian lama bekerja, terlebih lagi sejak kejadian kemarin. Hari ini dan 3 hari ke depan, dia siap untuk memanjakan diri di pulai ini. Ucapan Vian kemarin memang benar, apapun yang terjadi di masalalu, perjodohan mereka tetap harus terlaksana, mereka tinggal mengukuti alur yang ada. Briena medoktrin otaknya supaya tidak terpengaruh dengan kejadian di masalalu. Hal yang mungkin juga akan Vian lakukan.

Briena menghentikan lantaran sepasang retina matanya menangkap tubuh tegap yang diketahuinya milik siapa. Berdiri menjulang membelakangi perempuan itu, sepertinya sedang berbicara di telfon, entah dengan siapa. Mencoba bersikap biasa saja dan kembali menjadi perempuan angkuh seperti dulu, Briena melangkahkan kakinya menuju pintu keluar bandara. Saat ini dia tidak ingin bertemu dengan pria yang berpotensi membuat darah tingginya naik. Namun sial untuknya karena tiba-tiba saja Vian menoleh ke belakang, alhasil mereka saling bertatap-tatapan, tidak mungkin lagi untuk menghindar.

"Oh, hai, Vi, sapa Briena pura-pura terkejut. Kalau aku tahu destinasi kita sama, aku bisa saja memberimu tumpangan pesawat pribadiku," imbuhnya tersenyum tipis.

Vian menyudahi panggilannya dan kemudian tersenyum meremehkan ke arah Briena. "Aku bisa naik pesawat pribadiku sendiri, Nona Virendra, jadi jangan basa-basi menawariku tumpangan. Lagipula kalau aku harus memilih antara naik pesawat umum atau pesawat pribadimu. Jelas aku tidak akan memilih property milikmu.

"Oh, ya? Jangan menjilat ludahmu sendiri, Vi. Kau tidak lupa 'kan, kalau penthouse mewah yang kau tempati saat ini adalah property milik keluarga Virendra. Kau tidak mau 'kan, kalau nanti kutendang keluar. Aku juga bertaruh saat di Bali nanti kau juga akan menginap di gedungku," sindir Briena sekaligus mengancam pria itu.

"Kau mau menendangku keluar? Lalu bagaimana denganmu? Kaca mata dengan merk Blanck dari Jessica Jung, aku punya saham 9% disana. Baju Valentino Galvani, cabangnya yang ada disini berada di atas tanah milikku yang otomatis ada kontrak kerja antara dia dan aku. Tas limited edition milik brand Hermes, kau tidak tahu kalau perusahaan mereka sudah ku akuisisi. Sepatu milik Cristian Louboutin, aku memang tidak punya saham di perusahaannya, tapi aku cukup mengenal beliau yang otomatis beliau tidak akan sungkan bekerjasama denganku. Dari ujung kaki sampai ujung kepala, semua yang kau pakai sekarang adalah property milikku, Nona Virendra. Kau tidak mau 'kan, kalau aku menelanjangimu sekarang juga?"

"Brengsek, kau!" geram Briena.

"Kalau kau tidak lupa juga, kau selalu menumpuk uangmu yang segudang itu di K.SA BANK, makan di café K-AXES dan kau tidak asing juga dengan brand K.LOOK. Apa aku harus menyebutkan hal lainnya yang beratas namakan property milik Adhyasta Grup?" Vian masih belum puas membuat Briena geram.

"Sial, berhenti menyombongkan property milikmu!"

"Kau duluan yang memulainya, Miss," balas Vian dingin. "Jangan pernah membahas masalah property, kalau kau sendiri tau lawanmu adalah orang nomor satu di Asia, itu malah akan menjatuhkan harga dirimu, apalagi perempuan dengan ego selangit sepertimu," imbuhnya telak. telak.

"Lihat saja nanti," desis Briena. "Kalau aku sudah resmi menjadi istrimu, akan ku buat kau jatuh miskin. Kita lihat nanti apa yang bisa kau sombongkan lagi," geramnya emosi.

"Aku menunggu moment itu," ujar Vian berlalu pergi meninggalkan Briena yang kepalanya mungkin sudah berasap saking panasnya.

"Brengsek!" maki Briena sebelum melangkahkan kakinya menuju pintu keluar bandara.

*****

Briena dan para sahabatnya memutuskan untuk menginap di salah satu hotel milik keluarga Virendra, salah satu hotel termegah di Bali. Dengan suite room kelas atas dan berbagai fasilitas menarik yang disuguhkan untuk para pelancong seperti mereka. Suasana Bali yang cukup panas hari ini membuat Briena dan kedua sahabatnya itu duduk santai di atas kursi malas yang berada di tepi kolam renang di area penginapan. Menikmati suasana di siang hari ini sekaligus melupakan kejadian saat di bandara tadi.

"Aku tidak menyangka kalau minggu depan, kau akan tunangan, terlebih lagi karena kau dijodohkan. Ku fikir kau ini tipe pemberontak, ternyata kau tipe penurut juga ya," kekeh Winta salah satu teman Briena.

"Iya juga ya. Lagipula di zaman modern seperti sekarang, kenapa masih ada perjodohan seperti itu?" imbuh Nesa, teman Briena yang lain.

"Kalau kalian berfikir ini zaman Siti Nurbaya dari Sumatera atau zaman Joseon dari Korea, ku rasa aku harus membenarkan teori kalian itu. Tapi jangan berfikir kalau aku akan menjadi perempuan bodoh seperti dalam drama karena aku cukup pintar dalam menghadapi perjodohan ini. Lagipula, aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan," sahut Briena enteng, meminum segelas jus jeruknya dengan tenang.

"Ck, kau memang perempuan dengan segudang pemikiran yang tidak masuk akal dan tak terduga," cibir Nesa.

"Begitulah."

"Hahahaha."

"Oh, Ghost! Kau mengajak calon suamimu berlibur juga?" jerit Winta saat melihat Vian berdiri dengan gagahnya didekat kolam renang.

Briena menjawab dengan mengedikkan bahunya tak acuh. Ck, mana mungkin dia membawa seseorang yang berpotensi besar membuat hidupnya sial. Dia justru ingin liburannya kali ini dapat membuatnya melupakan sikap menyebalkan pria itu. Namun setelahnya dia harus mengumpat lantaran sosok Vian memenuhi retina matanya, perempuan itu terduduk di kursi malasnya.

Vian hanya terkekeh geli saat melihat ekspresi di wajah Briena yang dengan sangat jelas memperlihatkan sikap muak perempuan itu. Bukan pandangan memuja seperti para kaum hawa kebanyakan yang ada di sini. Briena memerhatikan bagaimana pria itu melangkah santai ke arahnya, dengan gaya angkuh bak seorang malaikat Adonis yang sedang catwalk. Vian dengan tidak tahu malunya-menurut Briena-duduk dengan santai di kursi samping Briena lalu merangkul bahu gadis itu dengan mesra. Membuat tatapan tajam Briena menembus mata tajam pria itu juga, mencoba memberi kode pada Vian untuk menyingkirkan tangan pria itu dari bahunya. Namun yang didapat Briena malah seringaian puas Vian yang bahkan tidak melepaskan rangkulannya.

"Kau bilang, kalau kau tidak suka dengan adegan konyol dalam drama. Lalu barusan apa, huh? Singkirkan tanganmu, brengsek!" geram Briena membuat suaranya hanya bisa didengar oleh Vian.

"Calm  down, Bi, jangan salah paham," bisik Vian sama lirihnya. "Aku hanya mengunjungi calon tunanganku saja, sekalian aku mau mengundangmu dan juga teman-temanmu," lanjut Vian dengan suara normal seraya melirik kedua teman Briena yang masih manatap takjum pada paras tampan pria. "Untuk datang ke pesta lajang yang aku adakan di Rock Bar café besok malam."

"Pesta lajang? Bukankah seharusnya kaum Adam dan Hawa melakukan pestanya secara terpisah ya. Lagipula kalian baru mau tunangan, bukan mau menikah," tanya Winta heran.

"Peraturan itu hanya berlaku pada orang-orang yang berfikiran sempit, aku tidak suka hal-hal yang umum. Lagipula, bukankah pesta memang harus dipenuhi pria dan perempuan, entah itu sebelum tunangan atau sebelum menikah, ku rasa itu sama saja. Mungkin kalau perlu aku akan melakukan keduanya. Ok, ladies, aku pergi dulu. Ku harap kalian semua datang ke pestaku," ujar Vian mengedipkan matanya genit kearah teman-teman Briena yang langsung mematung "Ngomong-ngomong, disana nanti akan ada banyak pria tampan, kalian tidak menyesal kalau datang ke pestaku," imbuhnya berlalu pergi, bahkan tanpa menatap lagi kearah Briena yang sudah kesal setengah mati karena sikap sok calon tunangannya itu.

"Aku tidak meng-iyakan ajakanmu. Aku tidak ak-"

"Kami akan datang dan kami juga akan pastikan kalau orang ini akan ikut ke pestamu," potong Nesa menepuk bahu Briena seenaknya.

"Good  girl," gumam Vian berlalu pergi.

"Yak, aku tidak mau datang!" suara teriakan Briena masih dapat didengar oleh Vian yang mulai melewati pintu masuk ruangan.

"Wuah... kalian benar-benar mirip. Kau dan juga si tampan itu punya pemikiran yang sama. Apa kalian itu memang ditakdirkan untuk bersama?" oceh Winda berdecak kagum.

"Hei, jangan bicara omong kosong. Takdir apa yang kau maksud? Kita hanya sedang sial karena dipertemukan dalam perjodohan ini," kesal Briena.

"Ck, pantas saja kau tidak menolak perjodohan ini. Dia benar-benar sempurna, tampan, tajir, romantis, pintar. Kau beruntung sekali, Bi," celoteh Nesa. "Hah... kenapa tidak orangtuaku saja yang menjodohkan aku dengannya?" Omelan Nesa barusan berhasil membuat mood Briena semakin buruk, jadi daripada dia meledak-ledak disini. Perempuan itu lebih memilih beranjak dari kursi yang ia duduki, meninggalkan kedua temannya yang masih mengagumi sosok calon tunangannya.


REFLEXIONES DE LOS CREADORES
seinseinaa seinseinaa

Makasih kalian semua sudah dukung cerita ini. Maaf jarang menyapa kalian, tapi plis dukung anak-anak saya ya.

Please, give me a power stone .

Jangan lupa juga kasih bintang dan review cerita saya yang lain, supaya anak-anak saya terkenal dan banyak yang baca.

Semoga Mas Vian dan Mbak Briena bisa naik rangking. Dukung mereka dengan memberi komen, like, atau power stone.

Thank you semua, ayam flu(๑♡⌓♡๑)

PYE! PYE!

next chapter
Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C19
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión