Sudah siap untuk ikut po bulan ini???
"Kali ini kau benar-benar keterlaluan!"
Ellina tak menyangka bahwa Lexsi akan masuk dalam jebakannya dengan mudah. Membenarkan kata-katanya tanpa menyangkal. Meski itu benar, tapi tanggapan orang lain berbeda. Mereka jelas hanya melihat dirinya yang terluka dengan bukti yang jelas.
"Tak hanya mengakui hadiah Kakaknya, tapi juga menginginkan tempatnya. Dia benar-benar gadis yang buruk."
"Kupikir dia anak yang berbakti, tapi nyatanya dia tak lebih dari benalu dalam sebuah pohon."
"Apakah keluarga Rexton buta? Membuat anak kandungnya menderita demi anak luar?"
Suara-suara itu kian memburuk. Membuat Lexsi mundur dan menggeleng. Air matanya turun, matanya menatap wajah Ellina penuh kebencian. Tapi ia sadar, bahwa posisinya sulit di sini.
"Kak, katakan pada mereka sebelum semua salah paham. Kau bohong, kau jelas-jelas tahu, bahwa aku--"
"Benar," potong Ellina tak memberi Lexsi kesempatan bicara lagi. "Aku menggigit tanganku sendiri, jatuh di lantai dan menampar wajahku. Itu kan yang kau inginkan?"
Dan kerumunan kian menatap Lexsi muak. Mereka jelas menempatkan simpati pada Ellina. Sedangkan Raven dan Azzura merasa miris. Mereka tak tahu, bahwa Lexsi memiliki prilaku yang sangat buruk.
"Ayo pulang, aku akan mengantarmu." Lykaios menuntun Ellina dan melirik Aldric. "Tuan Aldric, kupikir dulu kau melakukan hal yang salah dengan membuang anak kandungmu! Tapi sekarang, aku tahu. Bahwa Ellina memang tak pantas menjadi anakmu. Dia tak pantas berada di rumah dengan orang-orang kejam sepertinya!"
Aldric mengatupkan rahangnya. Kata-kata Lykaios jelas sebuah tamparan di wajahnya. Rasa bencinya pada Ellina mulai berhamburan. Dia menatap Ellina tertatih dalam gengaman tangan Lykaios.
"Lexsi, minta maaf pada Kakakmu," ucap Aldric dingin.
Lexsi terperangah. "Tapi ayah,"
Vania mengedipkan matanya. Berharap Lexsi menurut agar suasana tak kian memburuk.
Dengan langkah berat dan dendam di hati, Lexsi melangkah dan memanggil Ellina. "Kak, tunggu."
Lykaios dan Ellina yang telah sampai pada ruangan utama menoleh kebelakang. Tatapan mereka bertemu, namun tiba-tiba Alvian yang sedang duduk di sebuah kursi meluruskan kakinya. Bertepatan dengan langkah lebar Lexsi hingga gadis itu tersungkur di lantai.
"Ops, aku tak sengaja," kata Alvian lalu mengedipkan satu matanya pada Ellina. Membuat Lykaios tersenyum tipis.
Semua mata melihat. Bagaimana Lexsi tersungkur di bawah kaki Ellina! Melihat itu semua, Ellina tak bisa tak tersenyum. Dia benar-benar menyukai posisi Lexsi hari ini. Dibawah kakinya, untuk meminta sesuatu darinya di depan semua orang dan media.
Pembalasan tetap akan lebih kejam dari permulaan. Ini hanya awal, aku akan membuatmu membayar semua yang telah kau lakukan!
"Oh, Lexsi, kau tak perlu berlutut di depanku untuk memohon maaf. Ayah tak akan menyukai ini dan semua orang akan berpikir bahwa aku tak berperasaan dan kejam. Bangunlah,"
Lexsi mengutuk Ellina dalam hatinya. Kata-kata itu terdengar manis di semua orang tapi bumerang untuk dirinya. Dia bahkan lupa, sejak kapan Ellina sudah berani melawannya. Bahkan menargetkannya untuk melalui semuanya ini. Tapi dia tak akan memperburuk keadaan. Dia tak akan kalah.
"Kak, aku takut kau tak memaafkanku. Aku sangat senang bahwa kau masih bermurah hati untuk memaafkanku. Tolong, maafkan aku dengan tulus kali ini."
Ellina berkedip melihat akting Lexsi yang sempurna. Dia mengangguk pelan. "Aku tak akan mengingat kejadian buruk hari ini,"
Lexsi tersenyum lega. "Dan kuharap kau tak pergi. Kau lupa? Hari ini adalah hari di mana aku akan pergi dari keluarga Rexton. Aku akan menjadi bagian dari keluarga Reegan. Aku tahu kau terluka karena ini, tapi Kak. Aku juga tak bisa menolak, dia lebih memilihku."
Ellina mengerutkan alisnya saat semua kata-kata Lexsi meluncur. Awalnya dia tak memahami maksudnya, tapi kali ini dia tersenyum tipis. Kata-kata Lexsi jelas menjatuhkannya sebagai wanita yang dibuang Kenzie. Lexsi ingin menjelaskan pada dunia bahwa dia adalah wanita yang terpilih meski telah mengalami hal buruk hari ini. Sedangkan dia? Lexsi ingin seluruh dunia tahu, bahwa dia tak sepadan untuk bersama Kenzie.
Melihat riak keterkejutan di mata Ellina, Lexsi tersenyum tipis penuh kemenangan. Dia begitu bahagia saat publik seakan sadar akan kabar lama dan kebenaran yang telah dia ungkapkan. Dia sangat yakin bahwa besok kabar ini akan lebih mengejutkan publik.
Namun kebahagiannya teralihkan pada pintu utama rumah ini. Entah sejak kapan, para media mulai berebut untuk mengambil gambar. Di antara itu semua, ada seorang pria yang sedang menyingkirkan beberapa wartawan yang tengah menghalangi jalan. Dia dengan sangat cermat, menjaga langkah pria di belakangnya tetap aman tanpa gangguan.
Itu Kenzie! Dengan semua kedinginan dan ketampanan yang tak terpatahkan. Berjalan angkuh dengan mata menatap satu objek saja. Dan itu adalah Ellina!
Tatapan Lexsi berbinar sata sosok di tengah kerumunan itu terungkap. Dia tak bisa menahan rasa leganya, dan melirik Ellina yang tampak sedikit tegang. Lykaios yang berada di samping Ellina masih mencoba membantu Ellina untuk tetap berdiri tegap.
Oh, akhirnya, dia datang. Aku tahu, bahwa dia tak akan mungkin membuatku malu.
Raven dan Azzura juga terlihat lega. Mereka dengan sengaja menyambut Kenzie yang tengah berjalan tanpa menjawab satupun pertanyaan dari para wartawan.
"Ibu lega kau akhirnya datang,"
Lander yang berdiri di depan Kenzie menyingkir setelah memberi hormat. Membuat Kenzie menjadi dekat dengan kedua orangtuanya.
Kenzie hanya menatap ibunya sesaat. "Jangan salah paham, aku di sini atas pilihanku sendiri."
Tak menyadari kata-kata Kenzie, Raven menepuk pundak Kenzie pelan. "Kau sudah dewasa sekarang. Dan kami begitu bahagia karena setuju pada pilihan kami,"
Wajah Kenzie menoleh sesaat. Dia hanya berkata dengan dingin tanpa melihat Raven. "Ayah salah paham. Aku disini untuk pilihanku sendiri,"
Raven dan Azzura saling berpandangan tak mengerti. Aldric dan Vania bergabung dan begitu lega karena akhirnya acara akan di mulai. Namun bertepatan dengan itu, Kenzie telah melangkah pergi. Membuat seluruh wartawan mengikuti langkahnya.
Bertepatan dengan itu, sebuah teriakan di tengah pintu membuat semua mata menoleh.
"Ernest, dia baik-baik saja," Nero satu langkah dari pintu menahan tubuh Ernest untuk tidak menendang apapun.
"Lepaskan! Aku harus melihatnya,"
"Tuan Muda, ini adalah sebuah pesta." peringat Zacheo untuk membuat Ernest tenang. "Semua mata, menatap kita sekarang."
Mata Ernest menatap banyaknya media yang masih membeku. Sebelum kilatan lampu juga menghujani wajahnya. Raven dan Azzura mengerutkan keningnya. Sedangkan Aldric dan Vania tak menyangka, bahwa Ernest akan muncul di pesta mereka.
Ernest meneliti sekian banyak wajah, sebelum akhirnya, pandangannya jatuh pada sosok cantik di samping Lykaios. Dia tersenyum lega, ada sedikit kerinduan di matanya, dengan langkah pasti, dia melangkah mendekati sosok cantik tersebut.
Tatapan Lexsi sempat teralihkan pada sosok tampan yang tengah tersenyum di pintu. Namun dengan cepat kembali saat melihat Kenzie melangkah kembali. Menuju kearahnya, dan dengan bangga dia tersenyum pada seluruh media.
Sedangkan Ellina, hanya menatap Ernest yang tengah tersenyum. Dia memastikan bahwa wajah Ernest terlihat tidak baik-baik saja, mengingat Zacheo terlihat sangat khawatir di pintu sana. Dan akhirnya pandangannya bergeser, pada Kenzie yang tengah menatap manik matanya. Senyumnya menghilang, tatapan dingin itu, dia merasa punggungnya seakan tertusuk ribuan pisau tajam.
"Ken, aku tahu kau akan datang," sapa Lexsi saat merasa Kenzie berjalan ke arahnya.
Namun nyatanya Kenzie melewati Lexsi begitu saja. Tatapan matanya mengunci tubuh Ellina yang mulai terlihat ketakutan. Dia dengan jelas, melihat tangan putih berpegang pada lengan Lykaios kuat. Dan hal itu, tak dapat dia terima. Membuat kilatan emosi lain di tatapannya. Dan saat langkahnya tiba di depan sosok cantik itu, dia dengan cepat meraih satu tangannya. Tangan yang lainnya dia gunakan membuka kotak cincin dari jas-nya.
Tubuh Lexsi membeku. Kilatan kamera dan wartawan terlihat riuh menanggapi hal yang Kenzie lakukan. Beberapa dari mereka mendapatkan foto cincin di dalam kotak di tangan Kenzie dengan jelas. Raven dan Azzura cukup terkejut. Aldric terpaku dan Vania juga tak bergerak. Ernest yang tengah melangkah juga terhenti. Semua terlihat sangat terkejut dengan hal yang Kenzie lakukan.
Ellina membatu. Dia hanya menatap tangannya yang tetarik dan tak lama kemudian, sebuah cincin melingkar di jari manisnya. Sangat pas dan terlihat berkilauan saat cahaya kamera menghujaninya.
"Dengan ini! Saya menyatakan bahwa mulai detik ini, Ellina adalah tunangan saya! Semua hal yang berkaitan dengannya adalah urusan saya!"
Kata-kata Kenzie lantang dan jelas. Keriuhan terjadi dengan cepat. Dia menggengam tangan Ellina dan mengangkatnya tinggi. Memperjelas cincin cantik yang melingkar di jari manis gadis tersebut. Lykaios mundur selangkah dan berdiri bersama Alvian. Mereka mencoba mencerna hal yang tengah terjadi.
"Kau tak mengatakan bahwa Sepupumu akan melamar teman kita?" tegur Lykaios tak suka.
Alvian mengangkat sedikit kedua bahunya. "Aku tak tahu bahwa ini adalah sebuah kejutan. Kurasa semua orang di sini sangat terkejut dengan hal yang terjadi."
Pandangan Lykaios jatuh pada Ernest yang masih tak melangkah. "Kenapa Nero tak memberitahu kita bahwa Ernest akan pulang?"
"Siapa yang peduli?" tanya Alvian tak ingin tahu. "Aku lebih khawatir bahwa sebentar lagi akan ada peperangan. Aku sayang pada nyawaku,"
Lykaios tertawa kecil menanggapi ucapan Alvian. Namun matanya tertuju pada Ellina yang masih tak dapat mencerna hal yang terjadi. "Mereka seperti pasangan yang sudah ditakdirkan. Terlihat sangat cocok dan serasi."
Ellina menatap tangannya yang berada dalam genggaman hangat Kenzie. Dia tak sadar, entah sejak kapan mereka berdiri berdampingan. Pandangannya kemudian jatuh pada wajah tampan yang terlihat dingin dan tanpa ekspresi. Meski kilatan lampu kamera dan banyaknya pertanyaan dari wartawan yang datang, pria itu tetap tak menunjukkan ekspresinya.
"Ta-tak mungkin," ujar Lexsi sangat pelan. Air matanya bercucuran.
Langkah lebat terlihat mendekat, Ernest dengan cepat menarik salah satu tangan Ellina dan memeluknya erat. Seakan semua hal yang Kenzie lakukan tak pernah terjadi. Membuat Ellina membelalakkan matanya karena tak siap.
"Aku lega, kau baik-baik saja."
Senyum Ellina mencair saat mendengar kata itu. "Kapan kau pulang?"
Ernest melepaskan pelukannya dan memeriksa Ellina dari atas hingga bawah. Matanya tertuju pada luka di lutut dan pergelangan tangan Ellina. Melihat itu, perintah Ernest langsung turun, membuat Zacheo bergerak cepat.
"Zacheo! Bawakan kotak p3k kemari,"
Mendengar itu Ellina menggeleng. "Ernest, aku baik-baik saja,"
"Secepatnya Tuan," jawab Zacheo segera pergi. Namun langkahnya terhenti oleh hadangan Lander. "Menyingkir,"
Lander menggeleng. "Tak perlu, Tuan Mudaku akan membawa Nona Masa depan kami ke rumah sakit."
Lander dan Zaccheo saling menatap dingin. Seakan ada perang di antara keduanya. Suasana hening namun kilatan lampu kamera tak pernah padam di antara Kenzie, Ernest, Ellina, Lexsi dan mereka berdua. Menyiratkan betapa besar berita besok pagi akan meledak.
Satu tarikan tiba-tiba membuat Ellina bergeser. Kenzie memeluk pinggangnya erat dan menatap Ernest dingin. "Kau tak perlu melakukan itu untuk tunanganku, Ernest. Aku akan mengurusnya sendiri,"
Ernest menatap mata Kenzie dengan ekspresi tak suka. Dia tersenyum kemudian. "Tapi aku harus memastikan, 'Permataku' tak boleh terluka."
Ada kata tekanan saat Ernest mengatakan itu semua. Membuat wajah Kenzie menggelap karena mendengarnya.
"Ngomong-ngomong harusnya aku tak salah. Tunanganmu, bukankah seharusnya artis jelek itu?" tanya Ernest sambil menatap Lexsi yang masih menangis. "Oh, lihatlah. Dia menangis kencang."
Kenzie dan Ellina melirik sesaat.
"Kurasa matamu belum buta," jawab Kenzie dingin. "Cincinku melingkar pada jari wanita yang telah kupilih,"
Tatapan Ernest dan Kenzie sama dinginnya. Ellina mencoba menjauh, namun pelukan Kenzie sangat erat di pinggangnya. Saat yang sama, mata tubuh Lexsi terhuyung dan jatuh tak sadarkan diri.