Begitu aku pergi meninggalkan Ryan saat itu, Ryan masih terdiam mematung disana. Beberapa saat kemudian, Papa datang dan menghampirinya. Papa menanyakan tentang keberadaanku, namun tiba-tiba handphone-nya berdering. Benar, itu panggilan dariku. Saat itu aku memberitahukan pada Papa bahwa beberapa hari ke depan aku akan menginap di Rumah Karin. Aku juga sudah mengatakan bahwa aku sudah minta izin pada Ryan dan dia memperbolehkannya. Tentu saja tanpa berpikir panjang, Papa juga memperbolehkannya.
Kemudian Papa,
"Dasar Lena.. Lihat istrimu itu, begitu ada kesempatan bisa keluar dengan temannya, maka dia akan langsung pergi begitu saja. Bahkan, tanpa berpamitan secara langsung padaku.."
"Tentu saja, kalau sudah dapat izin darimu suaminya, untuk apa lagi dia meminta izin padaku iya kan? hahahaa.." ucap Papa sambil mengajak Ryan tertawa
Namun saat itu Ryan, terlihat sekali kalau saat itu dirinya hanya memaksakan diri untuk tertawa. Perasaannya saat itu, entahlah.. aku juga tidak tahu.. tidak mau tahu. Aku tidak mempedulikannya. Saat itu aku merasa terluka karena dia mangataiku dengan sebutan munafik dan menuduhku berselingkuh dengan Aris. Kasar sekali.. Baru kali ini dia bersikap seperti ini padaku. Aku sangat kecewa. Benar-benar sangat-sangat kecewa.. Seandainya memang kita harus berpisah, yasudah.. berpisah saja, pikirku kesal waktu itu.
Sebenarnya tujuanku bukan pergi kerumah Karin. Aku terpaksa berbohong pada Papa. Ini sudah malam. Karin.. dia mempunyai kehidupannya sendiri dengan keluarganya. Aku tidak mau mengganggunya dengan datang ke rumahnya malam-malam begini dan membawa semua masalahku itu. Akhirnya, aku memutuskan untuk mampir sebentar ke apartemen untuk mengambil beberapa pakaianku.
Saat itu, Oka begitu terkejut melihat kedatanganku.
"Mama.." sambutnya sambil memelukku
"Loh, Papa mana..?
"Mama sendirian?? Papa waktu itu bukannya bilang mau pulang ke Indonesia. Apa Papa masih di New York?" tanyanya kembali
Saat itu aku memaksakan diriku untuk tersenyum, tidak membuatnya merasa khawatir.
"Papa kamu masih ada pekerjaan yang harus dia selesaikan. Nanti dia akan kembali kalau semua urusannya itu sudah selesai.." jawabku
"Ohh.. Kirain. Oka pikir ada terjadi apa-apa antara Papa sama Kakek. Syukurlah kalau ternyata tidak." ucap Oka tersenyum merasa lega
"Oka sempet khawatir, kalau gara-gara Kakek hubungan Papa sama Mama jadi semakin renggang. Kakek galak.. Apalagi yang pas kita ketahuan waktu itu. Oka bisa bayangin gimana ketakutannya Papa pas dimarah sama Kakek. Kasihan Papa.." ucap Oka berkomentar
Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya.
"Kamu sudah makan malam?" tanyaku padanya berusaha mengalihkan topik pembicaraan
"Sudah Ma. Tadi pesan pizza sama pasta.."
"Ya ampun.. junkfood lagi. Kamu itu harus makan makanan yang bergizi Sayang. Lain kali pesen menu sehat yang ada karbo, protein, dan sayur sebagai serat dan vitamin.." ucapku menasihati
"Iya.. iya Ma.. Lagipula dipizza sama pasta ada semua kok kandungan yang Mama sebutan tadi.." respon Oka menjawab
"Iya tapi tetap saja junkfood itu gak bagus buat kesehatan Sayang.. Jangan sering-sering ya kamu mesennya.."
"Iya Ma.." jawab Oka singkat
Dan aku pun masuk ke kamarku untuk mengambil beberapa pakaianku. Saat itu, Oka juga turut mengekoriku disana. Kemudian,
"Mama mau ngapain ngepak-ngepak baju sebanyak gitu. Mau pergi nyusul Papa ya di New York?" tanyanya kembali penasaran
"Gak. Mama mau pergi nginep dirumah Tante Karin. Lagi ada masalah.."
"Masalah apa Ma? Tante Karin kenapa?" tanya Oka penasaran
"Ihh.. Anak Mama yang satu ini kepo banget sih jadi orang."
"Oka kan cuma penasaran aja." jawabnya
Sambil tersenyum dan melihat ke arahnya, kujawab
"Pokoknya ada.. Urusan orang dewasa. Kamu cukup tahu aja kalau Mama sekarang akan pergi dan tinggal disana Sayang.." jawabku
Kemudian setelah aku membereskan semua pakaian dan perlengkapan yang akan ku bawa, sebelum melangkah keluar aku pun kembali bertanya pada Oka,
"Kamu masih ada uang?" tanyaku
"Ada Ma.. tapi kalau Mama mau berbaik hati dan ngasih lebih sih, Oka bakalan seneng banget-banget."
Lalu aku pun memberikan salah satu kartu atm ku itu padanya, sehingga membuatnya terkejut heran.
"Tumben.." katanya
"Mama gak lagi coba buat kabur dari rumah kan gara-gara bertengkar sama Papa?" tanyanya kembali
"Memang keliatannya begitu?" tanyaku mencoba tersenyum
Oka terdiam sejenak dan mulai memperhatikan kedua mataku dengan seksama.
"Yasudah Sayang.. Kalau gitu Mama pergi ya? Kamu hati-hati dirumah. Kalau ada apa-apa langsung telpon Mama.."
Oka menjawab dengan menganggukkan kepalanya. Dia kembali terlihat sedih saat aku akan beranjak pergi dari sana. Aku pun kembali memeluknya dan mengecup lembut kepalanya sambil berkata dalam hati,
"Maafkan Mama Sayang sudah berbohong padamu. Mama hanya akan pergi sebentar, berusaha untuk menenangkan diri dari semua masalah ini.. dari Papamu.."
Saat itu padahal aku sudah berusaha untuk menahan tangis.. tapi rasanya seperti air mataku ini akan kembali keluar. Kemudian dengan segera aku pun menyeka sedikit air mataku itu dan melepaskan pelukanku dari Oka, kemudian pergi.
Sementara ditempat lain, dirumah Papaku, ada Ryan disana. Ternyata Papa mengajaknya kerumah untuk mengobrol dengannya sehabis mereka pulang dari Rumah Sakit. Papa kali ini bersikap ramah pada Ryan karena mengetahui bahwa Ryan benar-benar melakukan seperti apa yang diinginkannya, terkait kasus Zuriawan waktu itu. Papa mengungkapkan perasaannya pada Ryan kalau beliau sangat senang melihat Ryan berhasil mengusir musuhnya itu menjauh dari keluarga kami.
Kalau kalian menanyakan dimana keberadaan Mama mertuaku saat itu.. beliau langsung pergi kembali ke New York setelah dia berbicara dengan Shina. Mama sudah berpamitan padaku dan juga Papa melalui panggilan telpon waktu itu.. sebelum aku bertengkar hebat dengan Mas Ryan.
Kembali lagi dirumahku, saat itu aku tidak tahu bahwa ternyata Papa mengajak Mas Ryan untuk tinggal disana. Walau Ryan berusaha untuk menolaknya, tetapi setelah Papa berhasil membujuknya, akhirnya dia pun mau tinggal dirumahku itu selama beberapa hari.
Setelah Ryan keluar dari ruangan kerja Papa (sehabis mengobrol dengannya), dirinya terlihat mengambil ponselnya untuk menghubungi Karin.. untuk memastikan keberadaanku.
"Iya Yan.." sapa Karin dipanggilan telpon
"Lena ada disana?" tanya Ryan to do point tanpa basa-basi
"Lena?" respon Karin terheran
"Memang ngapain si Lena mau datang kemari?" tanyanya kembali pada Ryan
"Jadi Lena tidak ada disana?" tanya Ryan mulai cemas
"Iya, gak ada. Emang kenapa Yan? Ya ampun.. Kalian bertengkar lagi?" respon Karin mulai heboh
"Hubungi aku kalau dia datang ketempatmu.." ucap Ryan
"Ryan.. Kali ini masalah apa lagi, hah?" Karin menginterogasi
Sebenarnya saat itu Ryan sangat ingin memutuskan panggilannya. Namun dia kembali berkata pada Karin,
"Selain kau, apa ada teman, keluarga, atau kerabat lain yang akan dia datangi?"
"Gak ada. Lw tahu kan dia anak tunggal. Biasanya sih dia kalau lagi ada masalah sama lw, pasti langsung datangnya kemari.. ke rumah gw ini.. Gw gak tahu kalau ada tempat lain yang suka dia datengin." jawab Karin
"Ok, hubungi aku kalau dia datang ketempatmu nanti.."
"Ahh, lw hubungi aja Aris. Dia tahu luar dalamnya Lena. Mungkin temen-temennya juga, secara mereka satu SMA kan dulu.." ucap Karin menambahkan
Saat itu Ryan begitu panas saat mendengar Karin mengungkit soal Aris.
"Ehh..Sorry Ryan. Maksud gw.." Karin yang belum menyelesaikan perkataannya itu kemudian diputus sambungan telponnya oleh Ryan.
Kemudian, Karin yang kesal saat itu..
"Dasar bucin gak jelas. Berantem mulu kerjaannya sama istrinya. Pasti gara-gara Aris.. yakin deh ini gw.."
"Tapi kemana Lena pergi ya malam-malam gini. Kasian dia.." dan Karin pun langsung menghubungiku saat itu.
Sama seperti Karin, Ryan pun terlihat menghubungiku juga. Namun saat itu, aku sudah memblokir nomornya sehingga dia tidak akan pernah bisa menghubungiku.
Kesal karena aku memblokir nomornya, kemudian Ryan memutuskan untuk keluar mencariku. Saat itu tempat yang pertama ia kunjungi adalah rumah Karin.
*Ting Tong.. Ting Tong.. Ting Tong.. Ting Tong.. Ting Tong.. Ting Tong..
(Ryan membunyikan bel rumah Karin berulang-ulang dengan tidak sabaran)
Kemudian ketika Karin membukakan pintunya, Ryan langsung menyelinap masuk begitu saja. Dia mulai berkeliling dirumah itu, sambil meneriak-neriakan namaku. Karin yang kesal melihat ulahnya saat itu,
"Woy Pak.. Sopan banget ya malam-malam ngebel rumah orang dengan berisik terus sekarang manggil-manggil istrinya kayak orang lagi dipasar.."
Tanpa mempedulikan ocehan Karin, Ryan terus mencariku ke setiap sudut ruangan sambil masih meneriakkan namaku.
"LENA.. LENA.. LENA.." ucapnya dengan suara keras
"RYAN..?!!" akhirnya Karin mulai berteriak saat itu
"Sadar gak, kelakuan lw itu udah ngusik penghuni rumah disini. Sekarang juga gw bakalan manggil satpam komplek buat ngusir lw dari sini.."
"Kamu sembunyiin dimana Lena, Rin. Ayo jawab.." ucap Ryan sambil memegang kedua bahu Karin saat itu. Mencoba mengintimidasinya
"Kelakuan lw yang kayak gini yang buat istri lw kabur ngejauh dari lw.." ucap Karin sambil melepaskan diri dari Ryan
"Kasar, Posesif, Stress.. Kasihan Lena, dia harus nagadepin orang yang sakit jiwa kayak lw gini.." ucap Karin menambahkan
"Cepat katakan dimana Lena. Aku tahu pasti dia menghubungimu tadi kan.. Ayo cerita.." desak Ryan
"Ihh.. dibilangin gw gak tahu. Beneran gw gak tahu!!" tegas Karin
"Bohongg.." ucap Ryan tak percaya
"Ya terserah lw mau percaya gw atau nggak. Lagian gw juga gak butuh kepercayaan lw disini. Gw kasihan aja sama Lena, pasti sekarang dia sedang nangis sendirian diluar sana.." ucap Karin dengan sengaja untuk membuat Ryan semakin merasa bersalah
Dengan segera Ryan pun kemudian keluar dari rumah Karin sambil terburu-buru dan mencoba menghubungi seseorang menggunakan handphonenya.
Ternyata dia menghubungi Oka untuk menanyakan keberadaanku. Tentu saja Oka menjawab bahwa aku sekarang ada dirumah Karin. Dia menceritakan semuanya.. tentang aku yang sempat mengambil beberapa pakaian untuk tinggal di rumah Karin, serta Karin yang sedang ada masalah.
Setelah mendengar ucapan dari Oka anaknya itu, Ryan kemudian pergi ke apartemennya. Dengan terburu-buru dia masuk kedalam kamar kami dan memeriksa lemari pakaian. Ternyata beberapa isi lemari pakaianku itu sudah tidak ada. Dia mengenal betul bahwa pakaian-pakaian favoritku yang ada dilemari itu sudah tidak ada disana. Dengan segera dia kemudian masuk kesalam kamar Oka. Dia kembali membangunkan anaknya itu. Sama seperti tadi ditelpon, Oka kembali menjelaskan hal yang sama padanya bahwa Mamanya itu pergi ke rumah Karin karena Karin sedang mengalami masalah. Namun kali ini, dia menambahkan bahwa Mamanya sempat memberikan uang jajan tambahan padanya dengan memberikan kartu atm-nya itu padanya. Tentu saja Ryan menjadi semakin panik mendengarnya. Belum pernah aku melakukan hal ini sebelumnya.. aku pergi dari rumah dengan membawa sebagian pakaian favoritku itu dan juga tidak membawa kartu atm pemberian darinya. Ryan terlihat sangat cemas dan panik. Dengan ekspresi sedih, dia berkata
"Sayang, kamu dimana?"