Descargar la aplicación
58.62% My Lovely Sister / Chapter 17: Dilema

Capítulo 17: Dilema

Nenek Maria terbangun karena mendengar keributan dan segera menghampiri kami.

"Ada apa kalian ribut-ribut?" Tanya Nenek Maria.

"Eh, nenek! I-ini nek tiba-tiba kakak mual-mual dan juga kata dia perutnya sangat mulas!" Jawabku yang sedang cemas.

"Hhoekk...hhhoekk."

Kakak masih mual-mual disamping ku hingga nenek Maria turun tangan dan memeriksanya.

"Coba sini nenek periksa perutmu, berbaringlah!" Ucap Nenek Maria.

"B-baiklah Nek." Ucap kakak lirih.

Kak Guin membaringkan tubuhnya di atas dipan sementara nenek Maria duduk disamping kak Guin memeriksanya perutnya. Ia meraba-raba perut kakak yang terlihat sedikit buncit.

"Hmm,, sepertinya kamu hamil Nak Guin." Ujar Nenek Maria.

"H-hamil Nek?!" Tanya kakak terperangah seolah tak percaya.

"Iya Nak." Jawab Nenek Maria.

Aku sempat sedih saat mendengar kabar jika kakak hamil. Merasakan jika masa depan kakak benar-benar akan hancur, sehancur hatiku saat ini. Aku tidak tahu apakah aborsi adalah jalan yang baik atau bukan. Tapi jika kakak tidak melakukan aborsi, bagaimana nasib bayi itu setelah dia lahir? Apa yang akan kakak katakan jika saat bayi tersebut sudah besar dan menanyakan siapa ayahnya? Dimana dia sekarang?

"Argggg! Penculik sialan!"

Kepalaku pusing memikirkannya. Semangatku seketika hilang saat memikirkan hal tersebut.

Apa aku nikahi saja kakak dan merawat bayi itu bersama-sama? Tapi jika aku nikahi, apa yang akan dibicarakan oleh tetangga? Apakah mamah papah juga setuju denganku? Tapi mengapa jika mereka tidak setuju? Bukankah maksudku baik, agar kakak tidak menanggung aib besar ini sendirian. Lagi pula, kami kan memang tidak ada hubungan sedarah, secara ketentuan hal ini sah-sah saja jika aku memang benar menikahi kakak.

Arrgggg tidak! Aku harus bagaimana?! Di satu sisi aku senang bisa membantu kakak menanggung masalah ini, tapi disisi lain hubungan kami yang semula kakak adik akan berubah menjadi suami istri dan aku ragu apakah hubungan kami saat masih menjadi saudara akan berubah setelah menjadi sepasang suami istri. Aku juga takut jika kakak menjadi bahan pembicaraan para tetangga dan teman-temannya. Pasti image dia akan menjadi buruk di mata mereka. Aku benar-benar dilema saat ini.

"Rui, kamu dengar kan apa yang Nenek Maria bilang kalau kakak dinyatakan hamil?" Tanya kakak padaku.

"Eh, i-iya kak aku dengar kok." Jawabku singkat.

"Nenek turut prihatin denganmu Nak, yang di perkosa hingga hamil seperti ini." Ujar Nenek Maria pada kakak.

"A-aku harus bagaimana Nek?" Tanya kakak.

Raut wajah kakak terlihat sangat cemas, ia nampak seperti sangat sedih.

"Tenanglah Nak Guin, nenek akan ambilkan air minum untukmu." Ucap Nenek Maria.

Nenek Maria berdiri lalu beranjak kebelakang. Disaat inilah kesempatanku untuk mengatakannya pada kakak bahwa,

"Aku akan menikahi kakak."

Kakak kaget dan langsung menatapku

"Rui, apa yang kamu katakan? Kita ini saudara." Bantah kakak.

"Aku tau kak. Tapi bagaimana jika kakak ketahuan hamil diluar nikah? Pasti nama baik kakak akan tercoreng dan bukan hanya kakak saja, tapi keluarga kita juga ikut menjadi buruk."

Ucapku memberi saran beserta alasannya.

"T-tapi bukankah akan lebih buruk lagi jika kita menikah? Apa yang akan tetangga katakan pada kita? Bagaimana bisa seorang kakak dan adik dapat menikah? Lagipula kakak yakin jika mamah dan papah tidak akan setuju dengan usulan mu itu." Terang kakak sekali lagi padaku, hingga akhirnya nenek Maria datang membawa segelas air putih.

"Ini Nak, minumlah dulu." Nenek Maria menyodorkan gelas pada kakak.

"Makasih Nek." Jawab kakak sambil menerima gelas dari Nenek Maria.

Kakak meminum air pemberian Nenek Maria hingga habis lalu meletakkan gelas itu di sampingnya.

"Bagaimana? Apakah sudah bisa tenang?" Tanya Nenek Maria.

"S-sudah Nek." Jawab kakak singkat.

Aku menghela nafas panjang, dadaku terasa sesak. Kakak mungkin juga mengalami hal yang sama seperti ku. Hanya saja dia berusaha menutupinya di depan nenek Maria.

"Nenek tau, mungkin Nak Guin masih sangat terkejut menerima kenyataan seperti ini. Tapi, nenek yakin kamu dan adikmu pasti bisa melewati masalah ini." Jelas Nenek Maria pada kakak.

"T-tapi apa mamah dan papah bisa menerimanya Nek?" Tanya kakak cemas.

Terlihat kakak mulai meneteskan air matanya. Mataku juga sudah berkaca-kaca sedari tadi, hanya saja aku berdiri dibelakang mereka dan dalam penerangan yang minim sehingga tangisanku tak begitu terlihat.

"Pasti bisa, asal Nak Guin menjelaskannya dari awal secara baik-baik pada mereka. Meskipun mereka sedikit kecewa, tapi nenek yakin jika mereka tidak akan menyalahkan nak Guin karena ini bukan murni kesalahan nak Guin."

Ucap nenek Maria sambil mengusap rambut kakak dengan lembut.

"Hksss.. M-makasih nek!"

Kakak memeluk nenek Maria sambil menangis. Seketika air mata yang ku bendung pun juga pecah dan ikut menangis tanpa suara saat melihat kakak yang memeluk Nenek Maria sembari menangis seperti itu.

Aku melihat sosok Nenek Maria adalah kakak, sedangkan kakak yang sedang menangis di pelukan Nenek Maria itu adalah aku. Dari sini aku bisa melihat begitu rapuhnya kakak yang menjagaku selama ini. Dia tersenyum hanya semata-mata agar aku tidak mencemaskannya. Tapi bagaimanapun juga kakak adalah seseorang yang juga membutuhkan bahu untuk bersandar saat dia lelah, sama sepertiku.

"Kemarilah nak Rui! Nenek tau kamu diam-diam ikut menangis dibelakang sana." Ujar Nenek Maria.

"Eh, N-nenek?" Aku sedikit malu saat Nenek Maria mengetahui jika aku menangis.

"Kemarilah! Biar nenek peluk bersama dengan kakakmu." Ujar Nenek Maria.

Saat Nenek Maria berkata seperti itu, entah mengapa aku sudah tidak ragu lagi untuk memecahkan tangisanku sejadi-jadinya. Aku segera mendekati Nenek Maria dan langsung di peluk olehnya bersama dengan kakak.

Malam itu, di sebuah gubuk kecil, kami berpelukan. Menangis, mengeluarkan semua keresahan dalam hati dan menyiapkan mental, untuk menghadapi masalah yang lebih rumit.

***

Pagi harinya setelah mengeringkan pakaian dan beberapa barang bawaan, kami berpamitan pada nenek Maria.

"Makasih ya nek sudah menolong dan memperbolehkan kami menumpang di rumah nenek." Ucap kakak.

"Iya nak, sama-sama. Semoga kalian bisa bertemu dengan orang tua kalian kembali." Jawab Nenek Maria.

"Pasti Nek!" Aku ikut menimpali.

"Emm, kalo begitu kami pamit dulu Nek! Nenek jaga diri baik-baik ya!" Ucap kakak dengan mata yang berkaca-kaca seakan enggan berpisah dengan Nenek Maria.

"Iya nak Guin. Kamu juga nak Rui, jaga kakakmu baik-baik karena hanya kamu yang bisa menjaganya." Nasihat Nenek Maria padaku.

"Siap nek! Serahkan saja pada Rui!" Jawabku penuh semangat.

Kami pun memeluk dan mencium tangan Nenek Maria hingga akhirnya kami pergi meninggalkannya sendirian di tengah hutan.

Kami menuju ke arah Utara dimana terdapat pemukiman 6km lagi jaraknya dari sini, itu yang Nenek Maria bilang pada kami.

Berjam-jam kami melangkah hingga tak terasa matahari sudah berada tepat diatas kepala.

"Rui, makan siang dulu yuk!" Tawar kakak.

"Eh, baiklah kak aku juga sudah lapar." Ujar ku menerima tawaran kakak.

Kami duduk di sebuah pohon yang rindang. Kakak mengeluarkan 2 buah singkong rebus pemberian dari nenek Maria.

"Nih Rui!"

Menyodorkan satu singkong rebus padaku.

"Makasih kak!"

Aku memakannya dengan lahap karena perutku sedang lapar dan singkong rebus buatan nenek Maria memang sangat enak membuatku tak bisa berhenti mengunyah.

Tak butuh waktu lama bagi kami untuk menghabiskan dua singkong rebus.

"Ayo Rui! Kita harus bergegas ke pemukiman itu sebelum malam tiba!"

"Siap kak!"

Kami membersihkan tempat istirahat tersebut dan segera melanjutkan perjalanan kami yang masih sangat panjang.

Apakah tempat yang kami tuju memang berada di ujung sana? Entahlah, kuharap begitu.


REFLEXIONES DE LOS CREADORES
Rachell_Aditya Rachell_Aditya

Adakah pemikiran tentang kisah saya Tinggalkan komentar dan saya akan membaca dengan serius

dukung karya saya jika kalian suka dengan cara vote, terimakasih!

next chapter
Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C17
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión