Bagas, "Mama sayang~". Panggilnya di depan pintu rumahnya.
Ngomong-ngomong setelah masalah gempa tadi selesai, Bagas, Wira dan Chris memutuskan untuk pulang saja. kalaupun mereka nongkrong tidak akan asik karena Randi tidak ikut. Biasa, BFF gitu loh.
Dan kini Bagas tengah berada di teras rumah mewahnya. Terus-menerus mengetuk pintu rumahnya hingga tangannya terasa pegal.
Bagas, "Mama? Bukain pintunya dong, masa iya anakmu ini suruh tidur di teras?!". Teriaknya, mungkin mamanya lagi maskeran atau lagi asik nonton sinetron jadi lupa kalau anaknya kini sedang berjuang agar nyamuk tidak menggigit kulit maskulinnya.
Bagas, "Mama!!!! Bukain pintunya!!!!" Teriaknya hingga membuat satpam yang berjaga di depan pagar terkejut dan matanya kembali segar karena tadi sempat mengantuk padahal masih pukul 5 sore.
Tak lama kemudian pintu rumahnya dibuka namun bukan Mamanya melainkan seorang pria berumur 20 an keatas.
Bagas, "Siapa Lo? Maling? Pengemis? Atau Setan? Ah! Atau jangan-jangan Lo simpanannya mama!? Ngaku Lo! Asal Lo tau gue ini murid silat, ya... Walaupun gak ada sabuknya tapi tetap aja gue jago silat!! Crocosnya.
Pria tersebut memperhatikan Bagas yang sedari tadi bertanya dengan terus menyerocos tidak jelas dengan wajah datarnya.
Bagas, "Woi! Ngapain Lo diam? Masih punya mulut kan? Ganteng-ganteng kok budeg!" Ejeknya.
"Lo ngomongin apaan dari tadi, Maling? Simpenan Tante? Lo jadi anak gak ada sopan-sopannya!". Marah pria itu.
Bagas, "Tante? Eh asal Lo tau aja mama gue gak mungkin punya ponakan model gembel kayak Lo!" Sewotnya.
"Apa Lo bilang?!".
Arina, "Panji? Ngomong sama siapa kamu? Kok orangnya gak ada? Kamu ngomong sama setan ya? Atau sama tuyul? Kunti mungkin?" Ternyata sifat banyak tanya Bagas menular dari mamanya yaitu Arina putri Mahendra.
Panji yang dimaksud disini kalian sudah pasti tau siapa dia. Pikirkan sendiri~ author lagi malas kasih jawaban hehe...
Bagas yang ketutupan tubuh tinggi Panji pun nongol dari samping dan mengagetkan mamanya.
Arina, "Ah! Setan! Eh? Bagas! Ya ampun sayang kamu ngapain diluar?". Arina tidak sadar jika sedari tadi anaknya tidak dibukakan pintu olehnya sendiri.
Bagas, "Tega ngatain anaknya setan! Bagas ngambek sama mama! Pokoknya Bagas mau pundung!".
Arina panik, Walaupun di luar Bagas adalah anak yang nakal namun di rumah ia tidak kalah manjanya dari si Randi, apalagi umurnya juga masih muda.
Dan yang membuat Arina panik bukan karena ancaman Bagas, melainkan masker wajah yang digunakannya kini retak akibat berteriak tadi. Kalo soal Bagas mah gampang, tinggal panggil suami tercintanya maka Bagas akan langsung kicep hehe... Dasar emak-emak!
Tapi tenang saja epribadeh soal cantik Arina masih sangat cantik diusianya yang ke 47 dan ia juga bersahabat dengan Marni mamanya Randi, mungkin itulah sebab mengapa Bagas sangat suka menggoda dan menjahili Randi.
Panji? Jangan ditanya bagaimana kondisinya sekarang, Pria itu kini tengah menatap malas Bagas dan Arina yang sedang mengoceh tidak jelas. Bagaimana bisa Panji memiliki Tante seperti Arina dan anak yang menyebalkan seperti Bagas? Hanya silsilah keluarga saja yang tau...
Panji, "Ehem!". Berusaha memecahkan suasana horor anak dan mamanya itu
Arina, "Eh jadi kelupaan deh nak Panji, Nih masker Tante retak gegara Bagas yang nongol tiba-tiba kayak setan!". Kesalnya sembari menunjuk Bagas.
Bagas, "Mama kok ngomong gitu!? Harusnya aku yang marah, dari tadi aku ketuk pintu rumah tapi mama budeg gak mau bukain pintu, sekalinya dibuka eh malah simpanannya mama yang nongol!" Sewotnya sambil melirik Panji.
Panji yang sedari tadi diam kini mulai angkat bicara.
Panji, "Simpanan? Wah, gak bener nih! Tante mulut anaknya boleh gak aku ikat?" Tanyanya dengan lembut.
Arina, "Diikat? Hohoho... Boleh dong sayang, jangan ragu-ragu! Kayak sama siapa aja". Jawab arina dengan tawa menakutkannya.
Bagas, " Eh simpenan! Siapa Lo berani tanya-tanya sama mama gue!".
Arina, "Bagas, Kamu gak tau siapa Panji?"
Bagas, "Mene ketehe! Simpenannya mama ya?"
Dengan gemasnya Arina mencubit pipi anak satu-satunya itu, Ih pengen deh rasanya Arina menjitak putra semata wayangnya ini.
Arina, "Dia ini sepupu kamu sayang"
Bagas, "What?! Seriously?"
Panji, "Gak usah sok-sok an Inggris!" Sinisnya.
Bagas, "Eh diem Lo panci! Gue gosok tau rasa Lo!". Bagas tak kalah sewotnya.
Panji, "Nama gue Panji bukan Panci!".
Bagas, "Gitu ya? Bodo! Gak peduli! Terima aja nasib Lo sebagai panci!".
Panji mengepalkan tangannya, sungguh ingin sekali rasanya ia mengikat Bagas dan membuangnya di kandang buaya.
Arina, "Ish! Kalian ini kok malah berantem! Mama jadi ngerasa kayak lihat pertengkaran orang yang lagi pacaran~".
Panji, "Tante ada-ada aja, Masa iya aku pacaran dengan Beruk". Sindirnya.
Bagas, "Heh! Siapa yang Lo maksud beruk!?"
Panji, "Lo ngerasa? Padahal gue kan gak bilang". Jawabnya santai.
Arina, "Iiiiihhh!!! Papi!!!". Pekik Arina, Memangnya mana bisa ia melerai pertengkaran remaja-remaja yang lagi ganas-ganasnya ini?!
Berselang beberapa menit kemudian muncul seorang pria paruh baya yang masih sangat tampan walaupun tampak kumis dan jenggot tipis yang menghiasi wajahnya, buat penggeli. itu kata Tama Mahendra, ayah dari Bagas dan suami dari Arina.
Tama, "Kenapa lagi sih mi? Papi lagi asik minum kok dipanggil". Jawabnya dengan lembut.
Bagas, "Minum? Papa minum apaan?" Tanyanya dengan polosnya.
Panji, "Dasar cupu!". Ejeknya
Bagas, "Diem Lo panci!". Balasnya.
Panji, "Apa?!"
Arina, "Tuh kan berantem lagi! Papi! Berhentiin tuh anak dua! Pusing pala mami! Mau masuk kedalam buat ganti maskeran!". Arina berjalan sembari memegang kepalanya yang pusing.
Tama, "Udah-udah kalian ini loh, Bagas, kamu tuh harus sopan sama kakak sepupumu, dia lebih tua dari kamu". Tama menasehati anak satu-satunya.
Alasan mengapa Arina dan Tama sangat lembut dan penyayang kepada Bagas adalah karena anaknya itu adalah anak satu-satunya setelah bertahun-tahun berjuang mencari anak.
Awalnya mereka berencana akan mengasuh anak saja namun Arina tetap kekeh ingin punya anak sendiri dan terbukti berhasil dengan lahirnya Bagas Rayudi Mahendra.
Bagas, "Ih ogah pa, Bagas gak sudih punya sepupu laknat modelan Panci kayak gini!"
Panji, "Eh Beruk! Emangnya siapa juga yang rela punya adik sepupu kayak Lo?". Sewotnya.
Tama, "Kalian berh..."
Bagas, "Wah! Papa denger sendiri kan kalau si Panci ini menghina anak kesayanganmu? Pergi Lo dari sini!" Bagas memotong pembicaraan Ayahnya
Tama, "Kalo soal i..."
Panji, "Enak aja Lo main ngusir gue! ini rumah punya om gue jadi Lo gak berhak buat ngusir gue!!".Panji pun mulai durhaka karena lagi-lagi memotong pembicaraan Tama.
Bagas, "Suka-suka gue lah! ini rumah punya gue juga kali!"
Panji, "Punya om gue!"
Bagas, "Punya gue!"
Panji," Om Gue!"
Tama, "DIAM!". Bentaknya dengan suara menggelegar ditelinga.
Sontak Panji dan Bagas langsung kicep dengan otomatisnya.
Tama, "Kayak anak kecil! Ayo masuk! kalian ngapain di luar, mau jadi obat nyamuk?"
Dan akhirnya mereka pun menurut mengikuti langkah Tama kedalam rumah dengan Panji dan Bagas yang saling bersenggolan satu sama lain.