"Dokter Ames sepertinya memberimu cokelat istimewa, huh? Tulisan tangannya indah." Kata David kagum.
"Co-cokelat itu?" Ia tak tahu harus berkata apa, diam sesaat dan berkata dengan nada terburu-buru, "apa kau sudah mencicipi satu?" rasa cemas melanda Milena.
David tergelak, "tidak. Jangan cemas. Aku tidak akan mengambil milik orang lain tanpa izin. Makanlah. Aku membawakan kue Muffin kesukaanmu." Ia menyodorkan bungkusan kecil berwarna cokelat padanya.
"Terima kasih."
"Yeah. Sama-sama."
Milena menikmati makanannya berupa salad buah dan beberapa roti isi. Tinggal di dunia manusia tampaknya sulit untuk tidak tergoda mencoba makanan baru.
"Kudengar kau berdebat dengan dokter Ames." David memulai disela-sela gigitan roti isi Milena.
"Apa dokter Chris yang memberitahumu?" diletakkannya roti isi tadi ke piring, agak kesal.
"Tidak begitu. Aku hanya mengira-ngira saja. Cokelat itu adalah cokelat mahal. Kupikir... mungkin saja itu adalah simbol damai kalian." Ia mengedikkan kepala ke arah cokelat itu, lalu cepat-cepat meralat kata-katanya, "atau mungkin ada hal yang istimewa terjadi?"
Milena terdiam sejenak. Cokelat mahal? Apa itu nama sejenis cokelat? Ragu-ragu ia berkata dengan suara rendah, "sejujurnya, aku tak tahu siapa yang memberikan cokelat itu." Ia tak mungkin mengatakan bahwa Max adalah orangnya, sementara ia tak benar-benar yakin dengan ingatannya. Dan apa yang akan dipikirkan David jika itu benar? Milena ngeri memikirkannya.
"Apa? Kenapa begitu?" keningnya bertaut.
"Kemarin, Matilda menemukan tas kertas tergantung di kenop pintu. Aku juga sempat berpikir kalau itu adalah pemberian dokter Ames. Nyatanya aku salah. Aku bersama dokter Ames sejak pagi, jadi mustahil. Matilda menemukan cokelat itu setelah mendapat telepon dari pamanmu sekitar jam sembilan."
"Kenapa kau nekat menerima barang dari orang yang tak kau tahu, Milena?" nada suara David terdengar agak menggeram, raut kesal terlihat di wajahnya, detik berikutnya tergantikan oleh senyuman kecil. "Lain kali jangan menerima apa pun dari orang yang tak kau kenal, mengerti?
Milena terpana, mulutnya terbuka sedikit, agak canggung dengan reaksi protektif lelaki itu. Ia menggelengkan kepala, meraih roti isinya, berkata dengan sungguh-sungguh. "Ya! Maafkan aku. Tak akan kuulangi lagi."
"Sungguh ceroboh menerima hadiah dari orang yang misterius!"
Tubuh Milena mengejang seketika, ia berhenti tepat ketika menggigit roti isinya ketika mendengar perkataan itu. Suara itu adalah suara terakhir yang ingin didengarnya seumur hidup. Suara yang diibaratkannya seperti horor dan kematian!
"Kau sudah kembali!" seru David.
"Halo, Milena!" Max tersenyum lebar ke arahnya, melambaikan sebuah kotak jinjing di udara, "kue es krim campuran! Dijamin kau bakal suka!"
"Ma-Max?" Milena terbata, tenggorokannya tiba-tiba kering.
"Kau masih ingat dengan dia?" David terkekeh, "sulit untuk melupakan sosok sepertinya, kan?"
Ayo vote novel ini dengan batu kuasa!