Ardina berjalan pelan. Menunggu Rail memanggil, ia tau Rail yang kini berbeda. Gadis itu juga menyadari Rail menaruh hati padanya. Ardina memakluminya bila Rail tidak bisa mengungkapkannya, karena julukannya malaikat maut.
Gadis itu mulai berhitung mundur sebelum ia benar-benar sampai di depan pintu Asrama. Sayangnya, laki-laki dingin itu benar-benar tidak pernah bisa mengerti apa yang Ardina inginkan. Ia tidak menghentikannya, hanya kebisuan bibir yang di lakuka Rail. Ardina mendesah, lalu ia berbalik badan. Ia melihat Rail tersenyum di luar pagar asrama. Gadis itu sudah benar-benar kesal melihat kebodokan dan ketidak pekaan Rail terhadap rasa yang selalu membuatnya salah tingkah saat bertemu dengan laki-laki itu.
"Apa kamu terlalu bodoh, Rail?" Tanya Ardina. Dan pertanyaan itu membuat Rail bingung sendiri.
"Apa? Aku tidak mengerti maksud kamu, Ardina?" Padahal, Rail tau apa yang Ardina mau. Yaitu sebuah kepastian darinya.