Deg!
Deg!
Deg!
"Tampan. Sungguh tak ada satupun kata yang bisa menggambarkan betapa tampannya pria ini. Siapa dia? Oh astaga, aku pikir aku sudah-"
"Nona, Nona? NONA?" Teriakan dari pria yang saat itu masih berada di dalam pelukan Amelia, membuat wanita cantik yang saat itu sedang terpesona sejadi-jadinya pada wajah tampan pria itu tersadar.
"Astaga. Ma-maafkan aku, Tuan. Apakah kau baik-baik saja?" tanya Amelia, masih dengan senyuman yang indah di wajahnya.
"Aku baik-baik saja." Entah kenapa nada bicara dari pria yang ada di hadapannya itu tiba-tiba saja berubah menjadi tinggi, seperti sedang mengeluarkan amarah yang ada di dalam dirinya.
Beberapa saat kemudian, pria yang ada di hadapan Amelia sontak berdiri, dan memandang Amelia dengan tajam.
"Siapa kau? Apa kau adalah salah satu orang yang dikirimkan oleh wanita itu untuk menggodaku? Katakan! Cara apa lagi yang akan kau lakukan untuk mendapatkanku, hah?! Dasar yah, semua wanita itu sama saja. Matre!"
Jder!
Bagaikan tersambar petir, Amelia yang amat membenci kata-kata matre dari orang lain itu sontak bangkit dari tempatnya sedang berjongkok saat itu.
"A-apa? Ternyata ... Pepatah yang mengatakan jangan menilai orang dari casingnya itu memang benar, yah. Kau benar-benar pria yang kurang ajar! Apakah selama ini tak pernah ada seorangpun yang mengajarkan sopan santun kepadamu? Jika kau baru saja bertemu dengan seseorang, apalagi itu adalah wanita, setidaknya kau harus berpura-pura untuk terlihat sopan di hadapannya walaupun itu adalah musuhmu. Kau bahkan ..." Amelia melihat dengan tatapan mencibir pada pria yang ada di hadapannya. "Ganteng-ganteng tapi tak punya etika. Sudahlah! Simpan saja tampangmu itu! Makan tembok sana!"
Tak kalah dengan apa yang baru saja Amelia rasakan saat itu, pria yang ada di hadapannya, juga baru pertama kali disuruh makan tembok oleh seorang wanita.
"K-kau ... Apakah kau sama sekali tidak menyadari bahwa kau itu yang wanita tak tahu etika. Kau benar-benar wanita liar!"
"Apa? Wanita liar!? Sini kau! Biar aku bisa mencakar wajahmu agar kau tahu betapa liarnya aku. Sini! Sini!"
Amelia pun berusaha untuk mendekati pria yang ada di hadapannya kemudian mencakar dirinya, akan tetapi tiba-tiba saja lift itu pun menyala kembali dan pintunya terbuka.
Krusuk!
"Eh, eh, ada ap-" baru saja wanita itu ingin menyelesaikan apa yang ia ucapkan, tiba-tiba saja saat pintu lift itu terbuka, terlihatlah beberapa bodyguard dengan pakaian hitam-hitam dan juga kacamata hitam mereka, yang langsung memasuki lift itu kemudian berbicara kepada pria yang baru saja hampir berkelahi dengannya.
"Tuan muda! Apakah Tuan tidak apa-apa?"
"Tuan, mari kita langsung pergi saja!"
Pria itu bagaikan seseorang yang sangat penting, dengan diperlakukan seperti pangeran dari negeri dongeng. Sangat diperhatikan dan juga sangat dihormati.
"Baiklah, ayo kita langsung pergi saja!"
Salah satu dari mereka pun melihat ke arah Amelia yang masih berdiri dengan bingungnya di sana.
"Tuan, bagaimana dengan wanita ini?" Tanyanya yang sontak melihat kepada Amelia.
Pria tampan yang memiliki lesung pipi itu pun tersenyum dengan senyuman sinisnya. "Tinggalkan saja dia!"
Jder!
Amelia pun kembali merasa seperti disambar oleh petir yang bertegangan lebih tinggi daripada sebelumnya.
Wanita cantik itu sondak langsung melangkahkan kakinya dan hendak menghajar pria yang mencibir dirinya seperti itu. "Kurang ajar! Sini kau kalau berani! Dasar tak tahu malu! Seumur hidup aku tidak pernah diperlakukan seperti ini oleh seorang pria. Kau adalah pria paling jelek yang pernah aku temui!" teriaknya, yang membuat pria itu semakin tersenyum karena lucu kemudian pada saat yang sama langsung melangkahkan kakinya keluar dari lift itu.
"Pfft,"
"T-Tuan, apakah kita harus meninggalkan wanita itu sendiri di sana?" Tanya salah satu dari bodyguard yang menjaga pria itu sekali lagi sambil menoleh ke arah belakang.
"Ya, tinggalkan saja wanita liar itu di sana! Kurasa ... Sebentar lagi pasti dia akan mendapatkan apa yang pantas untuk dirinya. Kita langsung pergi saja ke tempat pertemuannya!"
Amelia dengan marahnya melihat pria yang telah pergi meninggalkannya begitu saja. Urat di kepalanya itu benar-benar tercetak dengan jelas seiring dengan kemarahan yang semakin lama semakin meluap.
"K-kurang ajar! Pria itu sama sekali tidak menganggap diriku ini sebagai manusia!? Cih! Lain kali kalau aku bertemu dengannya lagi, jangan panggil aku Amelia Casey kalau aku tak bisa memukul wajahnya itu!"
Krusuk!
Lift tempatnya sedang berdiri itu tiba-tiba saja bergetar sembari dengan umpatannya yang dikeluarkan pada pria yang telah pergi meninggalkan dirinya.
"Oh, astaga! Lebih baik aku langsung keluar saja dan pergi menemui Aiden siapalah itu."
Amelia pun langsung keluar dari lift itu dan melangkahkan kakinya ke kamar hotel, tempatnya akan bertemu dengan pria yang telah dijanjikan oleh manajernya—Katy.
***
Beberapa saat kemudian, akhirnya wanita cantik itu telah tiba di depan kamar hotel yang mana akan menjadi tempat dia merayu pria tampan yang katanya tajir melintir.
Deg!
Deg!
Deg!
Amelia memegang dadanya yang berdebar dengan kencang. "Oh my, sejak kapan jantungku bisa berdebar sekencang ini? Sepertinya ... Aku terkena penyakit." Wanita itu kemudian mencoba untuk memperbaiki tarikan nafasnya. "Huh, huh, huh, sial! Katy, aku pasti akan menghajarmu ketika kita bertemu lagi di rumah. Aku bersumpah! Hiks!"
Tring!
"Silahkan masuk!"
Sebuah perintah dari entah datang dari mana itu, dan lagi pintu kamar hotel yang tiba-tiba saja terbuka, membuat Amelia terperanjat ketakutan.
"Astaga naga. K-kenapa ini? Apakah sebenarnya aku harus merayu seorang dukun? Tidak, tidak! Aku harus-" baru saja wanita itu ingin pergi meninggalkan tempat di mana ia harus merayu Aiden Rhivano, dia pun teringat kembali dengan hutang-hutangnya dan juga jobnya yang sepi. "Tidak! Aku harus berjuang demi hutang-hutang itu. Cih! Menyebalkan!" Wanita itu kemudian berpikir kembali, jika dia bisa merayu pria tampan dan juga kaya seperti Aiden Rhivano, maka statusnya sebagai pelakor itu akan hilang.
Namun, baru saja dia melangkahkan kakinya dan masuk ke dalam kamar hotel itu, wanita itu benar-benar terbelalak ketika pria yang sedang duduk di atas kasur itu adalah pria yang sama, dengan pria yang ingin dia hajar.
"Hah!? K-kau?"
Pria itu pun mengerutkan dahinya. "Oh, jadi kau? Ternyata, selera wanita yang dikirimkan oleh mereka itu sama saja. Tapi ..." Tiba-tiba saja pria tampan itu pun menjeda ucapannya, Sambil memikirkan kembali kejadian yang baru saja terjadi di dalam lift.
"Ya, mungkin saja wanita ini satu-satunya yang bisa membantuku untuk keluar dari love phobia yang aku derita ini." Pria itu pun seperti sedang merasakan kembali dekapan lembut dari wanita yang sama sekali tak membuatnya alergi dan juga tak membuatnya membencinya.
Tap. Tap. Tap.
Sontak pria tampan itu melangkahkan kakinya mendekati Amelia, dan pada hitungan detik dia pun langsung menarik tubuh Amelia untuk jatuh ke dalam pelukannya.
"Kau, sembuhkanlah aku!"
Dengan mata yang terbelalak dan juga kebingungan yang sama sekali tak bisa ia sembunyikan, Amelia pun seperti berenang di laut Pasifik. "A-apa?"